Selasa, 19 Mei 2009

IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI WILAYAH KAWASAN KESELAMATAN OPERASI PENERBANGAN (KKOP)

A. IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

1. Pengertian Izin Dalam Mendirikan Suatu Bangunan

Izin dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga, Departemen dan Kebudayaan Balai Pustaka,(2003) adalah : Pernyataan mengabulkan atau tidak melarang, persetujuan dan membolehkan.

Di dalam pasal 210 Undang-Undang No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, telah dinyatakan bahwa setiap orang dilarang berada di daerah tertentu di Bandar Udara, membuat halangan (Obstacle), dan/atau melakukan kegiatan lain di Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP), kecuali memperoleh izin dari otoritas Bandar Udara.

Dalam pasal 208 Undang-Undang No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, ada ketentuan-ketentuan yang disebutkan bahwa :

9

a. Untuk mendirikan, mengubah, atau melestarikan bangunan, serta menanam atau memelihara pepohonan di dalam Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) tidak boleh melebihi batas ketinggian yang ada dalam ketentuan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) yang ditetapkan oleh Menteri.

b. Pengecualian terhadap ketentuan mendirikan, mengubah, atau melestarikan bangunan sebagaimana dimaksud pada (a) harus mendapat persetujuan Menteri dan memenuhi ketentuan sebagai berikut:

(1). Merupakan fasilitas yang mutlak di perlukan untuk operasi penerbangan.

(2). Memenuhi kajian khusus aeronautika, dan.

(3). Sesuai dengan ketentuan teknis Keselamatan Operasi Penerbangan.

c. Bangunan yang melebihi batasan sebagaimana dalam (b), wajib di informasikan melalui pelayanan informasi aeronautika (Aeronautical Infomation Service)

Izin Mendirikan Bangunan dalam pasal I Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:24/PRT/M/2007 yaitu Perizinan yang di berikan oleh pemerintah daerah kecuali pembangunan gedung fungsi khusus oleh pemerintah kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, atau merawat gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.

Dalam pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1998,: Perizinan tertentu adalah kegiatan Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang di maksudkan dalam pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Dalam mendirikan suatu bangunan menurut pasal 4 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.24/PRT/M/2007, yaitu harus ada Persyaratan Izin Mendirikan Bangunan yang meliputi:

a. Persyaratan administratif untuk permohonan izin mendirikan bangunan.

b. Persyaratan teknis untuk pemohonan izin mendirikan bangunan gedung.

c. Penyedia jasa.

d. Pelaksana pengurusan permohonan izin mendirikan bangunan.

2. Tujuan Izin dalam Mendirikan Bangunan

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor.24/PRT/M/2007 Tujuan dari perizinan dalam mendirikan setiap bangunan untuk terwujudnya tertib dalam penyelenggaraan bangunan dan menjamin keadaan teknis bangunan dalam penyelenggaraan bangunan.

Dalam pasl 9 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika bab IV, yaitu setiap mendirikan suatu bangunan di daerah Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Bandar Udara harus mendapat izin dari instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan ketentuan seperti:

a. Setiap pendirian menara telekomunikasi di Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) wajib mendapatkan rekomendasi dari Dirjen Perhubungan Udara atau pejabat yang ditunjuk.

b. Kawasan keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

(1) Kawasan di sekitar Bandar Udara;

(2) Kawasan di sekitar alat bantu Navigasi Penerbangan.

Tujuan dari Perizinan dalam mendirikan suatu bangunan menurut pasal 211 Undang Undang No.1 tahun 2009 tentang penerbangan, yaitu untuk menjamin keselamatan dan keamanan penerbangan serta pengembangan Bandar Udara, sehingga pemerintah wajib mengendalikan daerah lingkungan di daerah Bandar Udara.

Izin mendirikan bangunan menurut keputusan menteri negara Nomor 08/KPTS/BKP4N/1996 adalah izin yang diberikan untuk mendirikan bangunan berdasarkan peraturan pemerintah tahun No.17 tahun 1963 dan yang telah memperoleh izin perencanaan.

Izin dalam mendirikan bangunan menurut Presty Larasaty (2009) adalah : untuk menjaga ketertiban, keselarasan, kenyamanan, dan keamanan dari bangunan itu sendiri terhadap penghuninya maupun lingkungan sekitarnya.

Dalam pasal 15 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika dalam Ketentuan Pendirian menara di Kawasan tertentu Bab VIII tahun 2007 Menyatakan:

a. Pendirian Menara Telekomunikasi di kawasan tertentu wajib memenuhi ketentuan yang berlaku untuk kawasan yang dimaksud.

b. Yang dimaksud dengan kawasan tertentu pada (a) merupakan kawasan yang sifat dan peruntukannya memerlukan pengaturan keselamatan dan estetika.

c. Yang termasuk Kawasan tertentu antara lain, Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP), Kawasan Cagar Budaya dan Kawasan Pariwisata.

B. KAWASAN KESELAMATAN OPERASI PENERBANGAN (KKOP)

Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM 44 Tahun 2005 : Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) adalah wilayah daratan dan/atau perairan dan ruang udara sekitar bandar udara yang di pergunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan.

Setiap Bandar Udara harus mempunyai Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) seperti yang di jeleskan dalam Pasal VIII Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Tahun 1996, Bab III , yaitu:

1. Setiap penyelenggaraan Bandar Udara, ditetapkan daerah lingkungan kerja dan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) di sekitar Bandar Udara.

2. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) sebagaimana di maksud dalam ayat (1) di tetapkan dengan keputusan Menteri.

Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 44 Tahun 2005, tentang Pemberlakuan Standar Nasional, dalam pembuatan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) di Bandar Udara ada beberapa persyaratan sebagai berikut:

1. Rencana induk Bandar Udara atau rencana pengembangan Bandar Udara.

2. Rencana pengembangan wilayah dan pengembangan kota jangka panjang untuk lokasi yang bersangkutan.

3. Rencana prosedur dan pengaturan Lalu Lintas Udara.

4. Peta topografi.

5. Titik kerangka dasar nasional.

Dasar-dasar aturan yang mendukung permasalahan kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP). Menurut Annex 14 Aerodromes Volume I, Fourth Edition, July 2004 adalah sebagai berikut :

1. “ The objectives of the specifications in this chapter are define the airspace around aerodromes to be maintained free from obstacles so as to permit the intended aeroplane operations at the aerodromes to be conducted safely and to prevent the aerodromes from becoming unusable by the growth of obstacles around the aerodromes. This is achieved by establishing a series of obstacle limitation surface that define the limits to which objects may project into the airspace”.

Kalimat di atas dapat ditafsirkan sebagai sasaran khusus dalam bab ini adalah menjelaskan wilayah di sekitar lapangan terbang dijaga kebebasannya dari obstacle demi keselamatan pesawat yang beroperasi di lapangan terbang tersebut dan untuk mencegah lapangan terbang menjadi tidak dapat dioperasikan akibat timbulnya obstacle di sekitar lapangan terbang, hal ini dapat dicapai dengan membentuk pembatasan akan obstacle pada permukaan dengan menjelaskan batasan pada setiap obyek yang akan dibuat pada suatu wilayah.

(Chapter 4; Halaman 4-1; Note 1)

2. “ The following obstacle limitation surfaces shall be established for a non precision approach runway :

a. Conical Surface

b. Inner Horizontal Surface

c. Approach Surface; and

d. Transitional Surface”

Tafsiran dari kutipan di atas adalah Non-Precision Approach Runway batas obstacle permukaan harus ditentukan pada :

a. Kawasan di bawah permukaan kerucut

b. Kawasan di bawah permukaan horizontal-dalam

c. Kawasan di daerah pendekatan; dan

d. Kawasan di bawah permukaan transisi

Di Indonesia istilah ini lebih dikenal dengan nama Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP).

(Annex 14; 4.2.7; Halaman 4-5)

3.“ The heights and slopes of the surfaces shall not be greater than, and their other dimensions not less than, those specified in table 1, except in the case of the horizontal section of the approach surface”.

Kutipan di atas dapat ditafsirkan yaitu ketinggian dan kemiringan permukaan tidak boleh lebih besar dan dimensi lain dari permukaan tidak kurang dari yang telah ditentukan pada tabel 1 (lampiran 1, halaman 69) kecuali dalam hal bagian permukaan pendaratan.

(Annex 14; 4.2.8; Halaman 4-5)

4.“ Recomendation. - Existing objects above any of the surface required by point 2 should as far as practicable be removed except when, in the opinion of appropriate authority, the object is shielded by an existing immovable object, or after aeronautical study it is determined that the object would not adversely affect the safety or significantly affect the regularity of operations of aeroplanes”.

Dapat ditafsirkan bahwa adanya obyek di atas beberapa permukaan yang disebutkan pada point 2 dalam penggunaannya harus dipindahkan kecuali jika, menurut pendapat penguasa, obyek tersebut dilindungi oleh obyek yang tidak dapat bergerak atau setelah dipelajari secara ilmu penerbangan disimpulkan bahwa obyek tersebut tidak merugikan keselamatan atau berpengaruh bagi keteraturan operasi-operasi penerbangan.

(Annex 14; 4.2.12; Halaman 4-7)

5.“ Recomendation. - Anything which may, in the opinion of the appropriate authority after aeronautical study, endanger aeroplanes on the movement area or in the air within the limits of the inner horizontal and conical surfaces should be regarded as an obstacle and should be removed in so far as practicable”.

Kutipan di atas dapat ditafsirkan yaitu sesuatu yang mana, menurut pendapat penguasa setelah mempelajari ilmu penerbangan, membahayakan pesawat di movement area atau di udara dalam batas permukaan di bawah permukaan horizontal dalam dan di bawah permukaan kerucut harus dinyatakan sebagai obstacle dan akan dipindahkan sejauh dalam pemakaian.

(Annex 14; 4.4.2; Halaman 4-9)

Dalam Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 8 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Bandar Udara Umum BAB V Tentang Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) disebutkan bahwa :

Pasal 10

1. Untuk menjamin keselamatan operasi penerbangan di bandar udara dan sekitarnya diperlukan kawasan keselamatan operasi penerbangan untuk mengendalikan ketinggian benda tumbuh dan pendirian bangunan di bandar udara dan sekitarnya.

2. Kawasan keselamatan operasi penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditentukan batas-batasnya dengan koordinat yang mengacu pada bidang referensi World Geodetic System 1984 (WGS-84) dan batas-batas ketinggian di atas permukaan laut rata-rata (Mean Sea Level) dalam satuan meter.

3. Kawasan keselamatan operasi penerbangan di sekitar bandar udara meliputi :

a. Kawasan pendekatan dan lepas landas;

b. Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan;

c. Kawasan di bawah permukaan horizontal dalam;

d. Kawasan di bawah permukaan horizontal luar;

e. Kawasan di bawah permukaan kerucut;

f. Kawasan di bawah permukaan transisi;

g. Kawasan di sekitar penempatan alat bantu navigasi penerbangan.

Pasal 11

1. Kawasan keselamatan operasi penerbangan di sekitar bandar udara di tentukan berdasarkan rencana induk bandar udara.

2. Kawasan keselamatan operasi penerbangan bagi bandar udara yang belum mempunyai rencana induk bandar udara ditentukan berdasarkan panjang landasan sesuai rencana pengembangan.

Pasal 12

1. Penyelenggara bandar udara pusat penyebaran dan bandar udara bukan pusat penyebaran yang ruang udara di sekitarnya dikendalikan mengusulkan penetapan kawasan keselamatan operasi penerbangan di sekitar bandar udara kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.

2. Penyelenggara bandar udara bukan pusat penyebaran yang ruang udara di sekitarnya tidak dikendalikan mengusulkan penetapan kawasan keselamatan operasi penerbangan di sekitar bandar udara kepada Bupati/Walikota dari Gubernur sebagai tugas dekonsentrasi.

3 Direktur Jenderal melakukan evaluasi usulan penetapan kawasan operasi penerbangan di sekitar bandar udara sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 terhadap aspek :

a. Rencana induk/rencana pengembangan bandar udara;

b. Tatanan kebandarudaraan nasional;

c. Keamanan dan keselamatan penerbangan;

d. Rencana Tata Ruang Wilayah.

4. Direktur Jenderal menyampaikan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 kepada Menteri selambat-lambatnya 30 hari (tiga puluh) hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap.

5. Kawasan keselamatan operasi penerbangan di sekitar bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat 1, untuk tiap-tiap bandar udara ditetapkan dengan Keputusan Menteri selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah hasil evaluasi dari Direktur Jenderal diterima secara lengkap.

6. Kawasan Keselamatan operasi penerbangan di sekitar bandar udara sebagaimana dimaksud dalam ayat 2, untuk tiap-tiap bandar udara ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota setempat selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap.

7. Ketentuan lebih lanjut mengenai standar, prosedur pembuatan dan persyaratan kawasan keselamatan operasi penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2 diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal.

Pasal 13

1. Untuk mengendalikan kawasan keselamatan operasi penerbangan di sekitar bandar udara pusat penyebaran dan bandar udara bukan pusat penyebaran yang ruang udara disekitarnya dikendalikan, setiap pendirian bangunan di kawasan keselamatan operasi penerbangan diperlukan rekomendasi dari Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk.

2. Untuk mengendalikan kawasan keselamatan operasi penerbangan di sekitar bandar udara bukan pusat penyebaran yang ruang udara di sekitarnya tidak dikendalikan, setiap pendirian bangunan di kawasan keselamatan operasi penerbangan diperlukan rekomendasi dari Bupati/Walikota setempat atau pejabat yang ditunjuk.

Dalam pasal 210 Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan: ”Dilarang berada di bandar udara, mendirikan bangunan atau melakukan kegiatan-kegiatan lain di dalam maupun di sekitar bandara yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan”.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Udara Nomor : KM 44 Tahun 2005 tanggal 23 Juli 2005, Tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia 03-7112-2005 Mengenai Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) disebutkan bahwa :

(1). Kawasan Keselamataan Operasi Penerbangan (KKOP) adalah wilayah daratan dan/atau perairan dan ruang udara di sekitar Bandar Udara yang dipergunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan.

(2). Kawasan Pendekatan dan Lepas Landas adalah suatu kawasan perpanjangan kedua ujung landasan, di bawah lintasan pesawat udara setelah lepas landas atau akan mendarat, yang dibatasi oleh ukuran panjang dan lebar tertentu.

(3). Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan adalah sebagai dari kawasan pendekatan yang berbatasan langsung dengan ujung-ujung landasan dan mempunyai ukuran tertentu, yang dapat menimbulkan kemungkinan terjadinya kecelakaan.

(4). Kawasan Di bawah Permukaan Horizontal Dalam adalah bidang datar di atas dan disekitar Bandar Udara yang dibatasi oleh radius dan ketinggian dengan ukuran tertentu untuk kepentingan pesawat udara melakukan terbang rendah pada waktu akan mendarat atau setelah lepas landas.

(5). Kawasan Dibawah Permukaan Horizontal Luar adalah bidang datar disekitar Bandar Udara yang dibatasi oleh radius dan ketinggian dengan ukuran tertentu untuk kepentingan keselamatan dan efisiensi operasi penerbangan antara lain pada waktu pesawat melakukan pendekatan untuk mendarat dan gerakan setelah tinggal landas atau gerakan dalam hal mengalami kegagalan dalam pendaratan.

(6). Kawasan Di bawah Permukaan Kerucut adalah bidang dari suatu kerucut yang bagian bawahnya dibatasi oleh garis perpotongan dengan permukaan horizontal luar, masing-masing dengan radius dan ketinggian tertentu di hitung dari titik referensi yang ditentukan.

(7). Kawasan Di bawah Permukaan Transisi adalah bidang dengan kemiringan tertentu sejajar dengan dan berjarak tertentu dari poros landasan, pada bagian bawah dibatasi oleh titik perpotongan dengan garis-garis datar yang ditarik tegak lurus pada poros landasan dan pada bagian atas dibatasi oleh garis perpotongan dengan permukaan horizontal dalam.

(8). Permukaan Utama adalah permukaan yang garis tengahnya berhimpit dengan sumbu landasan yang membentang sampai panjang tertentu diluar setiap ujung landasan dan lebar tertentu, dengan ketinggian untuk setiap titik pada permukaan utama diperhitungkan sama dengan ketinggian titik terdekat pada sumbu landasan.

(9). Kawasan di sekitar Penempatan Alat Bantu Navigasi Penerbangan adalah kawasan disekitar penempatan alat bantu navigasi penerbangan di dalam dan/atau diluar Daerah Lingkungan Kerja. Yang penggunaanya harus memenuhi persyaratan tertentu guna menjamin kinerja/efisiensi alat bantu navigasi penerbangan dan keselamatan penerbangan.

(10). Permukaan Kerucut pada Alat Bantu Navigasi Penerbangan adalah kawasan di atas permukaan garis sudut yang dibatasi oleh garis jarak dengan radius dan ketinggian tertentu dihitung dari titik referensi yang ditentukan pada masing-masing peralatan.

(11). Elevasi Dasar pada Alat Bantu Navigasi Penerbangan adalah ketinggian dasar suatu titik atau kawasan terhadap permukaan laut rat-rata (Mean Sea Level/MSL).

(12). Ketinggian Ambang Landas Pacu Rata-Rata adalah beda tinggi antara dua ambang landas pacu dibagi dua, hasilnya di bulatkan kebawah.

(13). Landas pacu adalah Suatu daerah persegi panjang yang ditentukan pada bandar udara di daratan atau perairan yang di pergunakan untuk pendaratan dan lepas landas pesawat udara.

Radio Komunikasi Penerbangan

8

Dalam Annex 10 Aeronautical Telecomunications Vol. II, Telecomunications : any transmission, emission, or reception of signs, signals, writing, images and sounds or intelegence of any nature by wire, radio, optical or other electromagnetic system. Yang diartikan sebagai berikut : Telekomunikasi adalah setiap pengiriman, pemancaran, atau penerimaan tanda, isyarat, tulisan, gambar dan suara atau inteligensi dari setiap sifat dasar melalui kawat, radio, sistem optik atau sistem elektromagnetik lainnya.

Komunikasi Lalu Lintas Penerbangan, yaitu hubungan / komunikasi timbal balik antara pesawat udara dengan unit – unit ATS di darat. Dalam komunikasi tersebut pihak – pihak yang membutuhkan secara langsung peralatan radio komunikasi yaitu ; pilot, petugas pemandu lalu lintas udara dan teknisi penerbangan. Peralatan – peralatan yang digunakan dalam melakukan komunikasi adalah :

a. High Frequency Air/Ground Communication (HF A/G)

Peralatan tranceiver (pemancar dan penerima) yang digunakan untuk komunikasi antara pilot (pesawat udara) dengan unit – unit ATS (FSS, FIC) dalam bentuk suara yang bekerja pada frekuensi HF. Ditujukan untuk melayani suatu daerah tertentu yang dibagi atas 2 ( dua ) wilayah, yaitu :

1) RDARA ( Regional and Domestic Air Route Area ), untuk pelayanan penerbangan domestik

2) MWARA ( Major World Air Route Area ), untuk pelayanan penerbangan International

b. VHF A/G (AFIS, ADC, APP)

Peralatan tranceiver (pemancar dan penerima) yang digunakan untuk komunikasi antara pilot (pesawat udara) dengan pemandu lalu lintas udara (unit ATS) dalam bentuk suara yang bekerja pada frekuensi VHF.

c. VHF - ER (ACC)

Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan ACC yang mempunyai wilayah tanggung jawab yang sangat luas, maka dibeberapa tempat dipasang peralatan VHF-Extended Range (VHF-ER). Pemancar penerima serta tiang antena VHF yang sangat tinggi ditempatkan di daerah pegunungan atau di daerah dataran tinggi. Selanjutnya dibangun stasiun radio untuk penempatan peralatan dimaksud, sehingga dapat menjangkau daerah yang sangat luas sesuai kebutuhan.

d. ATIS

Fasilitas di bandara – bandara yang broadcast (secara terus – menerus menyiarkan) informasi – informasi penting seperti cuaca, R/W in use dan terminal area. Rekaman informasi yang dibroadcast secara terus menerus (30 menit sekali di upgrade) ini membantu untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi beban kerja ATC dengan repetitive transmisi untuk informasi penting secara rutin.

e. Recorder

Perangkat perekam yang dihubungkan dengan seluruh perangkat komunikasi yang ada, sehingga proses pengendalian penerbangan yang dilaksanakan oleh petugas LLU selalu ada bukti jika suatu saat diperlukan.

f. ATN System

Adalah jaringan global yang menyediakan komunikasi digital untuk memenuhi kebutuhan telekomunikasi yang bertambah dari pelayanan komunikasi air traffic, kontrol operasi penerbangan dan komunikasi adminitrasi penerbangan.

Dalam berkomunikasi ATC dan pilot menggunakan frekuensi VHF A/G, dimana dalam Peraturan Menteri Perhubungan nomor : KM 27 Tahun 2005 tentang Pemberlakuan Standard Nasional Indonesia (SNI) 03-7097-2005 mengenai peralatan komunikasi darat udara berfrekuensi amat tinggi (VHF-Air-Ground) di bandar udara sebagai standard wajib. Peralatan komunikasi VHF-A/G yaitu, peralatan komunikasi radio yang bekerja pada frekuensi 117,975 Mhz sampai dengan 137 MHz dan digunakan sebagai sarana komunikasi petugas pemandu lalu lintas penerbangan di suatu unit pelayanan lalu lintas penerbangan (Air Traffic services) dengan pilot pesawat udara.

Peralatan VHF-A/G didasarkan pada keperluan pengaturan ruang udara nasional yang disesuaikan dengan jarak dan ketinggian operasional yang menjadi tanggung jawab unit-unit pelayanan lalu lintas udara. Keseragaman peralatan komunikasi VHF-A/G berdasarkan pada penggunaan unit lalu lintas udara secara nasional dan internasional. Hal itu dapat dilihat dari Tabel 1 berikut :

Tabel 1

Keseragaman Peralatan Komunikasi VHF – A/G Berdasarkan Fungsi

NO

Komunikasi darat udara

Simbol

Pelayanan

Keterangan

Jarak

NM

Ketinggian

terbang

1.

VHF-Aerodrome Control

ADC

25

FL 40

2.

VHF-Approach Control Low

APP-L

25

FL 100

3.

VHF-Approach Control High

APP-I

40

FL 150

4.

VHF-Approach Control High

APP-H

50

FL 250

5.

VHF-Area Control Service (Lower Air Space)

ACC-L

FIR

FL-250

FIR Flight Information Region

6.

VHF-Flight Information Service (Lower Air Space)

AFIS

FIR

FL 250

7.

VHF Area Control Service (Upper Air Space)

ACC-U

UIR

FL 450

UIR : Upper Flight Information Region

(sumber: ICAO Doc.9426-AN/924,ATS Planning Manual)

Konfigurasi peralatan komunikasi VHF – A/G terdiri dari :

a. Pemancar

Pemancar VHF – A/G terdiri atas pemancar utama (main) dan cadangan (standby) dengan keluaran daya (power output) pemancar yang disesuaikan dengan keperluan jarak dan ketinggian ruang udara yang menjadi tanggung jawab unit pemandu lalu lintas udara. Dalam pengoperasiannya pemancar utama dan pemancar cadangan dihubungkan dengan pemindah otomatis (Automatic change over switch) yang dapat memindahkannya secara otomatis sesuai dengan keperluan operasional.

b. Penerima

Penerima VHF–A/G terdiri atas penerima utama dan cadangan yang dapat berkerja sama atau bergantian dengan menggunakan pemindah otomatis agar kelangsungan operasionalnya terjamin.

c. ATS voice recorder (perekam suara)

Perekam suara (voice recorder) untuk seluruh percakapan (komunikasi suara) yang terjadi antara pengatur lalu lintas penerbangan dengan pilot pesawat udara melalui peralatan VHF – A/G atau percakapan dengan unit ATS lain dalam rangka koordinasi pengendalian lalu lintas penerbangan.

d. Meja Kerja (console desk)

Meja kerja bagi petugas pengendali lalu lintas udara yang dilengkapi dengan berbagai peralatan sehingga petugas dapat melakukan control, monitor, dan koordinasi sesuai dengan kebutuhan operasional. Meja kerja juga dilengkapi dengan peralatan yang sesuai dengan kebutuhan agar pelayanan pengendalian lalu lintas udara dapat terlaksana. Hal itu dapat dilihat pada tabel 2 berikut :

Tabel 2

Peralatan Kelengkapan Meja Kerja

No.

Unit Peralatan

Digunakan Pada

Keterangan

1

Head set

ADC/APP

2

Microphone

ADC/APP/ACC

3

Transceiver

AFIS/ADC/APP/ACC

AFIS dapat menggunakan peralatan portable

4

Speakers

AFIS/ADC/APP/ACC

AFIS dapat menggunakan peralatan portable

5

Radio communications selector panel

ADC/APP/ACC

6

Telephone selector panels and handsets

ADC/APP/ACC

7

Intercom

ADC/APP/ACC

8

clocks

ADC/APP/ACC

9

Recorders (Radio and telephone)

ADC/APP/ACC

10

Daylight radar displyas and consoles including radar controlers

ACC

11

Secondary surveilance radar controls

ACC

12

Radar simulator

ACC

13

Automatic equipment including input/output devices

ADC/APP/ACC

14

Flight progres boards

ADC/APP/ACC

15

Teletype for weather and for aircraft movement messa-gest

ADC/APP/ACC

16

Weather display including Appropriate

ADC/APP

17

Clipboards and wall projection devices

Peralatan tambahan

18

Bulletin boards for posting pertinent information

Peralatan tambahan

19

Desk

ADC/APP/ACC

20

Chair

ADC/APP/ACC

21

Lighting-including emergency lighting

ADC/APP/ACC

22

Fire alarm and exitinguishers

23

Water fountain

Peralatan tambahan

24

Lunch facility

Peralatan tambahan

25

Heating - air conditioning / cooling

ADC/APP/ACC

26

Power

ADC/APP/ACC

27

Back up power

ADC/APP/ACC

(sumber : ICAO Doc 9426-AN/924,ATS Planning Manual)

Kinerja frekuensi peralatan VHF-A/G adalah sebagai berikut :

a. Bidang frekuensi yang digunakan untuk peralatan VHF-A/G adalah 117.978 MHz – sampai dengan 137 MHz, sedangkan batas frekuensi tertingginya adalah 136.975 MHz.

b. Separasi minimal (minimum separation) frekuensi yang telah ditentukan didalam pelayanan dinas bergerak penerbangan adalah 25 KHz dan/atau 8,33 KHz.

Pengguna frekuensi komunikasi VHF-A/G tercantum pada tabel 3

berikut :

Tabel 3

Pengguna Frekuensi Komunikasi VHF-A/G

Daerah frekuensi

Penggunaan di dunia

Keterangan

118 sampai dengan 121,4

Pelayanan dinas bergerak penerbangan secara nasional dan di dunia internasional

a. Ketentuan aturan di dunia internasional berdasarkan persetujuan wilayah regional

b. Ketentuan untuk nasional

121,5

Frequency Emergency (frekuensi darurat)

Penentuan pita pengawal guard bland untuk melindungi frequency emergency penerbangan terdekat dengan frequency 121,5 MHz adalah 121,4 MHz dan 121,6 MHz, kecuali secara persetujuan regional frequency terdekat adalah 121,3 MHz dan 121,7 MHz

121,6 sampai dengan 121,975

Untuk komunikasi aerodrome surface secara nasional dan internasional

Untuk melayani pergerakan layanan lalu lintas udara, pengecekan pesawat terbang

122 sampai dengan 123.05

Pelayanan Dinas Bergerak Penerbangan untuk nasional

Untuk melayani keperluan nasional

123.15 sampai dengan 123.675

Pelayanan Dinas Bergerak Penerbangan untuk Nasional

Untuk melayani keperluan nasional

123.5 sampai dengan 129.675

Untuk komunikasi permukaan bandar udara (aerodrome surface) secara nasional dan intranasional.

Ketentuan aturan di dunia Internasional berdasarkan persetujuan wilayah regional

129.7 sampai dengan 130.875

Pelayanan Dinas Bergerak Penerbangan untuk nasional

Untuk melayani keperluan nasional tetapi dapat juga digunakan secara keseluruhan atau bagian yang disepakati secara regional untuk memenuhi persyaratan.

130 sampai dengan 136.975

Untuk komunikasi aero-drome surface secara nasional dan internasi-onal

Ketentuan aturan di dunia internasional berdasarkan perse-tujuan wilayah regional.

(Sumber : ICAO Annex 10,Volume I fourth Edition,1985)

Sesuai dengan ICAO Annex 10 Aeronautical Telecommunication Vol.II sebagai berikut :

“The air-ground control radio station shall designate the frequency(ies) to be used under normal condition by aircraft stations operating under its control. Recommendation : “If a frequency designated by an aeronautical station proves to be unsuitable, the aircraft station should suggest an alternative frequency”.

Yang dapat diartikan sebagai berikut : Frekuensi yang digunakan dalam Aeronautical station harus dalam keadaan normal untuk digunakan oleh pesawat yang terbang di wilayahnya, dan apabila frekuensi yang digunakan tidak bisa digunakan sebaiknya pesawat terbang pindah ke frekuensi lainnya.

Radio komunikasi harus dapat mempertahankan kinerja operasional sesuai standard dan persyaratan operasional yang ditetapkan. Sesuai dalam Peraturan Direktur Jenderal perhubungan udara No : SKEP/83/VI/2005 tentang Prosedur Pengujian di Darat (Ground Inspection) Peralatan Fasilitas Elektronika dan Listrik Penerbangan, dijelaskan di dalam pasal 2 Setiap operator yang mengoperasikan peralatan fasilitas elektronika dan listrik penerbangan yang digunakan untuk pelayanan lalu lintas udara harus mempertahankan kinerja operasional sesuai standar dan persyaratan operasional yang ditetapkan. Kinerja operasional peralatan fasilitas elektronika dan listrik penerbangan, dapat diketahui dengan cara Kalibrasi Penerbangan (Flight Inspection) atau Pengujian di darat (Ground Inspection). Dalam Pasal 4 Pengujian di darat (Ground Inspection) peralatan fasilitas elektronika dan listrik penerbangan secara berkala (periodic test), dengan ketentuan untuk peralatan VHF A/G dilakukan 1 X 4 Minggu.

Untuk dapat mempertahankan kinerja radio komunikasi agar selalu dalam kondisi siap operasikan, maka perlu dilakukan perawatan dan pemeliharaan. Hal ini terdapat dalam Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/157/IX/03 tentang Pedoman Pemeliharaan dan Pelaporan Peralatan Fasilitas Elektronika dan Listrik Penerbangan. Dalam Pasal 10 Pemeliharaan perbaikan bertujuan untuk mengembalikan peralatan yang mengalami gangguan/ kerusakan ke kondisi normal, yang kegiatannya meliputi :

a. analisis kerusakan peralatan;

b. penyetelan peralatan;

c. penggantian komponen/modul/bagian/unit peralatan;

d. perbaikan modul/bagian/unit/perangkat lunak peralatan;

e. modifikasi peralatan;

f. rekondisi atau overhaul peralatan.

Selain melakukan perawatan dan pemeliharaan, penggunaan frekuensi liar yang ada harus dihindari dari gangguan frekuensi liar karena hal ini dapat menggangu dalam pemberian pelayanan pemanduan lalu lintas udara. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi yang tercantum dalam pasal 32 Spektrum frekuensi radio dilarang digunakan yang berada di wilayah Indonesia diluar peruntukannya yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggara telekomunikasi.