Memasuki abad milenium baru, maka Indonesia harus dengan cermat memilih strategi pembangunannya. Perlu dilihat konstalasi dunia saat ini, posisi tawar Indonesia di dunia, kekayaan yang dimiliki dan berbagai sumberdaya yang ada dan berbagai model atau teori pembangunan yang telah berhasil dimanfaatkan oleh negara-negara berkembang yang kemudian berhasil mentransformasikan dirinya menjadi negara maju.
Salah satu pilihan strategi adalah apa yang dikenal dengan Pembangunan Masyarakat Berbasis Pengetahuan (PMBP, Knowledge Based Society, KBS). KBS dilustrasikan sebagai suatu kondisi penciptaan, penyebaran dan penggunaan pengetahuan menjadi faktor kunci dalam upaya memakmurkan dan menyejahterakan masyarakat.
Konsep pembangunan ini pada hakekatnya adalah membangun institusi yang
menghasilkan pengetahuan, kemudian mendistribusikan pengetahuan dan penggunaannya pada sektor-sektor produktif. Namun demi kian, tentu saja produksi, diseminasi, dan penggunaan pengetahuan dapat pula terjadi pada unit-unit produktif lain dalam masyarakat.
Oleh karena itu, daya inovatif dan daya saing perusahaan tidak terlepas dari hasil interaksi berbagai aktor kelembagaan (institutional actors) atau unit-unit produktif dalam system tersebut, termasuk suasana inovatif dan kompetitif yang tercipta.
Pada saat kondisi sebuah perekonomian yang menjadi faktor kunci dalam upaya
memakmurkan dan mensejahterakan masyarakat – mencakup perusahaan dan unit-unit produktif lainnya – yang secara langsung didasarkan pada produksi, distribusi, dan penggunaan pengetahuan, maka perekonomian seperti itulah yang didefinisikan oleh OECD (1996) sebagai ekonomi berbasis pengetahuan (EBP).
Sudah menjadi anggapan umum bahwa pengetahuan dan penerapannya diakui sebagai salah satu kunci utama dalam pengembangan ekonomi suatu negara. Sebagai contoh, perkembangan ekonomi dua negara, yaitu Korea Selatan dan Ghana . Korea Selatan telah menerapkan pengetahuan secara intensif sebagai landasan ekonominya, Ghana bertumpu pada hal yang lain dalam pengembangan ekonomi negara.
Pada pertengahan tahun 50-an pendapatan per kapita dari kedua negara tersebut sebesar 700 US$ (World Bank, World Development Report 1998/1999). Namun, memasuki tahun 1990-an pendapatan per kapita Korea Selatan mencapai hampir 6 kali pendapatan per kapita Ghana. Perbedaan kinerja ekonomi antara kedua negara ini disebabkan oleh adanya pemanfaatan dan penerapan pengetahuan, terutama pengetahuan teknis dan kebijakan.
Dalam empat dekade Korea Selatan membangun ekonominya melalui pembangunan sains dan teknologi yang pada hakekatnya adalah meningkatkan kemampuan pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi. Keberhasilan yang diperoleh Korea Selatan memang menakjubkan, pada awal tahun 1960an pendapatan per kapita masyarakat masih USD 80,0 meningkat menjadi USD 9.676 pada tahun 2000 atau mengalami peningkatan sebesar 120 kali lipat dalam kurun waktu 4 dekade. Pada awal pembangunan, Korea Selatan masih mengandalkan pendapatannya pada hasil-hasil tambang atau sumber daya alam dan aktivitas pertanian, namun dalam kurun waktu tersebut Korea Selatan telah mampu mensejajarkan diri menjadi negara industri baru.
Ekspor Korea Selatan kini mengandalkan pada kandungan teknologi tinggi seperti barangbarang elektronik dan komponen komputer serta otomotif.
Selama empat dasawarsa tersebut Korea Selatan telah menginvestasikan sumberdayanya di berbagai proyek infrastruktur pengetahuan atau sains dan teknologi serta pembangunan sumberdaya manusia. Investasi di litbang pada tahun 1999 mencapai USD 10.2 milyar, dimana 27% didanai pemerintah dan publik, 73 persen dari swasta. Potret ini terbalik ketika diawal tahun 1960an dimana investasi litbang lebih dari 90% masih dikuasai pemerintah dan sisanya swasta. Perubahan indikator ini menunjukan bahwa pihak swasta Korea telah berperan aktif dalam litbang sains dan teknologi. Keberhasilan Korea dalam membangun industri yang berbasis teknologi bukan hanya terletak pada campur tangan pemerintah tapi juga merupakan partisipasi aktif dari pihak swastanya. Implikasi dari fakta ini menunjukkan bahwa pengetahuan dapat diterapkan untuk
menciptakan peluang pengembangan ekonomi bagi negara-negara lain, termasuk Indonesia. Jika pengetahuan diterapkan dan diadaptasikan dengan sebagaimana mestinya terhadap lingkungan perekonomian yang ada dan didiseminasikan secara efektif, maka ia dapat menjadi penggerak utama dalam pembangunan. Untuk menciptakan dan mengembangkan ekonomi berbasis pengetahuan, suatu negara harus menerapkan suatu tindakan yang tepat untuk menstimulasi, mendorong, dan menumbuhkan penerapan pengetahuan dalam perekonomiannya agar daya saing negara tersebut dapat meningkat.
Prinsip penting Knowledge Based Society adalah membangun negara dengan menggunakan modal ilmu pengetahuan lebih besar dibandingkan dengan modal apapun yang mereka miliki. Dalam rangka menciptakan masyarakat pengetahuan di suatu negara, maka ada empat pilar penting yang perlu dibuat, yaitu penciptaan, pemeliharaan, diseminasi, dan pemanfaatan pengetahuan. Keempat pilar ini perlu dilandasi oleh keberagaman serta kebutuhan dan hak asasi manusia.
Untuk dapat membangun keempat pilar tersebut, langkah strategis membangun masyarakat berbasis ilmu pengetahuan di Indonesia adalah dengan melakukan strategi transformasi budaya melalui pola pendidikan, termasuk manajemen dan kurikulum pendidikan yang pro-pengetahuan serta peningkatan alokasi biaya pendidikan untuk masyarakat. Negara berbasis pengetahuan yaitu salah satu kemakmurannya dihasilkan melalui aktivitas intelektual dari warganya yang mereka peroleh dari pendidikan yang benar sehingga secara relatif warga tersebut mempunyai keunggulan di atas rata-rata warga negara bangsa lain pada umumnya. Sementara itu, lembaga litbang yang sebagian besar menjadi tempat terkonsentrasinya masyarakat berpengetahuan yang minoritas ditantang untuk lebih meningkatkan perannya dalam meningkatkan produktivitas sektor industri melalui berbagai hasil litbang. Peningkatan produktivitas inilah yang akan mengarah pada peningkatan daya saing dan pencapaian kondisi perekonomian dimana pengetahuan menjadi faktor kuncinya atau disebut juga dengan knowledge based economy (KBE).
Dalam membangun masyarakat berpengetahuan, pilar-pilar KBS diatas juga menjadi spirit bagi keenam fokus utama pembangunan bidang iptek yaitu pembangunan ketahanan pangan, pengembangan teknologi dan manajemen transportasi, pengembangan teknologi informasi dan komunikasi, pengembangan teknologi pertahanan dan pengembangan teknologi kesehatan dan obat-obatan.
Salah satu pilihan strategi adalah apa yang dikenal dengan Pembangunan Masyarakat Berbasis Pengetahuan (PMBP, Knowledge Based Society, KBS). KBS dilustrasikan sebagai suatu kondisi penciptaan, penyebaran dan penggunaan pengetahuan menjadi faktor kunci dalam upaya memakmurkan dan menyejahterakan masyarakat.
Konsep pembangunan ini pada hakekatnya adalah membangun institusi yang
menghasilkan pengetahuan, kemudian mendistribusikan pengetahuan dan penggunaannya pada sektor-sektor produktif. Namun demi kian, tentu saja produksi, diseminasi, dan penggunaan pengetahuan dapat pula terjadi pada unit-unit produktif lain dalam masyarakat.
Oleh karena itu, daya inovatif dan daya saing perusahaan tidak terlepas dari hasil interaksi berbagai aktor kelembagaan (institutional actors) atau unit-unit produktif dalam system tersebut, termasuk suasana inovatif dan kompetitif yang tercipta.
Pada saat kondisi sebuah perekonomian yang menjadi faktor kunci dalam upaya
memakmurkan dan mensejahterakan masyarakat – mencakup perusahaan dan unit-unit produktif lainnya – yang secara langsung didasarkan pada produksi, distribusi, dan penggunaan pengetahuan, maka perekonomian seperti itulah yang didefinisikan oleh OECD (1996) sebagai ekonomi berbasis pengetahuan (EBP).
Sudah menjadi anggapan umum bahwa pengetahuan dan penerapannya diakui sebagai salah satu kunci utama dalam pengembangan ekonomi suatu negara. Sebagai contoh, perkembangan ekonomi dua negara, yaitu Korea Selatan dan Ghana . Korea Selatan telah menerapkan pengetahuan secara intensif sebagai landasan ekonominya, Ghana bertumpu pada hal yang lain dalam pengembangan ekonomi negara.
Pada pertengahan tahun 50-an pendapatan per kapita dari kedua negara tersebut sebesar 700 US$ (World Bank, World Development Report 1998/1999). Namun, memasuki tahun 1990-an pendapatan per kapita Korea Selatan mencapai hampir 6 kali pendapatan per kapita Ghana. Perbedaan kinerja ekonomi antara kedua negara ini disebabkan oleh adanya pemanfaatan dan penerapan pengetahuan, terutama pengetahuan teknis dan kebijakan.
Dalam empat dekade Korea Selatan membangun ekonominya melalui pembangunan sains dan teknologi yang pada hakekatnya adalah meningkatkan kemampuan pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi. Keberhasilan yang diperoleh Korea Selatan memang menakjubkan, pada awal tahun 1960an pendapatan per kapita masyarakat masih USD 80,0 meningkat menjadi USD 9.676 pada tahun 2000 atau mengalami peningkatan sebesar 120 kali lipat dalam kurun waktu 4 dekade. Pada awal pembangunan, Korea Selatan masih mengandalkan pendapatannya pada hasil-hasil tambang atau sumber daya alam dan aktivitas pertanian, namun dalam kurun waktu tersebut Korea Selatan telah mampu mensejajarkan diri menjadi negara industri baru.
Ekspor Korea Selatan kini mengandalkan pada kandungan teknologi tinggi seperti barangbarang elektronik dan komponen komputer serta otomotif.
Selama empat dasawarsa tersebut Korea Selatan telah menginvestasikan sumberdayanya di berbagai proyek infrastruktur pengetahuan atau sains dan teknologi serta pembangunan sumberdaya manusia. Investasi di litbang pada tahun 1999 mencapai USD 10.2 milyar, dimana 27% didanai pemerintah dan publik, 73 persen dari swasta. Potret ini terbalik ketika diawal tahun 1960an dimana investasi litbang lebih dari 90% masih dikuasai pemerintah dan sisanya swasta. Perubahan indikator ini menunjukan bahwa pihak swasta Korea telah berperan aktif dalam litbang sains dan teknologi. Keberhasilan Korea dalam membangun industri yang berbasis teknologi bukan hanya terletak pada campur tangan pemerintah tapi juga merupakan partisipasi aktif dari pihak swastanya. Implikasi dari fakta ini menunjukkan bahwa pengetahuan dapat diterapkan untuk
menciptakan peluang pengembangan ekonomi bagi negara-negara lain, termasuk Indonesia. Jika pengetahuan diterapkan dan diadaptasikan dengan sebagaimana mestinya terhadap lingkungan perekonomian yang ada dan didiseminasikan secara efektif, maka ia dapat menjadi penggerak utama dalam pembangunan. Untuk menciptakan dan mengembangkan ekonomi berbasis pengetahuan, suatu negara harus menerapkan suatu tindakan yang tepat untuk menstimulasi, mendorong, dan menumbuhkan penerapan pengetahuan dalam perekonomiannya agar daya saing negara tersebut dapat meningkat.
Prinsip penting Knowledge Based Society adalah membangun negara dengan menggunakan modal ilmu pengetahuan lebih besar dibandingkan dengan modal apapun yang mereka miliki. Dalam rangka menciptakan masyarakat pengetahuan di suatu negara, maka ada empat pilar penting yang perlu dibuat, yaitu penciptaan, pemeliharaan, diseminasi, dan pemanfaatan pengetahuan. Keempat pilar ini perlu dilandasi oleh keberagaman serta kebutuhan dan hak asasi manusia.
Untuk dapat membangun keempat pilar tersebut, langkah strategis membangun masyarakat berbasis ilmu pengetahuan di Indonesia adalah dengan melakukan strategi transformasi budaya melalui pola pendidikan, termasuk manajemen dan kurikulum pendidikan yang pro-pengetahuan serta peningkatan alokasi biaya pendidikan untuk masyarakat. Negara berbasis pengetahuan yaitu salah satu kemakmurannya dihasilkan melalui aktivitas intelektual dari warganya yang mereka peroleh dari pendidikan yang benar sehingga secara relatif warga tersebut mempunyai keunggulan di atas rata-rata warga negara bangsa lain pada umumnya. Sementara itu, lembaga litbang yang sebagian besar menjadi tempat terkonsentrasinya masyarakat berpengetahuan yang minoritas ditantang untuk lebih meningkatkan perannya dalam meningkatkan produktivitas sektor industri melalui berbagai hasil litbang. Peningkatan produktivitas inilah yang akan mengarah pada peningkatan daya saing dan pencapaian kondisi perekonomian dimana pengetahuan menjadi faktor kuncinya atau disebut juga dengan knowledge based economy (KBE).
Dalam membangun masyarakat berpengetahuan, pilar-pilar KBS diatas juga menjadi spirit bagi keenam fokus utama pembangunan bidang iptek yaitu pembangunan ketahanan pangan, pengembangan teknologi dan manajemen transportasi, pengembangan teknologi informasi dan komunikasi, pengembangan teknologi pertahanan dan pengembangan teknologi kesehatan dan obat-obatan.