Minggu, 25 Mei 2008

RVSM - Reduced Vertical Seperation Minima

Reduced Vertical Seperation Minima (RVSM) adalah pengurangan separation minima untuk navigasi vertical dari minima yang sudah ditetapkan yaitu 2000 feet di atas FL 290 menjadi 1000 feet.

Pada tahun 1954, Vertical Separation Panel (VSP) sebuah Task Force yang dibentuk oleh ICAO menyetujui bahwa sebagai akibat berkurangnya ketepatan sistem altimeter dengan bertambahnya ketinggian pesawaat udara, perlu ditetapkan di atas flight level tertentu penambahan seperation vertical minimum yang lebih besar dan standard separation minimum 1000 feet.

Tahun 1966, pada ICAO RAC/SAR Divisional Meeting ditetapkan bahwa penggunaan separation vertical minimum antara pesawat udara yang beroperasi di atas FL 290 adalah 2000 feet. Didesak oleh kebutuhan untuk memanfaatkan pengunaan ruang udara secara optimal, maka pada tahun 1982 dengan koordinasi dari ICAO Review of the General Concept of Separation Panel (ICAO RGCSP) negara-negara ICAO memulai program-program untuk mempelajari secara komperhensif pengurangan separation vertical di atas FL 290 menjadi 1000 feet.

Implementasi

Terdapat tiga aspek yang penting untuk dapat mengimplementasikan RVSM, yaitu:

· Aspek Kelayakan (Airworthinnes)

Operator perusahaan penerbangan harus memperoleh ijin kelayakan terbang dari negara dimana perusahaaan tersebut terdaftar sebagai operator. Perijinan merupakan merupakan syarat penting untuk dapat mengimplementasikan RVSM di dalam suatu kawasan. Selain itu unit kelayakan udara berkewajiban melakukan koordinasi yang ketat dengan operator perusahaan penerbangan agar proses pemberian ijin dapat dilakukan dengan benar untuk menjamin operator tersebut memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

· Aspek Pengoperasian Pesawat Udara

Terdapat tiga bagian dalam aspek pengoperasian pesawat udara, yaitu:

1. Kelengkapan Pesawat Udara

Pesawat udara yang terbang di wilayah udara RVSM harus dilengkapi dengan peralatan sebagai berikut :

    • Dua buah system pengukuran ketinggian
    • Satu buah transponder SSR.
    • Satu buah alarm system ketinggian.
    • Satu buah system kontrol ketinggian otomatis.

2. Prosedur Saat Terbang

- Awak pesawat harus mematuhi segala macam peraturan yang berkaitan dengan ijin kelayakan terbang RVSM.

- Dengan tepat mengeset/mengatur skala pada semua alat ketinggian ketika melewati ketinggian transisi kemudian kembali mengecek semua pengaturan alat ketinggian pada saat mencapai ketinggian yang ditentukan (CPL = Cleared Flight Level).

- Pengarahan yang diberikan oleh pemandu lalu lintas udara harus benar-benar dipahami dan diikuti. Dalam kemungkinan dan situasi darurat, pesawat terbang tidak boleh untuk berangkat tanpa ijin dari pemandu lalu lintas udara.

- Sistem kontrol ketinggian otomatis dioperasikan dan digunakan selama terbang dalam ketinggian yang telah dicapai (cruising level).

- Sistem tanda bahaya ketinggian (altitude alerting system) dioperasikan.

- Kesalahan pada system ketinggian, diberitahukan kepada pemandu lalu lintas udara.

3. Setelah Pelaksanaan Penerbangan

Seorang penerbang sebaiknya menyediakan perincian yang cukup, agar dapat menangani kerusakan secara sederhana dan memperbaiki system. Diantaranya adalah :

- Pembacaan alat ukur ketinggian ( untuk mengetahui jika pembacaan ketinggian yang diidsplay berbeda dengan yang sebenarnya ).

- Pengaturan pemilihan ketinggian ( economic level bagi pesawat ).

- Pengaturan skala pada alat ukur ketinggian.

- Penggunaan auto pilot.

- Perbedaan dalam pembacaan alat ukur ketinggian jika static ports digunakan.

- Menggunakan komputer data untuk kesalahan proses diagnosa.

- Penggunaan transponder untuk memberikan informasi ketinggian pada pemandu lalu lintas udara.


· Aspek Pemanduan Lalu Lintas Udara

Aspek ini terkait dengan kewajiban bagi pemerintah maupun pemberi pelayanan lalu lintas udara untuk meyakinkan bahwa prosedur – prosedur baru yang menyangkut RVSM telah dimengerti oleh petugas PLLU melalui pelatihan yang memadai.

RVSM dapat diterapkan pada suatu ATS route, ataupun pada suatu ruang udara dalam dimensi-dimensi yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang dalam hal ini adalah pemerintah. Reduce Vertical Separation Minima diterapkan untuk meningkatkan kapasitas ruang udara karena dengan pengurangan separation vertical yang dulu 2000 feet untuk ketinggian diatas FL 290 bisa menjadi 1000 feet jarak vertical untuk tiap pesawat.

RADAR - RADIO DETECTION AND RANGING

Sejarah

Diakhir tahun 1940-an, radar telah diintegrasikan ke dalam sistem pemanduan lalu lintas udara . Sejak itu telah banyak kemajuan yang dicapai baik peralatan maupun prosedur sehingga radar saat ini mempunyai kinerja jauh lebih baik dibandingkan yang dibayangkan semula beberapa tahun yang lampau. Peralatan radar saat ini telah dipasang di hampir seluruh unit pemandu lalu lintas udara di seluru dunia. Sistem radar sangat membantu tenaga pemandu lalu lintas udara yaitu menjaga keselamatan, kelancarandan keteraturan lalul intas udara.

Keberadaan radar pertama kali adalah merupakan gagasan dari dua ilmuan Jerman yaitu Heinrich dan Christian Hulsmeyer, pada tahun 1922. Percobaan dlakukan oleh kedua ilmuan tersebut dan selanjutnya mereka dapat mempraktekandi lapangan. Mereka gunakan untuk menghindarkan tabrakan antar kapal laut di lautan. Dari situlah akhirnya membawa arah perkembangan radar. Sistem radar pertamakali digunakan pada tahun 1925 oleh Gregory Briet dan Merle A. Tune dari Amerika.

Pada tahun 1930, dilakukan penyelidikan penggunaan radio untuk mencari kapal laut dan pesawat terbang musuh oleh Angkatan Laut Amerika Serikat. Dan hasilnya adalah alat tersebut mampu mendeteksi pesawat dengan mengunakan panntulan gelombang radio. Setelah berhasil dilakukan lagi untuk selanjutnya penelitian mengembangkan instrument untuk mengumpulkan data, mencatat data secara otomatis dan mengkorelasikan data untuk menunjukan posisi, sudut dan kecepatan kapal laut atau pesawat terbang.

Kemajuan berlanjut pada tahun berikutnya dilakukan oleh Angkatan Darat dan Laut Amerika.

Selama Perang Dunia II, industri radar mencapai puncaknya. Banyak perusahaan elektronik yang memperoleh kontrak untuk pembatan peralatan radar. Badan Penerbangan Inggris mengakui kuntungan yang diperoleh dari radar dalam sistem pengendalian Lalu Lintas Udara. Pada Badan Meteorologi Amerika memanfaatkan radar dalam melacak badai untuk mengadakan p[erkiraan cuaca sedini mungkin.

Penggunaan radar dalam pengendalian Lalu Lintas Udara pertama kalinya adalah untuk alat bantu pendaratan. Setelah pengembangan peralatan yang lebih baik,peralatan tersebut kemudian ditingkatkan untuk mengatur arus lalu lintas. Radar telah memungkinkan pengendalian Lalu lIntas Udara untuk melihat dan mengarahkan pesawat guna menghindarkan tabrajkan antar pesawat atau antara pesawat dan rintangan di darat.

Definisi

Radar adalah singkatan dari Radio Direction And (Radio) Raging. Sesuai dengan namanya radar digunakan untuk mendeteksi posisi pesawat yang dinyatakan dengan arah atau azimuth yang mengacu pada arah Utara dan pada jarak (range) tertentu dari antena.

Prinsip Pulsa Radar

Prinsip pulsa radar adalah sama dengan prinsip gaung atau bunyi. Jika kita berteriak menghadap sesuatu pemukaan yang bersifat memantulkan, maka kita akan mendengar gaung atau pantulan suara terikan kita beberapa saat setelah kita berteriak. Hal tersebutt disebabkan oleh kenyataan bahwa bunyi atau suara tersebut merambat melalui udara pada kecepatan 1.100 kaki per detik menuju permukaan yang mmemantulkan. Setibanya bunyi kemudian dipantulkan kembali ke sumber suara atau bunyi disebut gaung.

Kelebihan pulsa radar adalah ia memungkinkan sejumlah informasi dapat diperoleh dalam waktu yang relatif singkat sehingga dapat mengend

alikan sasaran dalam jumlah yang besar pula. Dalam kenyataan, sistem ini digunakan untuk sistem peringatan dan pengndalian lalu lintas udara. Demikian juga sistem ini menjelajah wilayah secara cepat sehingga terhindar dari munculnya target yang berlebihan.

Kelemahan sistem ini adalah rumitnya menghilangkann target yang tidak diinginkan (clutter); target yang beerjarak noldari antana tidak tampak dan target pada jarak yang dekatt dengan antena pengukurannya kurang akurat.

Pulsa radar dipancarkan dalam sattuan disebut pulsa (pulsa length), sedangkan jarak waktu atau interval pulsa disingkat PRI (Pulse Rereccurence Interval).

PSR dan SSR

Perbedaan utama PSR dan SSR

Radar sekunder (Secondary Surveillance Radar/SSR) adalah istilah internasionallnbagi sisttem beacon radar bagi ATC (Air Traffic Contrl Radar Beacon System/ATCBRS). Istilah tersebut mengacu pada kenyataan bahwa peralatan radar sekunder hanya dipakai di dalam dunia ATC. Radar sekunder adalh sisitem yang terpisah dari radar primer. Ia dapat berdiri sendiri oleh karena hubungan antara radar primer dan radar secondary surveillance radar, bukan sebagai sistem utama dan cadangan melainkan berfungsi sebagai majikan (master untuk radar primer dan sebagai radar sekunder). Radar primer sebagai master dioperasikan secara indenpenden dan dapat dipakai untuk tujuan pengendalian lalu lintas udara. Sedangkan radar sekunder sebagai slave, meskipun dapat berdiri sendiri, tetapi untuk tujuan pengendalian lalu lintas udara harus dioperasikan bersama-sama dengan radar primer.

Jarak dalam sistem radar primer stasiun darat tidak ada alat penanya posisi pesawat dan pesawat tersebut tidak perlu membawa alat apapun, tidak demikian halnya dengan radar sekunder. Disamping ada alat penanya di stasiun darat (disebut interogator) pesawat perlu dilengkapi dengan alat penjawab (disebut trasponder).

Transponder

Transponder (transmitter/rensponder) adalah peralatan yang ada di pesawat terbang (airborne unit). Bagian utama transponder adalah transmitter. Transponder merupakan alat yang aktif namun sebagian bisa di non-aktifkan. Sebelum transmitter mengirimkan jawaban (reply) ke stasiun raddar di darat atas pertananan dari interogator, pulsa harus diterima dan diproses terlebih dahuliu. Jika transponder diaktifkan maka transmitter akan memancarkan rangkaian pulsa jawaban khusus yang tidak terikat oleh dan lebih kuat dari pantulan pulsa radar primer (echo).

Fungsi Transponder

Pesawat terbang bisa dilengkapi dengan peralatan untuk merspon berbagai mode secara serentak. Yang disebut dengan mode adalah interval waktu (jarak antara pulsa dalam waktu microdetik) yang digunakan interogator SSR.

Kode SSR Cadangan.

Termasuk 7500 (unlawful interference/pembajakan udara), 7600 (communication failure), 7700 (ermergency), operasi IDENT, tanda bahaya, peringatan dan koordinasi otomatis harus disajikan secara jelas dan beda sehingga mudah untuk dikenali oleh controller.

Radar`dalam Air Traffic Services-Tujuan pemberian pelayanan radar dalam ATS bertujuan antara lain :

Meningkatkan pemanfaatan ruang udara (airspace utility) dalam pelayanan non-radara di wilayah ACC, maka pesawat terbang harus terbang

pada jalur penerbangan (ATS route) yang terbatas jumlahnya dan pengaturan pesawat dilakukan secara linear, sedangkan di dalam pelayanan radar maka pesawat tidak terikat oleh jalur penerbangan dan boleh disimpangkan (radar navigation/untuk memperoleh jalur terpendek/terdekat sehingga pesawat dapat diatur secara menyebar [scatered] atau sejajar [pararel].

Demikian pula di wilayah APP, jika dalam pelayanan non-radar maka pesawat yang akan melakukan pendaratan harus antri satu persatu (sequential) dengan jarak yang cukup jauh (memakai avarege time interval/ATI), maka dalam pelayanan radar pesawat yang akan mendarat di atur secara serntak atau acak.

Memandu pesawat melalui route langsung (mengurangi waktu terbang dan mengurangi biaya operasi), di dalam pelayanan non radar pesawqat terbang di pandu secara ketat agar pesawat tidak keluar jalur (lebar aman ATS route hanya 5-10 Nm dariasal jalur) maka didalam pelayanan radar pesawat diarahkan langsung ke titk tujuan (radar navigation) arah yang harus ditempuh bisa lebih pendek dan pada akihrnya adalah lebih efesien.

Meningkatkan keselamatan Lalu Lintas Udara melalui acuan visual.

Ruang lingkup pemberian pelayanan radar adalah terbatas pada controller airspace yang berada di dalam jangkauan radar (radar coverege).

Keuntungan pemberian ATS dalam mengunakan radar antara lain :

· Menjaga kewaspadaan / pengawasan dengan inforamsi posisi yang l;engkap.

· Memberikan arahan / panduan ( vector ) untuk pemisahan, bantuan bernavigasi, mempercepat keberangkatan, melalui jarajk terpndek ( jalan pintas / potong kompas ) dan approach;

· Memberikan bantuan memberikan informasi Llu Lintas Udara, plotting ( emergency ) menghindari cuaca jelek, dan lai-lain.

Fungsi radar dalam ATC Service antara lain :

· Mempertahankan pengawasan / kewaspadaan / penjagaan yang memungkinkan ATC untuk :

- Memperoleh informasi posisi pesawat lebih awkurat dan lenkap.

- Memberikan traffic informasi lebih akurat dan tepat.

- Memberikan informasi jika terjadi ppenyimpangan track dan/atau heading.

· Memantau Lalu Lintas Udara sehingga dapat memberikan pemanduan atau saran yang lebi baik.

· Mempercepat arus lalu lintas udara secara normal pada saat ada pesawat yang mengalami kondisi (emergency) atau kerusakan radio komunikasi (communcation failure ) dan lain-lain.

Radar dalam Approach Control Service

Radar dalam APP Control Service melaksanakan fungsi sebagai berikut :

· Memberikan vector kepada pesawat yang datang ke alat bantu pendaratan yang dapat ditafsirkan oleh penerbang (NDB/VOR/ILS ).

· Memberikan vector kepafda pesawat yang melakukan peralatan ILS pararel, yaitu menghindarkan pesawat agar tidak menerobos ke dalam no-transgression zone.

· Memberikan vector kepada pesawat yang datang ke suatub titik dimana approach secara visual dapat dilakukan.

· Memberikan vecttor kepada pesawat yang datang ke suatub titik dimana precision approach radar ( PAR ) atau surveillance radar approach ( SRA 0 dapat dilakukan.

· Melakukan pemantulan terhadap pesawat lainnya y

ang melakukan approach.

· Sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, melaksanakan SRA atau PRA, dan

· Memberikan separation radar antara :

- Pesawat yang berangkat secara berurutan

- Pesawat yang datang secara berurutan

- Pesawat yang berangkat dan yang datang

Pemeriksaan Dalam AVSEC

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR SKEP/ 40 / II / 1995 PETUNJUK PELAKSANAAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : 14 TAHUN 1989 TENTANG PENERTIBAN PENUMPANG, BARANG DAN KARGO YANG DIANGKUT PESAWAT UDARA SIPIL. Pokok-Pokok yang diatur:
  1. Pemeriksaan Dokumen
  2. Pemeriksaan Penumpang, Bagasi, Dan Bagasi Kabin
  3. Pelaporan (Check –In)
  4. Pemeriksaan Awak Pesawat
  5. Pemeriksaan Penumpang Transit & Transfer
  6. Penanganan Senjata
  7. Penanganan Bagasi Kabin & Bagasi
  8. Penanganan Penumpang Khusus
  9. Pemeriksaan Jamaah Haji, Bagasi Kabin Dan Bagasinya
  10. Pengawasan Jalur Dari Check-In Ke Ruang Tunggu Dan Ke Sisi Udara
  11. Pengawasan Jalur Menuju Ke Dan Dari Pesawat Udara
  12. Penertiban Kargo
  13. Penggolongan
  14. Pengemasan
  15. Pengiriman
  16. Pengawasan
  17. Penanganan Bahan Dan/Atau Barang Berbahaya
  18. Kiriman Pos
  19. Kiriman Diplomatik

PEMERIKSAAN BAGASI

  1. Batas harus diperiksa sebelum diserahkan di tempat check –in (KM 14/1989 Ps. 3)
  2. Bagasi harus dilengkapi identitas pemilik(KM14/1989 Ps.4)
  3. Bagasi yang ditolak dengan alasan keamanan penerbangan tidak dibenarkan untuk diangkut(KM 14/1989 Ps.5)
  4. Senjata api, senjata tajam serta benda lain yang dapat dipakai sebagai alat untuk mengancam atau memaksakan kehendak dilarang dimasukkan atau ditempatkan di dalam kabin pesawat udara (KM14 Ps. 6)

PEMERIKSAAN KARGO DAN KIRIMAN POS

  1. Kargo dan kiriman pos harus diperiksa sebelum dimasukkan ke gudang atau pesawat udara (KM 14/1989 Ps.7)
  2. Pemeriksaan pos perlu memperhatikan kelancaran pengirimannya (KM 14/1989 Ps. 7 ayat 2
  3. Pemeriksaan pengangkutan barang-barang berbahaya harus memperhatikan ketentuan yang berlaku (KM 14/1989 Ps.8)

PEMERIKSAAN DOKUMEN

  1. Nama dan alamat calon penumpang wajib dicatat oleh pengangkut atau agennya
  2. Hanya calon penumpang yang mempunyai tiket dan para pemegang izin yang syah diizinkan masuk daerah check-in
  3. Tiket dan izin masuk dicocokkan dengan orang yang bersangkutan.


PEMERIKSAAN TERHADAP CALON PENUMPANG BAGASI DAN BAGASI KABIN

1. Hanya petugas sekuriti yang berhak melakukan pemeriksaan

2. Pemeriksaan oleh petugas lain atas persetujuan Kabandara atau Adbandara

3. Tiket dicocokan dengan bukti kenal diri

4. Check-in counter dibuka 2 jam sebelum jadual penerbangan

5. Apabila pemeriksaan sekuriti dilakukan secara manual waktu pelaporan dapat diajukan

6. Batas waktu check-in 30 menit

7. Pemeriksaan secara fisik dan atau menggunakan alat bantu

8. Pemeriksaan dengan alat bantu harus diselingi pemeriksaan fisik secara acak

9. Setiap yang dicurigai harus diperiksa secara fisik

10. Bagasi yang telah diperiksa harus disegel dengan label sekuriti

11. Petugas sekuriti berhak melarang keberangkatan calon penumpang yang menolak untuk diperiksa

12. Pengangkut harus menolak bagasi yang tidak disegel atau segel rusak

13. Kondisi bagasi yang kurang baik harus diberitahukan untuk diperbaiki

14. Pengangkut harus menyediakan blanko identitas bagasi kabin

15. Semua awak pesawat udara harus diperiksa

16. Awak pesawat udara diberikan prioritas pemeriksaan

17. Penumpang transfer harus diperiksa ulang sebelum memasuki ruang tunggu

18. Penumpang transit yang keluar dan kembali ke ruang tunggu harus diperiksa

19. Penumpang pesawat udara yang mendarat karena kerusakan teknis atau alasan operasional harus diperiksa

20. Pengangkut harus menempatkan petugas sekuriti dan bekerjasama denga petugas sekuriti bandara untuk melaksanakan pemeriksaan penumpang, bagasi dan kargo

21. Pengangkut harus menempatkan petugas di ruang tunggu untuk memeriksa boarding pass

22. Senjata api, senjata tajam berukuran lebih dari 5 cm atau benda lain yang dapat dipergunakan sebagai senjata harus diserahkan kepada pengangkut dengan bukti tanda terima

23. Petugas sekuriti yang menemukan barang tersebut harus diberitahukan kepada pengangkut

24. Barang tersebut disimpan di ruang kargo pesawat

25. Ditempat tujuan diserahkan kembali kepada pemiliknya dengan meminta kembali bukti tanda terima di sisi darat

26. Bagasi dan bagasi kabin yang termasuk jenis barang berbahaya dapat diangkut sepanjang memenuhi peraturan pengangkutan barang berbahaya yang berlaku

27. Barang berbahaya dilarang disimpan dalam bagasi atau bagasi kabin maupun dipakai pada badan

28. Pengangkut mencatat jumlah bagasi yang telah diperiksa

29. Pengangkut harus memberikan bukti tanda terima bagasi

30. Label bagasi (stiker) harus terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah lepas

31. Bagasi milik calon penumpang yang batal berangkat atau tidak melanjutkan penerbangan dan tidak memberitahukan kepada pengangkut dilarang diangkut kecuali atas persetujuan PIC

32. Bagasi milik penumpang yang batal berangkat dilarang diangkut kecuali telah diperiksa dan disertai bukti kenal diri

33. Bagasi yang tidak diangkut bersama dengan pemiliknya dapat diangkut apabila telah diperiksa

34. Jumlah bagasi kabin maksimum 2 koli

35. Ukuran, berat bagasi serta kebutuhan penumpang selama penerbangan ditentukan pengangkut

36. Pengawasan bagasi kabin dilakukan pengangkut

37. Bagasi kabin yang melampaui ukuran dan berat harus diangkut sebagai bagasi

38. Anak dibawah umur 8 tahun harus disertai pengantar atau orang yang bertanggung jawab baik awak pesawat atau orang dewasa lain

39. Wanita hamil tua (8 bulan) harus disertai surat keterangan dokter

40. Orang sakit yang tidak dapat berjalan sendiri harus disertai dengan surat dokter dan pengantar

41. Jenasah harus disertai surat keterangan dari instansi kesehatan

42. Orang gila harus dikawal

43. Tahanan atau deportee harus dikawal

44. Pengangkut harus menolak calon penumpang yang tidak memenuhi ketentuan

45. Pengangkut dapat menolak calon penumpang yang mabuk, buron atau dicurigai berdasarkan informasi petugas berwenang

PEMERIKSAAN CALON JEMAAH HAJI DAN BAGASI KABINNYA

  1. Calon jemaah haji dan bagasinya harus diperiksa
  2. Pemeriksan dapat dilakukan di asrama haji oleh petugas sekuriti
  3. Kendaraan yang mengangkut calon jemaah haji harus steril
  4. Kendaraan yang mengangkut calon jemaah haji harus dinyatakan steril oleh petugas
  5. Kendaraan harus dikawal dan dilarang berhubungan dengan orang yang belum diperiksa
  6. Calon jemaah haji dilarang menerima titipan tanpa melalui pemeriksaan
  7. Pemeriksaan bagasi oleh petugas sekuriti bandara
  8. Pemeriksaan untuk mencegah terangkutnya bahan berbahaya
  9. Bagasi yang sudah diperiksa harus disegel dan pengawasannya dilakukan petugas sekuriti pengangkut
  10. Label sekuriti yang rusak harus diperiksa ulang
  11. Ketentuan lain diberlakukan sama untuk penumpang lainnya

PENGAWASAN JALUR DARI DAERAH LAPOR DIRI KE RUANG TUNGGU DAN KE SISI UDARA

  1. Daerah check-in merupakan daerah terbatas yang harus dijaga petugas
  2. Jalur yang menghubungkan daerah chek-in dengan sisi udara harus dilengkapi pintu dan dikunci saat tidak dipergunakan
  3. Pintu lalu lintas petugas harus dijaga petugas sekuriti dan dikunci apabila tidak dipergunakan
  4. Petugas lain turut mengawasi dibawah koordinasi petugas sekuriti bandara
  5. Pintu keluar menuju sisi udara harus dikunci saat tidak dipergunakan
  6. Petugas sekuriti harus mengawasi ruang tunggu selama dipergunakan
  7. Dilarang memasuki daerah sisi udara maupun ruang tunggu keberangkatan tanpa diperiksa

PENANGANAN SENJATA , SENJATA API DAN PELURU SERTA PENGAMANAN TAHANAN

ICAO ANNEX 17 SECURITY – SAFEGUARDING INTERNATIONAL CIVIL AVIATION AGAINST ACTS OF UNLAWFUL INTERFERENCE

4.6.1 Each Contracting States shall establish measures to ensure that the aircraft operator and pilot in command are informed when passengers are obliged to travel because they have been the subject of judicial or administrative proceedings, in order that appropriate security controls can be applied.
4.6.2 Each Contracting States shall ensure that the pilot in command is notified as to the number of armed persons and their seat location.
4.6.5 Each Contracting States shall ensure that the carriage of weapons on board aircraft, by law enforcement officer and other autho
rized persons, acting in the performance of their duties, requires special authorization in accordance with the laws of the States involved.
4.6.6 Each Contracting States shall ensure that the carriage of weapons in other cases is allowed only when an authorized and duly qualified person has determined that they are not loaded, if applicable, and then only if stowed
in a place inaccessible to any person during flight time

PP NO: 3 TAHUN 2001 KEAMANAN DAN KESELAMATAN PENERBANGAN Pasal 60

(1) Penumpang pesawat udara yg membawa senjata wajib melaporkan dan menyerahkan kepada perusahaan angkutan udara.

(2) Senjata yg diterima oleh perusahaan angkutan udara untuk diangkut, disimpan pada tempat tertentu di pesawat udara yg tdk dapat dijangkau oleh penumpang pesawat udara.

(3) Pemilik senjata diberi tanda terima sebagai tanda bukti penerimaan senjata oleh perusahaan angkutan udara.

(4) Perusahaan angkutan udara bertanggungjawab atas keamanan senjata yg diterima sampai dgn diserahkan kembali kepada pemiliknya di bandar udara tujuan

KM 14 TAHUN 1989 PENERTIBAN PENUMPANG, BARANG DAN KARGO YG DIANGKUT PESAWAT UDARA SIPIL Pasal 6

Senjata api, senjata tajam serta benda lain yang dapat dipakai sebagai alat utk mengancam atau memaksakan kehendak dilarang dimasukkan atau ditempatkan di dalam kabin pesawat udara

SKEP/100/VI/2003 PETUNJUK TEKNIS PENANGANAN PENUMPANG PESAWAT UDARA SIPIL YANG MEMBAWA SENJATA API BESERTA PELURU DAN TATA CARA PENGAMANAN PENGAWALAN TAHANAN DALAM PENERBANGAN SIPIL

SECURITY ITEM diperlakukan sebagai SECURITY ITEM BOX dengan kondisi :

Disimpan ditempat yang tidak terjangkau oleh awak pesawat Udara dan penumpang

PELURU

Max 12 butir/pax

Max cal. 9mm

Max 100 butir/aircraft

STANDARD ‘DG’ :

1. Packing

2. Labelling

3. Marking

4. Doc.

Disediakan oleh operator

DILARANG MEMBAWA SENPI + PELURU KE KABIN

a. Senpi + Peluru dilaporkan ke Airport Security

- surat ijin kepemilikan/penguasaan senpi + peluru

- peluru dikosongkan dari senpi oleh pemilik/pemegangnya

b. Penumpang didampingi Airport Security menyerahkan senpi +

peluru ke petugas check in dengan tanda bukti

c. Senpi diperlakukan sebagai Security Item

d. Peluru diperlakukan sebagai Dangerous Goods

e. Senpi + peluru diserahkan ke penumpang di pintu keluar ruang

kedatangan dengan tanda bukti

PENGAWALAN DAN PENEMPATAN TAHANAN

  1. Pemberian informasi ke operator min 3 jam sebelumnya (termasuk informasi identitas tahanan & pengawalnya).
  2. Tahanan berbahaya dikawal min oleh 2 orang (hanya diijinkan 1 tahanan berbahaya dalam 1 flight)
  3. Pemeriksaan tahanan
  4. Informasi ke PIC dan awak kabin termasuk tempat duduknya
  5. Tahanan dan pengawalnya masuk pesawat lebih dulu dan keluar terakhir
  6. Tahanan & pengawal duduk di bagian paling belakang tapi tdk yg menghadap langsung pintu keluar, pengawal duduk diantara tahan dan “aisle”
  7. Tahanan yang berbahaya diborgol di bagian depan dan tdk dikaitkan ke bagian pesawat udara, dan pada kondisi darurat penerbangan borgol dilepas.
  8. Tahanan harus selalu diawasi pengawalnya
  9. Pemberian makan & minuman yg tdk menyebabkan hilang kesadaran/mabuk dan peralatan makan/minuman yg tdk membahayakan
  10. Pengawal dilarang membawa senjata dlm bentuk apapun

Jumat, 23 Mei 2008

Penanganan Kondisi Darurat Penerbangan di Bandar Udara

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 disebutkan bahwa gawat darurat di bandar udara adalah suatu kejadian tidak terduga berkaitan atau berakibat terganggunya pengoperasian pesawat udara atau kelangsungan pelayanannya yang perlu dilakukan tindakan cepat. Dan menurut penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan Pasal 39 ayat 1, gawat darurat di bandar udara antara lain berupa:
1. Pesawat udara yang mengalami keadaan darurat penerbangan;
2. Sabotase atau ancaman bom terhadap pesawat udara dan/atau prasarana penerbangan;
3. Pesawat udara alam ancaman tindakan gangguan melawan hukum;
4. Kejadian pada pesawat udara karena bahan dan/atau barang berbahaya;
5. Kebakaran pada bangunan;
6. Bencana alam.
Dengan demikian kinerja penanganan kondisi gawat darurat penerbangan adalah suatu bentuk kecakapan, kemampuan, dan ketrampilan didalam menghadapi kejadian tidak terduga yang berkaitan atau berakibat terganggunya pengoperasian pesawat udara atau kelangsungan pelayanannya yang memerlukan tindakan cepat dan bertujuan untuk mengaplikasikan prosedur yang ada serta mengevaluasikan hasil kegiatan latihan dalam upaya penyempurnaan prosedur tersebut.
Dalam Dokumen ICAO 9137-AN/898 Airport Services Manual Part 7, Airport Emergency Planning (1991 : 1-2) Chapter 1 bagian 1.1.2 disebutkan bahwa:
The basic needs and concepts of emergency planning and exercise will be much the same and involve the same major problem areas : COMMAND, COMMUNICATION and CO-ORDINATION.

Yang mana dalam bahasa Indonesia yaitu, konsep dan kebutuhan dasar dari latihan dan perencanaan penanggulangan keadaan gawat darurat akan memiliki banyak kesamaan dan melibatkan masalah utama area yang sama: KOMANDO, KOMUNIKASI, dan KOORDINASI.
Kemudian pada bagian 1.1.5 juga disebutkan bahwa :
To be operationally sound a comprehensive Airport Emergency Plan must give consideration to: a) preplanning before an emergency; b) operations during an emergency; and c) support and dokumentation after an emergency.

Yang artinya adalah : Untuk dapat dilaksanakan secara menyeluruh suatu rencana keadaan darurat harus mempertimbangkan: a) perencanaan sebelum suatu keadaan darurat; b) operasi saat keadaan darurat; dan c) dukungan dan dokumentasi setelah suatu keadaan darurat.
Dari kedua kutipan dokumen diatas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa, sebuah airport emergency plan dalam penyusunannya harus mempertimbangkan tiga aspek operasional, yaitu perencanaan sebelum terjadinya keadaan darurat; operasi penanggulangan saat keadaan darurat terjadi serta dukungan dan dokumentasi setelah keadaan darurat terjadi. Keberhasilan dari suatu kegiatan penanggulangan gawat darurat ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu komando, komunikasi, dan koordinasi.
Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2001 tentang Keselamatan dan Keamanan Penerbangan bagian keempat pasal 39 mengenai penanggulangan gawat darurat, menyebutkan bahwa:
Ayat 1 : Penyelenggara bandar udara wajib memiliki kemampuan dalam melaksa -nakan penanggulangan gawat darurat di bandar udara;
Ayat 2 : Penanggulangan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan secara tepadu dengan melibatkan instansi terkait diluar dan di dalam bandar udara;
Ayat 3 : Penyelenggaraan bandar udara wajib melaksanakan latihan penanggulang -an gawat darurat.
Dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 47 Tahun 2002 Tentang Sertifikasi Operasi Bandar Udara Pasal 5 yang menyatakan bahwa untuk memperolah Sertifikat Operasi Bandar Udara harus memenuhi:
1. Tersedianya fasilitas dan/atau peralatan penunjang penerbangan, yang memenuhi persyaratan keamanan dan keselamatan penerbangan sesuai dengan klasifikasi kemampuan;
2. Memiliki prosedur pelayanan jasa Bandar udara;
3. Memiliki buku petunjuk pengoperasian, penangulangan keadaan gawat darurat, perawatan , program pengamanan, higiene dan sanitasi Bandar udara;
4. Tersedia personil yang memiliki kualifikasi untuk pengoperasian, perawatan, dan pelayanan jasa Bandar udara;
5. Memiliki daerah lingkungan kerja Bandar udara, peta kontur lingkungan Bandar udara, peta situasi pembagian sisi darat dan sisi udara;
6. Memiliki Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan di sekitar Bandar udara;
7. Memiliki peta yang menunjukkan lokasi koordinat penghalang dan ketinggiannya yang dapat membahayakan keselamatan penerbangan;
8. Memiliki fasilitas pertolongan kecelakaan penerbangan dan pemadan kebakaran sesuai dengan kategorinya;
9. Memiliki berita acara evaliasi/uji coba yang menyatakan laik untuk dioperasikan;
10. Struktur organisasi penyelenganaan Bandar udara.

SOETA Airport Grid Map


Minggu, 18 Mei 2008

MARKA DI APRON (Petunjuk Pergerakan Pesawat Udara Di Apron)

1. APRON SAFETY LINE

  1. Adalah garis berwarna merah yang berada di Apron dengan lebar 0.15 meter.
  2. Fungsinya menunjukan batas yang aman bagipesawat udara dari pergerakan peralatan pelayanan darat (GSE).
  3. Letak disekeliling peaswat udara.

2. AIRCRAFT LEAD-IN DAN LEAD-OUT LINE MARKING

  1. Adalah garis yang berwarna kuning di Apron dengan lebar 0,15 m.
  2. Fungsinya sebagai pedoman yang digunakan oleh peaswat udara melakukan taxi dari taxiway ke Apron atau sebaliknya.
  3. Letaknya di Apron area.

3. AIRCRAFT STOP LINE MARKING

a. Adalah tanda berupa garis atau bar berwarna kuning.

b.Fungsinya sebagai tanda tempat berhenti pesawat udara yang parkir.

c.Letaknya di Apron area pada perpanjangan lead-in berjarak 6 m dari akhir lead- in line.

4. APRON EDGE LINE MARKING

a. Adalah garis berwarna kunimg disepanjang tepi Apron.

b. Fungsinya menunjukan batas tepi Apron.

c. Letak pada sepanjang tepi Apron.

5. PARKING STAND NUNMBER MARKING

a. Adalah tanda di apron berupa huruf dan angka yang berwarna kuning dengan latar belakang warna hitam.

b. Fungsinya menunjukan nomor tempat parkir peaswat udara.

c. Letak di Apron area

6. AVIOBRIDGE SAFETY MARKING

a. Adalah garis berwarna merah yang berada di Apron dengan lebar 0.15 meter.

b. Fungsinya menunjukan batas yang aman bagipesawat udara dari pergerakan peralatan pelayanan darat (GSE).

c. Letak disekeliling peaswat udara.

7. EQUIPMENT PARKING AREA MARKING

a. Adalah tanda berupa garis yang berwarna putih dengan lebar 0,15 m.

b. Fungsinya sebagai pembatas pesawat udara denagn area yang diperuntukan sebagai tempat parkir peralatan pelayanan darat pesawat udara.

c. Letak di Apron area.

8. NO PARKING AREA MARKING

a. Adalah tanda yang berbentuk persegi panjang dengan garis-garis berwarna merah yang tidak boleh digunakan untuk parkir peralatan.

b. Fungsinya :

- Digunakan untuk manuver towing tractor.

- Digunakan untuk kendaraan bila terjadi emergency.

c. Letak didepan pesawat udara.

9. SERVICE ROAD MARKING

a. Adalah tanda berupa 2 (dua) garis yang parallel sebagai batas pinggir jalan dan garis putus-putus sebagai petunjuk sumbu jalan berwarna putih dengan lebar garis 0,15 m.

a. Fungsinya membatasi sebelah kanan dan kiri yang memungkinkan pergerakan peralatan (GSE) terpisah dengan pesawat udara.

b. Letak di Apron Area.