Jumat, 30 Juli 2010

KEBIJAKAN ICAO TENTANG AIRPORT CHARGE

Indonesia sebagai anggota International civil aviation Organization (ICAO), seyogyanya kita mengikuti ICAO Recommendations yang menggariskan kebijakan2 dibidang penerbangan sipil yang telah menjadi konsensus para anggotanya.

ICAO Recommendations yang berkaitan dengan airport dan route charges tercantum dalam ICAO Doc 9082/6 tentang ICAO’s Policies on Charges for Airports and Air Navigation Services.

Prinsip dasar pengenaan airport charges yang digariskan oleh ICAO :

· Bila mana bandar udara dipergunakan untuk penerbangan internasional, maka semua pihak yang memakai bandar udara tersebut seyogyanya menangung beaya pengoperasian bandar udara tersebut secara adil dan proporsional.

· Pengelola bandar udara harus melaksanakan pencatatan dan penyediaan informasi secukupnya yang dibutuhkan pengelola sendiri dan pemakai jasa, serta mengidentifikasi seakurat mungkin penggunaan fasilitas dan jasa yang berkaitan dengan airport charges.

· Pengelola bandar udara harus melaksanakan akuntansi sebagai dasar penentuan dan pengalokasian beaya yang akan direcover, mengumumkan neraca secara berkala, dan menyediakan data finansial yang memadai dalam konsultasi dengan pemakai jasa bandara.

Cost basis untuk airport charges :

· Beaya yang harus ditanggung para pemakai jasa bandar udara adalah semua beaya sesuai pedoman akuntansi.

· Airline dan pemakai jasa lainnya tidak dapat dikenakan pungutan atas fasilitas dan jasa yang tidak dinikmatinya, selain yang disediakan sesuai dengan Regional Air Navigation Plan.

· Yang dapat dimasukkan kedalam cost adalah fasilitas dan jasa yang disediakan untuk kebutuhan bagi penerbangan internasional, diluar fasilitas dan prasarana yang disewakan secara terpisah / eksklusif kepada pihak lain.

· Pengalokasian beaya harus memperhitungkan pula fasilitas yang dipergunakan oleh Instansi Pemerintah.

· Persentase beaya yang dialokasikan kepada berbagai kelompok pemakai jasa, termasuk pesawat terbang milik Pemerintah, harus memakai dasar yang dapat dipertanggung-jawabkan sehingga pemakai tidak terbebani beaya yang bertentangan dengan prinsip akuntansi yang wajar.

· Beaya yang berkaitan dengan pemberian jasa Approach and Aerodrome Control harus dibukukan secara terpisah.

· Bandar udara dimungkinkan untuk memperoleh pendapatan yang melebihi beaya operasional yang Iangsung dan tidak langsung untuk pengembangan bandar udara dan lainnya.

· Kemampuan untuk membayar tidak dapat dipakal sebagai dasar pengenaan charge.

Prinsip airport charging system :

· Airport charging system harus sesuai dengan prinsip2 sebagal berikut :

· Charging system yang digunakan haruslah sederhana dan sesuai untuk bandar udara internasional.

· Pungutan janganlah sedemikian rupa sehingga menimbulkan keengganan untuk memakai fasilitas yang diperlukan untuk keselamatan penerbangan.Perhitungan pungutan harus didasarkan prinsip akuntansi yang wajar dan prinsip ekonomi yang berlaku umum.

· Pungutan harus bersifat non-diskriminatif bagi semua pemakal yang melaksanakan penerbangan internasional, baik airline nasional maupun asing.

· Discount yang diberikan kepada pemakai jasa tertentu, tidak dapat dibebankan kepada pemakai jasa lainnya.

· Kenaikan pungutan seyogyanya dilaksanakan secara bertahap.

· Apa bila pungutan di bandar udara dilaksanakan oleh berbagai pihak, agar diusahakan sedapat mungkin untuk menggabungkannya dalam satu tagihan, untuk kemudian membagikan penerimaannya diantara mereka sendiri.

· Fleksibilitas dalam pelaksanaan pungutan perlu diperhatikan agar dapat melaksanakan penyempurnaan sistim pemungutan dengan mudah di kemudian hari.

· Airport charges terhadap international general aviation harus diperhitungkan dengan wajar dengan mempertimbangkan penggunaan fasilitas bandar udara dan untuk mendorong perkembangan transportasi udara pada umumnya.

Prinsip dasar dalam menetapkan Landing Charges.

  • ICAO merekomendasikan prinsip2 dasar dalam menentukan landing charge sebagai berikut:
  • Landing charge harus didasarkan weight formula dengan memakai MTOW ( maximum permissable take-off weight ) yang tercantum dalam CoA ( certificate of airworthiness, surat tanda laik udara ).
  • Dalam keadaan tertentu seperti di bandar udara yang padat atau waktu2 yang padat, dapat diterapkan fixed charge per aircraft atau kombinasi fixed charge dengan weight-related element.
  • Landing charge scale harus didasarkan pada a constant rate per 1000 kilograms or pounds, tetapi rate tersebut dapat berbeda untuk range2 tertentu,
  • Apabila dikenakan pungutan untuk Approach dan Aerodrome Control, balk secara terpisah atau bagian dan Landing Charge, aircraft weight dapat dipakai sebagai dasar perhitungan, tetapi harus degressif semakin besar pesawat terbangnya.
  • Differensiasi tarif tidak dibenarkan untuk jarak terbang yang berbeda.
  • Harus diusahakan sedapat mungkin agar menggabungkan berbagal pungutan untuk landing dan take-off kedalam satu tagihan.
  • Apa bila ada pombatasan berat pesawat terbang untuk pendaratan yang signifikan dan untuk jangka panjang, maka tarip yang didasarkan berat pesawat terbang harus disesuaikan dengan pembatasan tersebut.
  • Landing charge harus mencakup penggunaan runway light dan special radio aids untuk landing demi keselamatan.


Fasilitas Dan Jasa Pelayanan Pendaratan Pesawat Terbang :

Didalam ICAO Doc 9082/6 Appendix I disebutkan fasilitas dan jasa yang merupakan komponen untuk menghitung landing charge adalah:

Landing Area, yaitu landasan dan tanah lapang untuk shoulder dan approach area, taxiway dan alat bantu pendaratan.

Apron tidak termasuk landing area karena termasuk Terminal Area, dan untuk parkir pesawat terbang dikenakan Aircraft Parking Charge dan pungutan lainnya yang terkait.

Landing aids antara lain adalah (1) visual aids, yaitu approach light, VASI ( visual approach slope indicator ), runway light, taxiway and apron edge light, rotating light beacon, landing T, wind sock. (2) radio aids, yaitu surveillance radar, NDB ( non-directional beacon ), VOR ( VHF omni-directional range ), ILS (instrument landing system ) yang terdini dan outer, middle dan inner marker, localizer dan glide path, RHI ( range height indicator ).(3) Peralatan baru yang lebih canggih telah dipergunakan untuk menggantikan beberapa peralatan tersebut diatas CCTV, GSR ( ground surveillance radar ) dan docking guidance system, peralatan untuk membantu AMC ( Apron Movement Control ) dan GMC ( Ground Movement Control ) merupakan unsur beaya bila peralatan tersebut sudah terpasang (4) Approach and Aerodrome Control ( APP dan ADC ) :Air traffic control untuk approach, landing, taxiing dan take-off dan jasa communication, navigation dan surveillance (5) Jasa Meteorology , Data meteorologi dari bandar udara (6)Pemadam Kebakaran dan Ambulance ( stand by ).

Landing Charge Scale.

Faktor2 yang dipakai untuk menghitung besarnya landing charge adalah:

Weight-related landing charge.

Biasanya yang dipakai adalah MTOW (maximum permissable take-off weight). Tanip per ton dapat proporsional atau degressif semakin berat pesawat terbang..

Peningkatan fasilitas Bandara Halim Perdanakusuma agar dapat didarati B747. berupa peningkatan kekuatan dan perpanjangan runway, taxiway dan apron, gedung Terminal yang lebih luas dan peralatan2 yang lebih canggih, sangat diperlukan karena Bandara Kemayoran tidak dapat ditingkatkan kapasitasnya

Tarip yang kita pergunakan semenjak Bandara HLP dioprasikan tahun 1974 adalah progressif.

Walaupun tidak sesuai dengan ketentuan ICAO, argumentasi yang kita kemukakan adalah besarnya investasi untuk upgrading fasilitas HLP untuk mengakomodasi B747 yang frekwensinya masih sangat rendah dan tarip yang masih dibawah bandara lainnya.

Ability to pay’ principle.

Airlines yang mengoperasikan pesawat terbang besar mempunyai kemampuan untuk membayar charges yang lebih besar.

Selain keausan dan kerusakan landasan yang ditimbulkan, pesawat terbang yang besar juga memerlukan separasi vortex yang lebih besar pula, sehingga runway capacity per hour akan lebih kecil.

Sebaliknya, pesawat terbang kecil dengan kecepatan yang rendah membutuhkan waktu panduan yang lebih lama, sedangkan pesawat terbang besar atau kecil memakal fasilitas pendaratan yang sama.

Dengan demikian, korelasi antara aircraft weight dengan landing charge menjadi kurang kuat.

ICAO dalam Doc 9082/6 butir 22.viii menyatakan :

The capacity of users to pay should not be taken into account until all costs are fully assessed and distributed on an objective basis. At that stage, the contributing capability of States and communities concerned should be taken into consideration, it being understood that any State or charging authority may recover less than its full costs in recognition of local, regional or national benefits received.

Movement-related charge :

Beberapa bandar udara menerapkan landing charge yang Iebih tinggi atau suatu minimum charge selama peak hours, dengan tujuan agar sebagian pengoperasian pesawat terbang dapat dialihkan ke jam-jam yang kurang sibuk, terutama pesawat2 terbang kecil.

Diharapkan agar traffic dapat lebih merata sepanjang hari, sehingga penggunaan fasilitas bandar udara dapat lebih optimal.

Sistim ini ditentang oleh airlines karena tidak mempunyal dasar yuridis yang kuat, tetapi hanya menambah cost mereka.

Airlines juga tidak dapat merubah schedule dengan mudah terutama untuk long-haul flights dengan kendala curfew dan berbagai restrictions yang dihadapi serta pola bepergian para penumpang.

Differential landing charges by season or time of day :

Landing charge yang lebih tinggi dapat pula dikenakan selama peak season selain peak hour, misalnya selama summer, Christmas I New Year holidays.

Surcharges.

Selain landing charge, pungutan lain yang diberlakukan di berbagai Negara adalah:

1/ Peak surcharge.

Sebagal mana dikemukakan diatas, landing charge yang lebih tinggi dikenakan selama peak hour dan peak season.

Cara lain yang ditempuh adalah pengenaan peak hour I peak season

surcharge diatas landing charge yang berlaku.

2/ Security charge.

Semakin meningkatnya ancaman terorisme, terutama setelah Tragedi 9/11, ICAO Annex 17: Security, Safeguarding International Civil Aviation Against Acts of Unlawful Interference, mengharuskan bandar udara melaksanakan 100 % Hold Baggage Screening, terhitung tanggal 1 Januari 2006, suatu peningkatan pengamanan bandar udara yang jauh lebih ketat terutama terhadap penumpang dan bagasinya.

Implementasi ketentuan ICAO tersebut membutuhkan investasi yang cukup besar untuk multi-level screening dengan security equipment yang canggih dan pengoperasiannya, seperti Computerized X-Ray Scanner, Tomographic dan Multi-view Scanner, ion scanner, explosive trace detector, surveillance camera didalam dan diluar terminal, obyek vital, seluruh area bandar udara dan pagar perimeternya.

Beaya pengamanan tersebut dibebankan kepada penumpang berupa Security Charge.

3/ Noise-related surcharge.

Di banyak bandar udara, penduduk yang bermukim di sekitar bandar udara menuntut kompensasi kepada pengelola bandar udara untuk kebisingan yang ditimbulkan oleh pesawat udara berupa :

• relokasi kediaman mereka dengan tingkat kebisingan diatas ambang batas toleransi.

• sound proofing dari kamar tidur sampai seluruh rumah sesuai tingkat kebisingannya.

Oleh karena kebisingan tersebut ditimbulkan oleh pesawat terbang, kebijakan yang diambil oleh pihak bandar udara dapat berupa:

· melarang beroperasinya pesawat terbang yang melampaui ambang batas kebisingan, seperti pesawat Caravelle.

· membatasi penerbangan ( curfew ) pada jam-jam tertentu di waktu tengah malam.

· mengenakan noise-related surcharge tenhadap pesawat terbang sesuai dengan tingkat kebisingan yang ditimbulkan.

· memberikan discount terhadap pesawat terbang yang Iebih ‘quiet’.

4/ Transfer passenger charge.

Transfer passenger charge dipungut berdasarkan pertimbangan bahwa transfer passengers juga mempergunakan fasilitas terminal termasuk baggage handling facilities dan security check.

Dasar2 Penentuan Landing Charge Di Indonesia.

• Landing charge yang sekarang berlaku, masih didasarkan pola dari tahun 1968 dan penyesuaian2 hanya dilaksanakan terhadap besaran tanip.

• Dasar2 yang dipergunakan dalam penentuan Landing Charge antara lain adalah :

a. ICAO Recommendations.

Prinsip2 ICAO telah dipakai dalam penentuan Landing Charge yang berlaku, antara lain sebagai beriku t:

Cost recovery.

Walaupun accounting system yang dipergunakan oleh Ditjen Hubud dan Angkasa Pura belum sempurna pada waktu itu, tetapi prinsip cost recovery telah dipakai sebagai dasar perhitungan.

Non-discrimination.

Tarip yang sama berlaku bagi semua pemakai, tanpa perbedaan antara foreign atau national carriers.

No cross-subsidy.

Landing Change kepada pesawat terbang TNI, Polri dan Instansi Pemerintah lainnya tidak dibebankan kepada pemakal jasa lainnya.

Perbedaan tarip Internasional dan Domestik.

Adanya perbedaan tarip untuk penerbangan internasional dan domestik dapat dibenarkan, asalkan tidak membedakan nationality airlines.

Weight-related formula.

Dasar perhitungan Landing Charge adalah MTOW dengan increments of 1000 kilograms.

Weight limitation.

Jika di suatu bandar udara ada batasan berat maksimum pesawat terbang yang dapat beroperasi, maka maximum Landing Charge disesuaikan dengan batasan tersebut

Klasifikasi bandar udara.

Kiasifikasi bandar udara, karena perbedaan prasarana bandar udara adalah sesuai dengan ketentuan ICAO.

Penyempurnaan Landing Charge

Selama beberapa dasa warsa terakhir, telah terjadi perkembangan yang sangat besar di dunia transportasi udara yang terlihat dari peningkatan volume traffic yang luar biasa, peningkatan dan modernisasi prasarana bandar udara, introduksi type pesawat terbang yang Iebih besar dan perubahan traffic pattern.

Peningkatan traffic yang diikuti dengan peningkatan dan modernisasi prasarana bandar udara, telah merubah pula revenue dan cost structure.

Demi kepentingan Management dan para stakeholders untuk dapat mengetahui kinerja operasional dan keuangan dengan lebih akurat, sudah saatnya untuk meninjau kembali dan menyempurnakan Landing Charge berkaitan dengan ketentuan2 ICAO sebagai benikut:

a. Konformitas dengan ICAO Recommendations.

Prinsip2 dasar yang digariskan ICAO perlu dipergunakan sebagai pedoman penyempurnaan pungutan agar dapat kita pertanggng-jawabkan kepada para pemakai jasa dan menjelaskannya di forum internasional seperti ICAO, ACI dan IATA jika diperlukan.

b. Cost calculation Landing Change ( dan pungutan2 I tanip2 Iainnya ).

Adalah demi kepentingan Management pula untuk mengetahui dengan tepat cost structure dan tiap jasa yang diberikan, dan dapat dipergunakan sebagai masukan untuk menentukan business strategy dan business development jangka panjang I pendek, pengembangan airport infrastructure dan kebijakan strategis lainnya.

c. Landing Charge scale.

Skala dengan interval pada titik 40 dan 100 ton MTOW perlu ditinjau kembali karena frekwensi mayoritas type2 pesawat terbang yang beroperasi telah berubah dari beberapa waktu yang lalu.

Pada awal tahun 1970-an, mayoritas pesawat terbang yang digunakan untuk penerbangan domestik adalah F-27, F-28 dan DC-9, dan jenis pesawat yang besar adalah DC-8, B-707, Convair 990, sedangkan bandar udara utama adalah Kemayoran dengan batas maksimum 270.000 pounds.

Pricing policy.

Dalam penentuan tarip pada tahun 1968, beberapa pedoman yang dipakai adalah antara lain :

1/ Differensiasi tarip berdasarkan jenis penerbangan.

Pedoman yang digunakan untuk pembedaan tarip domedtik dan internasional adalah :

Penerbangan internasional :

100 % tarip dasar, dinyatakan dalam US Dollar dengan kurs yang berlaku.

Penerbangan domestik :

75 % tarip dasar. dinyatakan dalam Rupiah.

Dengan naiknya kurs US Dollar yang luar biasa akibat Krisis Moneter, perbedaan Landing Charge Domestik terhadap Internasional menjadi sangat besar :

Tarip Landing Charge Domestik yang semula sebesar 75% dari tarip Internasional, telah turun menjadi rata2 hanya 8.15 %, atau 1/12-nya.

Catatan :

Perbedaan yang sangat besar terlihat pula pada tarip Route Charge Domestik dan Internasional, karena mempunyai pola yang sama.

Ketimpangan yang terlalu besar tersebut disebabkan oleh :

Kebijakan Pemerintah yang over-protective terhadap domestic airlines karena airport charges merupakan direct operating cost bagi airlines, walaupun kurang dari 5 % dari operating cost airline.

Pertimbangan agar harga tiket penerbangan domestik jangan terlalu mahal yang dapat berdampak pada high cost economy, terutama pada waktu inflasi belum dapat dikendalikan.

Pertimbangan lain adalah karena investasi yang cukup besar untuk pengembangan infrastruktur bandar udara dan pembangunan bandar udara baru ( Bandara Soekarno-Hatta ), ditanggung oleh Pemerintah dan dilimpahkan kepada Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II sebagai Penyertaan Modal Negara.

Selama ini Angkasa Pura I dan II belum melaksanakan peninjauan kembali struktur dan perhitungan beaya dari jasa yang diberikan dan menggunakannya sebagai dasar kebijakan pertaripan dan strategi business.

Penyesuaian tarip oleh Pemerintah dilaksanakan dengan menaikkan besaran tarip yang jauh dibawah kenaikan kurs US Dollar, sehingga perbedaan tarip Internasional dan Domestik semakin melebar.

2/ Klasifikasi Bandar udara.

Peningkatan infrastruktur bandar udara telah dilaksanakan untuk memenuhi demand yang meningkat dengan sangat signifikan.

Dalam melaksanakan rekalkukasi beaya, perlu ditinjau pula apakah perbedaan tarip berdasarkan klasifikasi bandar udara masih valid, atau dengan perkataan lain, apakah klasifikasi bandar udara telah mencerminkan service level bandar2 udara yang telah ditingkatkan prasarananya.

3/ Aircraft parking charge.

Pungutan parkir pesawat terbang seyogyanya dihitung berdasarkan luas apron yang dipergunakan termasuk clearance area untuk maneuver.

Oleh karena pesawat terbang dengan berat yang sama mungkin mempunyai luas yang berbeda, sedangkan datanya sering kali tidak available, maka untuk mempermudah penagihan dipergunakan MTOW yang juga dipakai sebagai dasar untuk menghitung Landing Charge.

Untuk meningkatkan kapasitas apron, khususnya contact stands yang jumlahnya terbatas, bandar udara yang ramai mengusahakan agar pemakaian parking space oleh airlines, terutama pada peak hours, dapat dipersingkat dengan cara :

Mempersingkat free parking time menjadi satu jam, waktu yang cukup untuk turn-around.

Free parking tidak berlaku jika block-on / block-off time melebihi satu jam.

Mengenakan ‘peak hour surcharge’.

Tarip parking charge perlu ditinjau-ulang karena pungutan parkir pesawat terbang sebesar Rp 630.-/ton/jam tidak memadai bila dibandingkan dengan tarip parkir kendaraan di hotel berbintang yang minimal adalah sebesar Rp 2000.-/mobil/jam.

Selain beaya konstruksi, sarana pendukung di bandar udara juga jauh lebih mahal.

KERANGKA DASAR SISTEM INFORMASI OFFICE MANAGEMENT PENYELENGGARA PELAYANAN NAVIGASI PENERBANGAN INDONESIA

Hingga saat ini perkembangan pemanfaatan bahasa pemrograman komputer telah banyak digunakan untuk mendukung kinerja perusahaan ataupun organisasi yaitu yang dikenal dengan istilah Sistem Informasi, dengan menggabungkan fungsi aplikasi penyimpananan data dan informasi ( database ), teknologi jaringan ( networking ), penggunaan antarmuka yang efisien ( interface ), hingga fungsi manajemen perusahaan ( office mangement ).
Sistem informasi merupakan kebutuhan bagi organisasi baik organisasi yang bergerak di bidang jasa maupun produk. Penggunaan dan pengelolaan sistem informasi yang tepat sangat dibutuhkan karena organisasi membutuhkan informasi yang memiliki kualitas dan kehandalan yang tinggi bagi proses pengambilan keputusan di level manajemen.
Sumber daya manusia dan prosedur merupakan hal yang menentukan dalam sebuah organisasi pelayanan navigasi penerbangan merupakan salah satu komponen sangat penting bagi kemajuan organisasi. Setiap waktu terjadi penambahan kemampuan sumber daya manusia dan peningkatan keahlian sumber daya manusia tersebut. Informasi- informasi tersebut harus disimpan dan diolah dengan baik menjadi berbagai jenis data dan informasi yang sangat dibutuhkan baik oleh pihak internal maupun manajemen. Perubahan ataupun pengembangan prosedur juga sering dilakukan demi meningkatkan pelayanan dan daya saing organisasi, informasi-informasi dan data tersebut selayaknya terdokumentasi dengan baik dan dapat disebarluaskan secara cepat dan efektif kepada seluruh elemen yang terlibat didalam organisasi.
Pada kondisi eksisting unit kerja penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan proses pencatatan personil dan data- data terkait unit tersebut masih sering dilakukan per bagian ( sub sistem ) yang berdiri sendiri dengan menggunakan komputer ( stand alone ). Hal ini tentu saja membuat pelaporan dan analisis data masing-masing sub sistem harus dikerjakan secara mandiri dan tidak terintegrasi. Masalah muncul karena seringkali data disuatu sub sistem belum selesai dilaksanakan namun sudah harus dikerjakan oleh sub sistem yang lain, atau bahkan data yang diperlukan tidak dapat ditemukan. Sebagai contoh, data personil dan data catatan pelatihan ataupun diklat yang pernah diikuti oleh para personil disimpan dalam file data yang berbeda sehingga ketika pimpinan hendak melaporkan kebutuhan diklat personil yang dilaporkan tidak akurat dapat terjadi. Dalam kejadian diperlukannya laporan bulanan yang berisi data traffic yang dilayani, data personil serta kondisi peralatan penunjang diminta oleh manajemen memaksa setiap bagian untuk mengerjakannya secara bersama- sama hal ini membutuhkan waktu lama karena harus saling menunggu antara bagian pelaporan data traffic, data personil dan laporan dari teknisi mengenai kondisi peralatannya. Kondisi penyimpanan data secara manual oleh seseorang juga dapat menyebabkan terjadinya penumpukan data dan masuknya data secara berulangkali karena setiap personil yang ditunjuk oleh pimpinan untuk menyimpan data akan melakukannya sesuai kemauan personil tersebut sehingga membuka peluang terjadinya kesalahan serta inkonsistensi data. Masalah lainnya adalah waktu pemrosesan data menjadi suatu laporan menjadi sangat lama dan untuk mengirimkan laporan tersebut kepada pihak-pihak terkait diperlukan waktu yang lama. Mengingat beberapa kelemahan sistem yang ada, perlu diimplementasikan sebuah sistem yang mampu mengatasi berbagai kelemahan sistem eksisting baik dari segi penyimpanan data dan informasi , integrasi sistem serta model pendistribusian informasi.
Keunggulan aplikasi di atas adalah efisiensi penyimpanan data, keakuratan data dan informasi serta cepat dalam penyampaian data dan informasi yang sangat mendukung kinerja para pimpinan dan atau seorang manajer di organisasi penyelenggara navigasi penerbangan dalam membuat suatu keputusan.

KONSEP PEMODELAN
Sebagai akibat dari perkembangan teknologi komputer dan bahasa pemrograman komputer yang berkembang pesat hingga saat ini telah banyak teknologi komputer dan bahasa pemrograman yang telah digunakan untuk mendukung kinerja organisasi atau perusahaan yang dikenal dengan istilah Sistem Informasi yaitu dengan menggabungkan fungsi aplikasi penyimpananan data dan informasi, teknologi jaringan, penggunaan antarmuka yang efisien ( interface ), hingga fungsi manajemen perusahaan ( office management ).
Pada kondisi saat ini penggunaan peralatan komputer pada unit kerja penyelenggara lalu lintas penerbangan masih terbatas pada penggunaan penyimpanan data secara sendiri- sendiri dengan kata lain belum terintegrasi antara satu data dengan data yang lain hal ini akan menjadikan proses ini akan terjadi secara berulang- ulang atau double entry data ketika setiap kali seseorang atau seorang pimpinan dalam unit tersebut melakukan penyimpanan data atau informasi sehingga membuka peluang terjadinya kesalahan serta inkonsistensi data. Selain itu juga pada kondisi saat ini penyajian data berbentuk laporan yang biasanya diperbarui sebulan sekali akan menyebabkan data yang diinginkan tidak akurat atau kurang tepat sasaran sehingga menyebabkan seorang pimpinan atau manajer akan kesulitan dalam mengambil keputusan yang cepat. Masalah lainnya adalah waktu pemrosesan sebuah data menjadi informasi akan sangat lama dan pendistribusian penyajiannyapun akan membutuhkan waktu yang lama.
Dalam kondisi saat ini penyimpanan data dilakukan dengan menggunakan aplikasi Microsoft Words ( Ms Words ) dan Microsoft Excel ( Ms Excel ) sehingga dapat dikatakan bahwa fungsi peralatan komputer hanya menggantikan peralatan mesin ketik pada masa lalu, dan belum dapat dioptimalkan sebagai peralatan yang mampu memproses data maupun informasi yang lebih bermanfaat bagi operasional organisasi dan informasi internal elemen- elemen organisasi dan rencana strategis organisasi di masa kan datang.
Dari kondisi tersebut di atas, penulis mencoba melakukan analisa terhadap sistem penyimpanan data dan informasi pada unit penyelenggara navigasi penerbangan yang dijalani selama ini, kemudian merancang sebuah sistem informasi baru yang berlandaskan teknologi informasi office management guna mendukung penyimpanan dan atau pengaturan data dan informasi sehingga menjadi informasi yang sangat bermanfaat bagi para pimpinan/ manajer dalam menjalankan organisasi dan merencanakan pengembangan organisasi di masa akan datang.

1. Model Alur Informasi Eksisting
Pada kondisi sistem ekisting di unit pemanduan lalu lintas penerbangan Bandar Udara Hang Nadim, setiap personil melakukan penyimpanan data personil pada komputer ( stand alone ) yang ada di ruangan Tower dan melakukan penyimpanan data personil pada komputer di ruangan administrasi Kepala kelompok teknisi penerbangan keselamatan penerbangan/ Kapoksi Kespen. Begitu pula dengan data surat keluar, Accident/ Incident Log, ATC Logbook penyimpanan dilakukan pada computer di ruang Tower dan atau di ruangan administrasi kapoksi kespen.
Kegiatan seperti ini tentu saja mengakibatkan penumpukan data karena model penyimpanan sesuai kehendak masing- masing personil yang melakukan penyimpanan data.
Akibat dari sistem penyimpanan data secara manual dan belum memiliki suatu sistem pengolah data, sebuah laporan kegiatan menyangkut data personil dan data lain menyangkut operasi penerbangan prosesnya memerlukan waktu yang lama dan hasil laporan yang dihasilkan juga tidak akurat. Begitu juga dengan dokumen surat keluar yang telah dibuat oleh seorang personil dan dikeluarkan oleh pimpinan unit sering terjadi pembuatan surat dilakukan secara berulang dikarenakan belum adanya sistem penyimpanan data dan monitoring yang akurat.

2. Model Alur Informasi Yang Diusulkan
Sistem informasi yang diusulkan merupakan perbaikan dari sistem lama secara manual menggatikan dengan sistem terkomputerisasi yang menggabungkan penyimpanan data menggunakan Database, pengolahan data menggunakan manajemen Database dan disajikan secara interaktif melalui website.
Sistem informasi yang diusulkan merupakan perbaikan dari sistem lama secara manual menggatikan dengan sistem terkomputerisasi yang menggabungkan penyimpanan data menggunakan Database, pengolahan data menggunakan manajemen Database dan disajikan secara interaktif melalui website.
Proses penyimpanan data personil, surat keluar, Accident/ Incident Log, dilakukan dengan melakukan pengisian data sesuai form yang telah disediakan, sehingga dapat menghilangkan kesalahan penyimpanan data. Dan apabila Aviation Safety Committe sudah terbentuk dapat dikembangkan format- format untuk mendukung kinerja komite tersebut diantaranya dengan pembuatan form Hazards Log, Aviation Safety Audit, Aviation Safety Training, Pre-Accident Training, Miscellaneous Aviation Safety Programs sebagai upaya meningkatkan pelayanan dan keselamatan penerbangan yang kompetitif.
Pada sistem baru ini pengolahan data dilakukan dengan sistem manajemen basis data atau dikenal dengan istilah Database Management System/ DBMS. Penyajian informasi data personil disajikan secara tepat dan akurat, begitu juga dengan data Accident/ Incident Log yang telah disimpan, penyajian informasi Accident/ Incident report dapat secara langsung ditampilkan.
Keunggulan lain dari sistem ini yakni penyajian informasi menggunakan media website yang dapat diakses oleh seluruh komponen baik pimpinan maupun seluruh personil didalam organisasi secara akurat tanpa batasan waktu, sehingga hal ini mendorong seluruh komponen ikut terlibat dalam memonitor informasi berkaitan dengan organisasi serta dapat berpartisipasi aktif dalam menentukan strategi organisasi di masa akan datang.
Pada tahap ini akan dilakukan proses analisa kebutuhan sistem dengan menyusun :
a. Diagram Konteks ( DK )
Diagram ini dibuat untuk menggambarkan daftar entitas ( pengguna ) yang akan terlibat dalam sistem ini.
Alur kegiatan dilakukan oleh seluruh komponen baik pimpinan maupun personil ATC yang melakukan peng-inputan data, selajutnya data akan disimpan dan diproses oleh sistem informasi office management dan akan menghasilkan output berupa laporan.
b. Data Flow Diagram ( DFD )
Data Flow Diagram ( DFD ) di bawah ini menggambarkan sistem yang diusulkan secara logika tanpa mempertimbangkan lingkungan fisik data.
Diagram ini dibuat untuk menjelaskan alur proses dan aliran data dalam sistem informasi office management.
Aliran data dimulai dari tiap- tiap personil memasukkan data personil dan data akan diproses sesuai dengan form yang dibuat dan data akan disimpan dalam database data personil. Dilanjutkan dengan setiap personil membuat surat keluar bagi unit pemanduan lalu lintas penerbangan maka data utama surat keluar berupa nomor surat, tanggal surat, perihal surat dan penjelasan ringkas mengenai isi surat akan diproses dalam format yang dibuat dan disimpan dalam database surat keluar.
Begitu juga dengan data Accident/ Incident Log yang di-input oleh personil akan disimpan dalam database Accident report dan Incident report, untuk memudahkan pengelompokkan data berdasar jenis kejadian. Hal ini juga berlaku seandainya dikembangkan peng-inputan data sejenis yakni hazards log, aviation safety audit, aviation safety committee, aviation safety training dan miscellaneous aviation safety data akan disimpan pada database masing- masing untuk menghindarkan penumpukan data.
Dari keseluruhan proses yang telah dilakukan dapat dipilih hasil akhir yang diinginkan dalam bentuk cetak sebuah laporan bagi pimpinan sekaligus dapat informasi yang ditampilkan melalui layanan antarmuka website yang dapat dilihat oleh seluruh komponen dalam organisasi.

c) Diagram Hubungan Entitas (Entity Relationship Diagram/ ERD)
Diagram hubungan entitas atau EntityRelationship Diagram/ ERD adalah menggambarkan hubungan antar entitas yang akan dilakukan dalam memproses data. Secara singkat penulis uraikan sebagai berikut :
Entitas : Personil, terdiri dari data : id_personil, N.I.P, jenis_kelamin, tempat_lahir, tanggal_lahir, nama, nomor_telephone, alamat, email, kode_position.
Entitas : Pendidikan, terdiri dari data : tempat, tahun_lulus, sekolah_dasar,sekolah_menengah_pertama,sekolah_menengah_atas, strata1, diploma, strata2, lama_pendidikan, nilai.
Entitas : Training/Course, terdiri dari data : N.E.P, radar, Pans-Op, S.M.S., QA, ATC Checker, dll.
Entitas : Kepangkatan, terdiri dari data: nomor_skep, pangkat, golongan, tmt, tahun.
Entitas : Accident/ Incident, terdiri dari data : pesawat A, pesawat B, accident, incident, BOC, BOS, sinopsis, Nomor_ accident/ incident report.
Dari entitas personil dan entitas pendidikan dihubungkan dengan relasi memiliki, maka data personil terhubung dengan data pendidikan untuk menghasilkan tampilan data personil dan data pendidikan yang pernah diikuti. Dan dihubungkan juga dengan relasi lanjutan untuk menampilkan informasi training/ course yang pernah diikuti oleh personil.
Dari entitas personil dan entitas accident/ incident dihubungkan dengan relasi mencatat maka database personil terhubung dengan database accident/incident untuk menghasilkan tampilan accident/incident dengan data personil yang terlibat.
Begitupun dengan entitas personil dengan entitas kepangkatan yang dihubungkan dengan relasi memiliki maka database personil akan terhubung dengan database pangkat untuk menghasilkan tampilan pangkat personil secara aktual.

PENUTUP
1. Prosedur dan cara penyimpanan data existing hingga disajikan dalam bentuk informasi pada penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan di Indonesia pada umumnya , khususnya di unit pemanduan lalu lintas penerbangan masih menggunakan sistem manual, yaitu proses pencatatan personil dan data- data terkait unit tersebut dilakukan per bagian (sub sistem) yang berdiri sendiri dengan menggunakan komputer (stand alone) dengan menggunakan aplikasi Microsoft Words dan Microsoft Excel .
2. Beberapa kendala seringkali muncul dikarenakan belum adanya sistem informasi untuk mendukung proses penyimpanan data dan pengolahan data menjadi informasi yang handal dan berkualitas serta penyajian strategi organisasi untuk meningkatkan daya saing organisasi .Diantara kendala yang sering muncul yakni data yang diperlukan tidak dapat ditemukan. Selain itu kondisi penyimpanan data secara manual oleh seseorang juga dapat menyebabkan terjadinya penumpukan data dan masuknya data secara berulangkali hal itu membuka peluang terjadinya kesalahan serta inkonsistensi data. Masalah lainnya adalah waktu pemrosesan data menjadi suatu laporan menjadi sangat lama dan untuk mengirimkan laporan tersebut kepada pihak-pihak terkait diperlukan waktu yang lama.
3. Untuk mengatasi kendala dan permasalahan yang sering timbul dan untuk lebih meningkatkan efektifitas serta meningkatkan daya saing organisasi diperlukan penerapan teknologi informasi berbasis sistem informasi yang mendukung kelancaran arus penyimpanan dan pengolahan data menjadi informasi serta penyajian dengan media website guna yang mampu menyampaikan strategi organisasi secara cepat aktual serta meningkatkan daya saing organisasi terhadap organisasi sejenis.