Senin, 08 Februari 2010

Pemanduan Lalu Lintas Udara

a. Pengertian Pelayanan Pemandu Lalu Lintas Udara

Pelayanan Pemandu Lalu Lintas Udara terdiri dari 2 pokok pikiran yaitu : Pelayanan, dan Pemandu Lalu Lintas Udara.

1) Pengertian Pelayanan

Pelayanan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pustaka, (2003:646) adalah : suatu kemudahan atau usaha untuk membantu menyiapkan atau mengurus apa yang diperlukan orang lain.

Pelayanan menurut Davvidow dan Uttal (1989) adalah kegiatan atau keuntungan yang ditawarkan oleh organisasi atau perorangan kepada konsumen yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki. Tujuan dari pelayanan merupakan usaha apa saja yang mempertinggi kepuasan pelanggan.

Pelayanan menurut Kottler (2001) merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan orang lain (konsumen, pelanggan, tamu, klien, pasien, penumpang dan lain-lain) yang tingkat pemuasannya hanya dapat dirasakan oleh orang yang melayani maupun yang dilayani.

3) Pengertian Pemandu Lalu Lintas Udara

Pemandu Lalu lintas udara menurut Achmad Moegandi (1993:10) adalah : petugas lalu lintas udara yang memberikan pelayanan bagi pengendalian keselamatan, keteraturan, dan kelancaran lalu lintas udara.

Menurut Drs. H.A.S. Moenir dalam buku Manajemen Pelayanan Umum (2000:16) menyatakan : Dalam usaha memenuhi kepentingan sering kali tidak dapat dilakukan secara sendiri-sendiri, melainkan memerlukan bantuan berupa perbuatan dari orang lain. Perbuatan orang tersebut yang dilakukan atas permintaan, yang disebut pelayanan. Pelayanan umum adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya.

Menurut Fandy Tjiptono (2001) ada 3 (tiga) kunci untuk memberikan layanan yang unggul atau prima, yaitu :

1) Kemampuan mamahami kebutuhan dan keinginan pelanggan, termasuk di dalamnya memahami tipe-tipe pelanggan.

2) Pengembangan data base yang lebih akurat daripada pesaing.

3) Pemanfaatan informasi-informasi yang diperoleh dari riset pasar dalam suatu kerangka strategis.

b. Tujuan Pelayanan Pemandu Lalu Lintas Udara

Pada prinsipnya, pelayanan pemandu lalu lintas udara dilaksanakan agar tercipta operasi penerbangan yang aman, lancar, teratur dan efisien.

Sesuai dengan Civil Aviation and Safety Regulation (CASR) dan International Civil Aviation Organization (ICAO) yang tertuang dalam Annex 11 Air Traffic Services, Chapter 2 Air Traffic Service Planning Point 2.2 (1998), terdapat 5 (lima) tujuan dari pelayanan lalu lintas udara (Five objectives of air traffic services) adalah :

1) Prevent collisions between aircraft

2) Prevent collisions between aircraft on the manoeuvring area and obstruction on that area

3) Expedite and maintain an orderly flow of air traffic

4) Provide advice and information useful for the safe and efficient conduct of flight

5) Notify appropriate organizations regarding aircraft in need of search and rescue aid, and assist such organizations as required

Maksud dari petikan di atas mengenai tujuan pelayanan bagi pemandu lalu lintas udara adalah :

1) Mencegah tabrakan antar pesawat di udara.

2) Mencegah tabrakan antara pesawat di daerah pergerakan dengan halangan lainnya.

3) Mempertahankan keteraturan dan kelancaran arus lalu lintas penerbangan.

4) Memberi saran dan informasi yang bermanfaat untuk keselamatan dan efisiensi bagi penerbangan.

5) Memberitahukan instansi yang berkaitan dengan pesawat yang membutuhkan pertolongan unit SAR (Search and Rescue) dan membantu instansi tersebut, apabila diperlukan.

Menurut International Civil Aviation Organization (ICAO) Circular 241-AN/145, pemandu lalu lintas udara harus mampu merencanakan pengaturan lalu lintas udara, melaksanakan rencana tersebut, mengambil keputusan, menyelesaikan masalah, dan merumuskan prediksi-prediksi.

Pemandu lalu lintas udara yang cakap, harus mengetahui dan memahami :

1) Bagaimana pelayanan lalu lintas udara dilaksanakan.

2) Arti dari semua informasi yang ada.

3) Tugas-tugas yang harus dipenuhi.

4) Aturan, prosedur, dan instruksi yang diterapkan.

5) Bentuk-bentuk dan metode-metode komunikasi.

6) Kapan dan bagaimana menggunakan setiap peralatan yang ada di ruang kerja.

7) Pertimbangan faktor manusia untuk pemandu lalu lintas udara.

8) Cara menerima dan menyerahkan tanggung jawab atas suatu pesawat udara dari satu pemandu lalu lintas kepada yang lain.

9) Cara bekerja sama antar pemandu lalu lintas udara, sehingga dapat saling membantu dan tidak menghambat satu sama lain.

10) Perubahan atau tanda-tanda yang dapat menunjukkan penurunan fungsi sistem ataupun kerusakan.

11) Karakteristik performa pesawat udara dan gerakan-gerakannya.

12) Pengaruh-pengaruh lain terhadap penerbangan, seperti cuaca, ruang udara yang terbatas, gangguan suara, dan sebagainya.

Dalam hal tanggung jawab terhadap pengendalian arus lalu lintas udara, menyebutkan bahwa pengendalian arus lalu lintas udara adalah sebagai berikut :

1) Jika unit air traffic control (ATC) mengetahui bahwa jumlah lalu lintas udara yang dikendalikan telah demikian padat (dalam arti melebihi kemampuan unit ATC untuk melayani secara aman dan efisien), sehingga tidak sanggup menampung lalu lintas tambahan dalam jangka waktu tertentu, pada suatu lokasi dalam suatu wilayah tertentu, atau hanya menerima dalam tingkat tertentu harus memberitahu ke unit ATC lainnya yang berkepentingan. Setiap penerbangan dan perusahaan penerbangan yang pesawatnya akan terbang menuju ke wilayah yang telah padat tersebut, juga harus diberitahu. Jadi, sistem ATC memiliki kapasitas terbatas, apabila dibiarkan saja maka jumlah lalu lintas semakin padat dan akibat selanjutnya adalah terjadi penundaan. Oleh karena itu, diperlukan tindakan pengendalian arus lalu lintas udara yang lebih baik lagi.

2) Ada tiga kemungkinan terjadi kepadatan lalu lintas udara di bandar udara, di suatu rute tertentu atau di suatu wilayah tertentu. Secara sederhana mengidentifikasinya adalah sebagai berikut :

a) Bandar udara dinyatakan penuh (mencapai kapasitas maksimum), jika seluruh apron (bahkan tempat kosong lainnya) sudah dipenuhi pesawat terbang, sehingga kalau masih ada yang akan mendarat harus di hold di overhead atau di tempat lain, sehingga menyebabkan pengendalian tidak efisien. Misalnya pesawat udara yang berangkat harus maintain rendah karena terganjal oleh pesawat udara yang di atasnya.

b) Suatu ruas route (ATS route segment) dinyatakan penuh jika route yang ada tidak dapat diisi oleh lalu lintas tambahan.

c) Suatu wilayah dinyatakan penuh, jika wilayah yang ada tidak dapat diisi oleh lalu lintas tambahan.

c. Jenis Pelayanan Pemandu Lalu Lintas Udara

Sesuai dengan tujuan pemberian Air Traffic Services, Annex 11, International Civil Aviation Organization (ICAO), 1998, Pelayanan yang diberikan oleh petugas pemandu lalu lintas udara terdiri dari 3 (tiga) layanan, yaitu :

1) Pelayanan Lalu Lintas Udara (Air traffic control service), terbagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu :

a) Aerodrome Control Service

Memberikan layanan Air Traffic Control Service, Flight Information Service, dan Alerting Service yang diperuntukkan bagi pesawat terbang yang beroperasi atau berada di bandar udara dan sekitarnya (vicinity of aerodrome) seperti take off, landing, taxiing, dan yang berada di kawasan manoeuvring area, yang dilakukan di menara pengawas (control tower). Unit yang bertanggung jawab memberikan pelayanan ini disebut Aerodrome Control Tower (TWR).

b) Approach Control Service

Memberikan layanan Air Traffic Control Service, Flight Information Service, dan Alerting Service, yang diberikan kepada pesawat yang berada di ruang udara sekitar bandar udara, baik yang sedang melakukan pendekatan maupun yang baru berangkat, terutama bagi penerbangan yang beroperasi terbang instrumen yaitu suatu penerbangan yang mengikuti aturan penerbangan instrumen atau dikenal dengan Instrument Flight Rule (IFR). Unit yang bertanggung jawab memberikan pelayanan ini disebut Approach Control Office (APP).

c) Area Control Service

Memberikan layanan Air Traffic Control Service, Flight Information Service, dan Alerting Service, yang diberikan kepada penerbang yang sedang menjelajah (en-route flight) terutama yang termasuk penerbangan terkontrol (controlled flights). Unit yang bertanggung jawab memberikan pelayanan ini disebut Area Control Centre (ACC).

2) Pelayanan Informasi Penerbangan (Flight Information Service)

Flight Information Service adalah pelayanan yang dilakukan dengan memberikan berita dan informasi yang berguna dan bermanfaat untuk keselamatan, keamanan, dan efisiensi bagi penerbangan.

3) Pelayanan Keadaan Darurat (Alerting Service)

Alerting Service adalah pelayanan yang dilakukan dengan memberitahukan instansi terkait yang tepat, mengenai pesawat udara yang membutuhkan pertolongan search and rescue unit dan membantu instansi tersebut, apabila diperlukan.

Dalam Air Traffic Services, Annex 11, International Civil Aviation Organization (ICAO), 1998, Flight Information Service dan Alerting Service diberikan oleh :

1) Di dalam Flight Information Region oleh Flight Information Centre (FIC), kecuali jika tanggung jawab tersebut diserahkan kepada unit Air Traffic Control yang memiliki fasilitas untuk itu.

2) Di dalam Controlled Airspace oleh unit Air Traffic Control yang terkait yaitu jika di control zone oleh approach control office, jika di control area oleh area control centre dan jika di vicinity of controlled aerodrome oleh aerodrome control tower.

d. Prosedur Separasi Minima

Dalam menjalankan tugas pemanduan lalu lintas udara, terdapat berbagai prosedur dan peraturan. Prosedur dan peraturan tersebut telah ditentukan dalam bentuk aturan baku, baik secara internasional maupun nasional.

Untuk peraturan dan prosedur internasional dikeluarkan oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization / ICAO) berupa buku-buku aturan (annexes) dan buku-buku petunjuk (manual) dalam bentuk baku (standard) dan anjuran (recommended).

Sesuai aturan pada Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization / ICAO) Doc. 4444 ATM / 501, Chapter 5 point 5.3.2, 5.4.1.2, 5.4.2.2 dan 5.4.2.3 untuk menciptakan pelayanan lalu lintas udara yang optimal, terutama keselamatan dalam penerbangan, maka dibuatlah peraturan-peraturan atau ketentuan sebagai berikut :

1) Ketentuan-ketentuan cara pemisahan pesawat udara :

a) Separasi Vertikal, didapat dengan cara membedakan ketinggian (altitude, flight level) pesawat udara.

b) Separasi Horisontal, didapat dengan cara memberikan:

i) Separasi longitudinal : dengan cara menjaga jarak antara pesawat udara yang terbang pada jalur yang sama berpotongan, berlawanan arah, dinyatakan dalam unit waktu atau jarak.

ii) Separasi lateral : dengan cara memberikan rute penerbangan dalam arah atau jalur yang berbeda.

c) Composite Separation : kombinasi antara separasi horisontal, bila dilaksanakan harus ada persetujuan regional air navigation.

2) Ketentuan-ketentuan jarak minimum antar pesawat udara :

a) Separasi Vertikal Minimum :

i) Besarnya separasi vertikal minimum adalah 1000 feet pada F290 atau dibawahnya dan 2000 feet jika di atas F290.

ii) Pada ruang udara tertentu didasarkan atas persetujuan regional tentang navigasi udara, separasi vertikal 300 m (1000 feet) boleh diterapkan sampai pada ketinggian F410 sedangkan diatas ketinggian F410, separasinya harus 600 m (2000 feet).

b) Separasi Lateral

Separasi Lateral adalah pemisahan jalur lintasan (track) antar pesawat udara yang menggunakan alat bantu navigasi udara untuk terbang di track tertentu dengan jarak minimum :

i) Very High Frequency Omni Range (VOR) : Kedua pesawat udara sudah pada radial yang terpisah secara diverging kurang lebih 150 dan salah satu pesawat udara kurang lebih sudah berada pada jarak 28 km (15 Nm) atau lebih dari alat bantu navigasi tersebut.

ii) Non Directional Beacon (NDB) : Kedua pesawat udara sudah pada track ke atau dari yang terpisah secara diverging kurang lebih 300 dan salah satu pesawat udara kurang lebih sudah berada pada jarak 28 km (15 Nm) atau lebih dari alat bantu navigasi tersebut.

iii) Dead Reckoning (DR) : Kedua pesawat udara sudah pada track yang terpisah secara diverging kurang lebih 450 dan salah satu pesawat udara kurang lebih sudah berada pada jarak 28 km (15Nm) atau lebih dari titik perpotongan track.

c) Separasi Longitudinal

Separasi Longitudinal didasarkan atas waktu, artinya pemisahan pesawat udara dengan menggunakan waktu. Hal tersebut dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :

i) Untuk pesawat udara yang terbang pada track yang sama :

(a) 15 menit.

(b) 10 menit, bila ada alat bantu navigasi untuk mengetahui posisi dan kecepatannya.

(c) 5 menit, diberikan kepada pesawat udara yang berangkat di bandara yang sama atau antara dan pesawat udara en-route dimana pesawat udara yang di depan lebih cepat 20 knots atau lebih.

(d) 3 menit, dalam kasus yang dengan point di atas tetapi pesawat udara yang di depan mempunyai kecepatan 40 knots atau lebih.

ii) Untuk pesawat udara yang climbing atau descending :

(a) 15 menit, pada saat terjadi perpotongan ketinggian.

(b) 10 menit, pada saat terjadi perpotongan ketinggian dan ada alat bantu navigasi.

(c) 5 menit, pada saat terjadi perpotongan ketinggian, perubahan ketinggian dimulai dalam 10 menit dari waktu pesawat udara kedua melaporkan posisinya.

iii) Untuk pesawat udara yang berpotongan track (arah terbang)

(a) 15 menit, pada saat terjadi perpotongan ketinggian.

(b) 10 menit, apabila ada alat bantu navigasi yang memungkinkan untuk mengetahui posisi dan kecepatannya.

d) Minimum separasi longitudinal yang didasarkan pada jarak dengan menggunakan DME :

i) Untuk pesawat udara pada ketinggian terbang yang sama dan track yang sama :

(a) 37 km (20 Nm), dilaksanakan jika pesawat udara menggunakan DME stasiun dan pemisahan dicek dengan pembacaan DME.

(b) 19 km (10 Nm), pesawat udara yang di depan lebih cepat 20 knots, pada track DME, dapat dicek posisi pada saat bersamaan.

ii) Untuk pesawat udara pada ketinggian yang sama dan tracknya berpotongan :

Sama dengan ketentuan diatas dengan tambahan setiap pesawat udara dapat diketahui jaraknya dari titik perpotongan.

iii) Untuk pesawat udara yang climbing atau descending pada track yang sama :

19 km (10 Nm) pada saat terjadi perpotongan ketinggian, setiap pesawat udara pada track DME, salah satu pesawat udara tetap pada ketinggiannya, pemisahan dapat dicek dengan pembacaan DME secara bersamaan.

e) Minimum Separasi Radar

Kondisi dunia penerbangan saat ini mengalami perkembangan, yang ditandai dengan bertambahnya perusahaan penerbangan dan armadanya. Hal ini berakibat pada bertambahnya jumlah pergerakan pesawat udara yang mengakibatkan kepadatan lalu lintas udara.

Menurut Drs. Aminarno Budi Pradana SSiT.MM dalam buku peraturan dan pelayanan lalu lintas udara (2000:18-19), menyebutkan bahwa, kepadatan lalu lintas udara terjadi disebabkan karena jumlah lalu lintas udara meningkat atau kapasitas sistem pemanduan lalu lintas udara menurun. Hal ini dapat menimbulkan ketidaklancaran dan ketidakefisienan arus lalu lintas udara.

Menurut Aminarno (2000:60) Untuk itu harus dilakukan usaha penyelesaian yaitu, dengan upaya meningkatkan kapasitas sistem pemanduan lalu lintas udara. Salah satunya adalah dengan melakukan pemasangan peralatan radar, sehingga dalam pelayanan lalu lintas udara menggunakan prosedur radar.

Minimum Separasi Radar Menurut Doc 4444 ATM / 501 Chapter 8 point 8.7.4.1 dan 8.7.4.2 adalah sebagai berikut :

i) Separasi Horisontal : 9,3 km (5 Nm)

Separasi diatas dapat diterapkan oleh penyelengara bandar udara dan bisa dikurangi tetapi tidak boleh kurang dari :

ii) 5,6 km (3,0 Nm) apabila kemampuan peralatan radar memenuhi syarat dan dapat memberikan lokasi yang diijinkan (tidak terhalang obstacle).

iii) 4,6 km (2,5 Nm) antar pesawat udara yang di depan dan yang di belakang, keduanya telah berada pada final approach track yang sama dalam 1,8 km (10 Nm) dari end of runway, pengurangan separasi minimum 4,6 km (2,5 Nm) boleh dilakukan dengan ketentuan :

(a) Pesawat udara yang mendarat dapat keluar dari runway dengan waktu tidak boleh lebih dari 5 detik.

(b) Sistem pemberhentian dilaporkan dalam keadaan baik dan runway occupancy times tidak dirugikan oleh pengaruh salju yang menumpuk, salju atau es.

(c) Sistem radar dilengkapi dengan azimuth dan resolusi jarak, yang secara otomatis diperbaharui dalam tempo setiap 5 detik atau kurang dari itu, dan menggunakan display yang sesuai.

(d) ATC Aerodrome dilengkapi dengan surface movement radar (SMR) atau surface movement guidance and control system (SMGCS) untuk mengamati secara visual yang terletak pada runway yang digunakan dan pada keluar dan masuknya taxiways.

(e) Approach speed harus tetap dijaga dan dimonitor oleh pemandu lalu lintas penerbangan, dan ketika dibutuhkan penyesuaian, maka harus diyakinkan atau dijamin dengan separasi dan tidak boleh dikurangi dibawah minimum separasi.

(f) Operator pesawat udara dan pilot, harus benar-benar menyadari pentingnya pengosongan runway secepatnya setelah mendarat, jika penggunaan minimum separasi di final approach diaplikasikan.

(g) Peranan saparasi minimum wake turbulance adalah fleksible, tidak harus sesuai standar prosedur, tetapi boleh sesuai dengan local prosedur yang diterapkan sesuai dengan tipe pesawat udara.

Tabel 1

Pemisahan Jarak Minimum

Kategori Pesawat

Pemisahan Jarak Minimum

Pesawat Posisi Depan

Pesawat Posisi di Belakang

Pesawat Berat (heavy aircraft)

Pesawat Berat (Heavy)

4.0 NM

Pesawat Menengah (Medium)

5.0 NM

Pesawat Ringan (Light)

6.0 NM

Pesawat Menengah (medium aircraft)

Pesawat Ringan (Light)

5.0 NM

Sumber : Doc. 4444 Air Traffic Management, 2001, ICAO

(h) Prosedur yang digunakan pada pengaplikasian pengurangan dalam minimum saparasi harus dipublikasikan dalam AIPs.

Menurut Drs. Aminarno BP.SsiT.MM (1998:67), Tujuan pemberian pelayanan radar dalam pemanduan lalu lintas penerbangan antara lain :

i) Meningkatkan pemanfaatan ruang udara (airspace utilization) :

Di dalam pelayanan non-radar di wilayah Area Control Centre (ACC), pesawat harus terbang pada jalur penerbangan yang terbatas jumlahnya, dan pengaturan pesawat dilakukan secara linier, sedangkan di dalam pelayanan radar, pesawat tidak terikat oleh jalur penerbangan dan boleh disimpangkan (radar navigation) untuk memperoleh jalur terpendek atau terdekat, sehingga pesawat dapat diatur secara menyebar atau sejajar.

ii) Mengurangi pemisahan jarak minimum (separation minima), sehingga semakin banyak pesawat yang ditampung.

iii) Memandu pesawat melalui rute langsung (mengurangi waktu terbang dan biaya operasi) :

Di dalam pelayanan non-radar, pesawat dipandu secara ketat agar tidak keluar jalur (karena lebar aman air traffic service hanya 5-10 Nm dari as jalur), maka di dalam pelayanan radar pesawat dapat diarahkan langsung ke titik tujuan (radar navigation), sehingga jarak yang harus ditempuh bisa lebih pendek dan pada akhirnya adalah lebih efisien.

iv) Mengurangi beban kerja petugas pemandu lalu lintas udara.

v) Meningkatkan keselamatan lalu lintas udara melalui acuan penglihatan atau visual.

Menurut Drs.Aminarno BP.SsiT.MM (1998:71), keuntungan yang diperoleh dari pemberian pelayanan lalu lintas udara dengan menggunakan radar, antara lain :

i) Menjaga kewaspadaan atau pengawasan dengan informasi posisi yang lengkap.

ii) Memberikan arahan atau panduan (vector) untuk pemisahan, bantuan bernavigasi, mempercepat keberangkatan melalui jarak terpendek (jalan pintas atau jalan potong kompas) dan approach radar.

iii) Membantu dalam memberikan informasi lalu lintas udara, menggambarkan posisi pesawat udara dalam kondisi darurat (plotting emergency condition), menghindari cuaca jelek, dan lain-lain.

e. Tingkat pelayanan pemandu lalu lintas udara

Menurut Surat Keputusan Direktur Jendral Perhubungan Udara Nomor SKEP/284/X/1999, tanggal 22 Oktober 1999, tentang “Standar Kinerja Operasional Bandar Udara yang terkait dengan tingkat pelayanan (Level of Service) di bandar udara sebagai dasar kebijakan pentarifan jasa kebandarudaraan secara keseluruhan yang dapat dinikmati oleh setiap pengguna jasa”.

Dengan adanya kebijakan tentang hal itu, maka indikator untuk mengukur peningkatan pelayanan pemandu lalu lintas udara di Indonesia, dapat di evaluasi dengan melihat standar sebagai berikut :

1) Pelayanan lalu lintas udara untuk membantu pendaratan :

a) Empat kali Breakdown of Separation (BOS) dari 100.000 pergerakan (99%).

Tolak ukur : 98% - 100% = Baik

95% - 97% = Cukup

<95% = Kurang

b) Tujuh kali Breakdown Of Coordination (BOC) dari 100.000 pergerakan (99%).

Tolak ukur : 98% - 100% = Baik

95% - 97% = Cukup

<95% = Kurang

2) Pelayanan lalu lintas udara di Area Control Centre (ACC) dan di Approach Control Service (APP)

a) Empat kali Breakdown of Separation (BOS) dari 100.000 pergerakan (99%)

Tolak ukur : 98% - 100% = Baik

95% - 97% = Cukup

<95% = Kurang

b) Tujuh kali Breakdown Of Coordination (BOC) dari 100.000 pergerakan (99%)

Tolak ukur : 98% - 100% = Baik

95% - 97% = Cukup

<95% = Kurang

SERTIFIKASI LEMBAGA PENYELENGGARA PELAYANAN LALU LINTAS PENERBANGAN DI INDONESIA

POKOK PERMASALAHAN

1. Belum ada mekanisme usaha penjaminan mutu (quality assurance) secara terpadu bagi lembaga penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan di Indonesia.

2. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara belum melakukan inisiasi penerbitan Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (PKPS) yang terpadu terkait dengan sertifikasi penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan sebagai petunjuk pelaksanaan dan teknis.

3. Lembaga penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan di Indonesia belum bisa melakukan penyusunan dokumen operation manual dan kelengkapan dokumen lainnya sebagai syarat untuk mengajukan permohonan untuk mendapatkan sertifikat pelayanan lalu lintas penerbangan.

KENDALA IMPLEMENTASI

Dalam hal usaha implementasi Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (PKPS) terkait dengan rencana pelaksanaan sertifikasi lembaga penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan di Indonesia terkendala beberapa hal sebagai berikut:

a. Adanya potensi penafsiran yang membingungkan tentang jenis pelayanan navigasi penerbangan dan Lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan yang wajib memiliki sertifikat pelayanan.

Berdasarkan Undang Undang no 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan pada pasal 270, disebutkan bahwa:

Jenis pelayanan navigasi penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 261 ayat (4) huruf d meliputi:

1) Pelayanan lalu lintas penerbangan (air traffic services);

2) Pelayanan telekomunikasi penerbangan (aeronautical telecommunication services);

3) Pelayanan informasi aeronautika (aeronautical information services);

4) Pelayanan informasi meteorologi penerbangan (aeronautical meteorological services); dan

5) Pelayanan informasi pencarian dan pertolongan (search and rescue).

Sedangkan pada 275 yang berbunyi sebagai berikut:

1) Lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan wajib memiliki sertifikat pelayanan navigasi penerbangan yang ditetapkan oleh menteri.

2) Sertifikat diberikan kepada masing-masing unit pelayanan penyelenggara navigasi penerbangan

3) Unit pelayanan penyelenggara navigasi penerbangan terdiri atas:

a) Unit pelayanan navigasi penerbangan di Bandar udara

b) Unit pelayanan navigasi pendekatan dan

c) Unit pelayanan navigasi penerbangan jelajah

Sedangkan Keputusan Menteri / Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil No.172 tentang Lembaga Penyelenggara Navigasi Penerbangan (Air Traffic Service Provider), menyebutkan bahwa :

Each air traffic service provider have to have certificate as according to each service unit as follows:

1) Air Traffic Control Unit

a) ACC (Area Control Centre);

b) APP (Approach Control);

c) ADC (Aerodrome Control)

d) Communication Operation Unit :

2) FIC (Flight Information Centre);

a) FSS (Flight Service Station)

b) AFAS (Aerodrome Flight Advisory Service)

c) AFIS (Aerodrome Flight Information Service)

d) Un-Attended Aerodrome (Aeronautical Mobile Service)

e) Aeronautical Station

f) AFS (Aeronautical Fixed Service)

3) Aeronautical Informaton Service Unit

a) Air Traffic Service Reporting Office

b) Notam Office

4) Meteorology Office

Dari uraian diatas disimpulkan bahwa terdapat potensi ambiguitas penafsiran yang ditunjukan UU no 1 tahun 2009 pasal 270 tentang jenis pelayanan navigasi penerbangan yang tidak serta merta mencerminkan unit pelayanan navigasi penerbangan yang harus disertifikasi.

Potensi ambiguitas ini juga ditunjukkan antara UU no 1 tahun 2009 dengan PKPS no 172 yang menunjukkan adanya perbedaan unit pelayanan navigasi penerbangan yang harus disertifikasi.

b. Peraturan perundangan baik dalam bentuk Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Menteri (KM) atau kemudian disebut sebagai Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (PPKS) atau Civil Aviation Safety Regulation (CASR), baru pada tahap memberikan amanat baik kepada Menteri Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara untuk melakukan sertifikasi kepada lembaga penyelenggara navigasi penerbangan di Indonesia.

Dalam hal petunjuk pelaksanaan tugas bagi para regulator dalam melaksanakan kegiatan sertifikasi belum terbit Staff Instruction (SI).

Dalam hal petunjuk pelaksanaan tugas bagi para operator/ lembaga penyedia jasa navigasi penerbangan dalam melaksanakan kegiatan sertifikasi berupa manual of Standar (MOS) dan Operation Manual (OM) belum diterbitkan Advisory Cirvcular (AC).

KERANGKA RESOLUSI

Sebuah peraturan untuk dapat dilaksanakan perlu dilengkapi dengan petunjuk pelaksanaan operasional (Advisory Circular) dan petunjuk teknis pelaksanaan (Staff Instruction).

Civil Aviation Safety Regulation Part 172 belum dapat diimplentasikan karena Direktorat Jenderal Perhubungan Udara belum menetapkan petunjuk pelaksanaan operasional (Advisory Circular) dan petunjuk teknis pelaksanaan (Staff Instruction).

Sesuai Civil Aviation Safety Regulation Part 172 pemerintah perlu menetapkan Manual of Standards (MOS) Air Traffic Services Provider yaitu panduan yang harus dipenuhi oleh Air Traffic Services Provider dalam malaksanakan pemberian pelayanan lalu lintas penerbangan dan Operations Manual Air Traffic Services Provider adalah dokumentasi Air Traffic Services Provider dalam mematuhi isi dari Manual of Standards (MOS) Air Traffic Services Provider sebagai petunjuk pelaksanaan operasional (Advisory Circular) dan petunjuk teknis pelaksanaan (Staff Instruction) sebagai panduan bagi petugas Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dalam melakukan penilaian terhadap pelaksanaan sertifikasi terhadap Air Traffic Services Provider.

1. Rancangan Manual of Standards (MOS) Air Traffic Services Provider, Operations Manual Air Traffic Services Provider dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan (Staff Instruction)

a. Rancangan Manual of Standards (MOS) Air Traffic Services Provider

Secara garis besar Manual of Standards (MOS) Air Traffic Services Provider sesuai CASR Part 172 pasal 172.022 berisikan :

1) Standard for procedures, systems and documents used to provide an air traffic services.

2) Standard for facilities and equipments used to provide an air traffic services

3) Standard for the training and checking of an ATS provider”s personel

4) Procedures of affectivity evaluation was in air traffic service.

Standard for procedures, systems and documents used to provide an air traffic services sesuai CASR Part 172 division 172.C.2 berisikan :

1) Standards for air traffic service

2) Aeronautical telecommunications procedures

3) Priority of procedures

Standard for facilities and equipments used to provide an air traffic services sesuai CASR Part 172 division 172.C.2 berisikan :

1) Air Traffic Service Provider have to ensure the guarantee of equipment and facilities for air traffic service can be used by personel in accordance with manual of standard.

2) Equipment must be standardized in accordance with the equipment type that measurement available at manual of standard

3) Equipment and facilities used by Air Traffic Services Provider in accordance with Chapter 6 annexes 11.

4) Air Traffic Services Provider used control tower, have to ensure the guarantee of control tower building is designed, allocated, built, equipped and maintained in accordance with manual of standard.

Standar untuk training dan checking bagi personel sesuai CASR Part 172 division 172.C.4 menjelaskan Training yang harus diberikan kepada personel Air Traffic Services Provider yaitu :

Air traffic service units must guarantee training program and checking in accordance with MOS, their personnel who done their function and duty for air traffic service is competence personnel to execute the function.

Dan sesuai Advisory Circular Part 69, training yang harus diberikan kepada personel adalah :

1) Semua training baik training dalam pemberian pelayanan lalu lintas penerbangan dan training peralatan baru.

2) Emergency training

3) Refresher training

Procedures of affectivity evaluation was in air traffic service sesuai CASR Part 172 sesuai Division 172.C.7 berisikan:

1) Reference Material

2) Document and record

3) Document and record control system

4) Logbooks

Selain yang tersebut diatas Manual of Standards Air Traffic Services Provider sesuai CASR Part 172 sesuai Division 172.C.6 tentang persyaratan yang harus dipenuhi sebagai ATS Provider yaitu :

1) Personel

Sesuai CASR Part 172 Subpart 172.110 menyatakan, “Air traffic service provider must have enough personnel quantities and qualification and training were suitable with their duty and function in provided air traffic service”

2) Safety Management System

Sesuai CASR Part 172 Subpart 172.145 menyatakan :

a) Unit of air traffic service must have and execute system of safetymanagement covers policy, procedure, and execution required to provide air traffic services as contained in safety approval

b) System of safety management must in accordance with MOS

c) The unit of air traffic service must maintain to recheck the system ofsafety management and take some action which against correctional needed to ascertain operate properly.

3) Contingency Plan

Sesuai CASR Part 172 Subpart 172.150 menyatakan

a) Unit of air traffic service must have contingency plan according to MOS and procedure in accordance with SOP with one reason is interrupted by user.

b) Plan must covers :

(1) Action must be taken by competence personnel given service

(2) Alternative priority for giving service ; and

(3) Normal operation priority for continuance service

4) Security Program

Sesuai CASR Part 172 Subpart 172.155 menyatakan

a) Air traffic service must have and execute security program relate todesigned procedure to protect personnel, and facilities and equipments as used in provided air traffic service

b) Security Program must in accordance with MOS

Adapun dokumen yang dijadikan referensi untuk menentukan standar yang harus ditetapkan didalam MOS ATS Provider adalah sebagai berikut :

NO

Materi

Peraturan

Indonesia

Peraturan

ICAO

Perbedaan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

.

Provision Air Traffic services

Aeronautical telecommunication Procedure

Standard for facilities and equipment

Standard training and checking

Personel

Safety Management System

Contingency Plan

Security Program

Document and record

Document and record control system

Logbooks

AC Part 170-02

AIP Part 1 and 2

No regulation

AC Part 69

AC Part 69

PKPS Sistim Manajemen Keselamatan

CASR Part 170

No regulation

No regulation

No regulation

AC Part 69

Annex 11

Doc 4444

Annex 10

Doc 9426

Doc 9426

Doc 9426

Doc9859

Doc 9426

Doc 9426

Doc 9426

Doc 9426

Doc 9426

Comply

Comply

No comply

Comply

Comply

Comply

Comply

No comply

No comply

comply

b. Rancangan Operations Manual Air Traffic Services Provider

Isi Operations Manual Air Traffic Services Provider sesuai CASR Part 172 pasal 172.060 yaitu :

1) Air Traffic Services Provider must maintain operation guidance pursuant to Manual of Standard (MOS) according to CASR Part 172 Subparts 172.022.

2) Air Traffic Services Provider has to have Standard Operating Procedure(SOP)

3) Completion of SOP input into the Operations Manual as an separated amendement of SOP

Selain itu Operations Manual Air Traffic Services Provider sesuai CASR Part 172 pasal 172.105 berisi :

Air Traffic Services Provider must keep organization in accordance with type and management structure to be able to provided air traffic service pursuant

Dan sesuai Subpart 172.125 tentang agreements with service providers menyatakan :

1) Service Provider meant legal body which given certificate of air traffic service operation

2) Air Traffic Services Provider has to have agreement with provider of telecommunication service or service of flight navigation, aeronautical information service, aeronautical meterology service and SAR needed for supporting air traffic service.

Kemudian Subpart 172.130 tentang agreement with Aerodrome Operators menyatakan :

Air traffic service provider that provided air traffic service at air region of airport, Air Traffic Services Provider has to have agreement with airport operator cover arrangement of plane, vehicle and people in region of airport movement.

Kemudian sesuai Subpart 172.135 Operations Manual tentang arrangement for transfer of information menyatakan:

1) Unit of air traffic service must guarantee continuously to get air traffic control services and aeronautical communication services in their responsibility region.

2) Unit of air traffic service must guarantee kept performance capability for up to date information related to their air traffic service to others that their duty or function needed the above information.

c. Rancangan Petunjuk Teknis Pelaksanaan (Staff Instruction)

1) Persyaratan Yang Diperlukan

Sesuai CASR Part 172 Subpart 172.215 menyatakan :

a) Legal body must forward the written application as a unit of air traffic service.

b) Letter of intention as referred at item a) as contain :

(1) Application address

(2) Name, office address and owner personel who are the licence holder of air traffic services

(3) Other information networked

(4) Enclosed networked document according to MOS

Dan Subpart 172.025 menyatakan :

Requirement to get certificate of air traffic service in accordance with Subpart 172.215 and must accompanied by :

a) A copy of the applicant”s operation manual

b) A written statement setting out air traffic services that the applicant propose to provide

c) Enough information to identify, for each air traffic service :

(1) The location from which the service is proposed to be provided

(2) Delegation of air traffic service at airspace selected by government

d) Organization structure

2) Proses Verifikasi

Sesuai CASR Part 172 Subpart 172.230 menyatakan :

DGCA ask the applicant for verification the certificate of legal body establishment from the applicant

Kemudian Subpart 172.255 menyatakan :

a) DGCA can ask applicant by written for verification statement in proposal

b) DGCA must refuse an application regarding a type of air traffic service at a Particular air space and movement area, if has been already served by other unit of air traffic service

c) If DGCA ask applicant for verification statement, DGCA have not enable to process the application till the applicant give statements intended.

3) Proses Penilaian

Sesuai CASR Part 172 Subpart 172.240 menyatakan :

a) DGCA can ask the information supplement or document by written

b) Information supplement or document as mentioned at item a) to be made consideration for approval of certificate

Dan Subpart 172.230 menjelaskan:

a) DGCA may require demonstrations of procedures or equipment

b) DGCA can ask the application to the application, by written, to conduct demonstration of their procedures or equipment, to evaluate applicant can properly give ait traffic service.

c) The applicant must explain and execute demonstration as mentioned at item(1)

d) Demonstration must be done under supervision by DGCA inspector

e) Authorized DGCA asked for demonstration as mentioned at item (1), to support certifier considered unit and operation of air traffic service

4) Hal-Hal Yang Menjadi Pertimbangan Untuk Memberikan Sertifikat

Sesuai CASR Part 172 Subpart 172.250 menjelaskan :

a) For making decision for an applicant, DGCA consider

(1) Supported data existing in the application or other document submitted

(2) Important record concerned the applicant performance

(3) The content of the certificate of legal body establishment, or one of delegation from applicant or according to sub Parts 172.245

(4) Demonstration for equipments and procedures which conducted by applicant according to Subpart 172.230

b) Before consider important records concerned applicant performance as intended at item a) (2), DGCA must notify to applicant by written regarding their job experience in Part of ATS.

5) Pertimbangan Untuk Memberikan Persetujuan

Hal-hal yang dipertimbangan dalam memberikan persetujuan sesuai CASR Part 172 Subpart 172.260

a) To get certificate as an approved unit of air traffic service should be obliged :

b) An application has been expressed competent to be able to approved

c) Other supported requirement fulfilled or in relation with the applicant have fulfill the approved standard

d) DGCA can approve applicant just for some Parts of air traffic service as contained at application

e) DGCA must refuse an application regarding a type of air traffic service at a Particular air space and movement area, if has been already served by other unit of air traffic service

f) DGCA can approve if the applicant fulfills certain condition for safety of flight navigation service

6) Lama Waktu Penilaian

Waktu yang diperlukan untuk proses persetujuan sesuai CASR Part 172 Subpart 172.265 menyatakan :

a) If DGCA have not yet make decision during time 6 month counted from time when an application was received, by automatically the application to be refused

b) If DGCA ask according Subpart 172.230 and 172.240, then commenced time between DGCA make request to the applicant conduct demonstration, interview, or to support information to dgca or ask copies, excluding time determined

c) If DGCA ask according Subpart 172.245 and 172.255, then time between DGCA ask the applicant to execute intended activities and till applicant deliver to, excluding time determined

d) If DGCA ask according Subpart 172.250, then between DGCA asked applicant to give explanation and up to applicant gives explanation, excluding time determined

e) If item b, c), d) has been fulfilled by the applicant then DGCA must give a decision of approval or refuse the intended application

7) Pemberitahuan Keputusan

Setelah melakukan penilaian dan memutuskan maka sesuai CASR Part 172 Subpart 172.270 DGCA harus :

After making an application, DGCA must notice to the applicant by written, for immediately execute :

a) The intended decision

b) If refused decision is, then DGCA must immediately submit the refused reason the applicant – the reason for decision

8) Pengembalian Sertifikat Jika Persetujuan Ditolak

Apabila persetujuan dibatalkan maka yang harus dilakukan oleh pemilik sertifikat sesuai CASR Part 172 Subpart 172.280 adalah :

A certificate which has been cancelled, the certificate owner must immediately deliver the intended certificate to DGCA

9) Perubahan Persetujuan

Permohonan untuk merubah persetujuan dilakukan dengan cara sesuai CASR Part172 Subpart 172.290 adalah, unit of air traffic service forward to DGCA for certificate change

10) DGCA Berkuasa Untuk Menyesuaikan Kondisi Persetujuan

Penyesuaian kondisi persetujuan dilakukan DGCA dengan pertimbangan sesuai CASR Part 172 Subpart 172.295 adalah :

a) By reason of importance of air navigation safety, DGCA can change certificate or explanation certificate according to existing condition

b) In certain condition, DGCA can direcly specify change of certificate contained the existing condition according to regulation currently

c) DGCA must notify by written to unit of air traffic service concerned certificate change and explanation inside

d) If DGCA cancel certificate change, then not changed previous certificate with explanation inside

KESIMPULAN

1. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara telah mengeluarkan Civil Aviation Safety Regulation Part 172 tentang Air Traffic Services Provider Dalam rangka melaksanakan penjaminan mutu pelayanan lalu lintas penerbangan yang bertujuan memberikan pelayanan lalu lintas penerbangan yang selamat, aman, tertib, teratur dan efisien di Indonesia,

2. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara belum menetapkan Manual Of Standards (MOS) dan Operations Manual yang berfungsi sebagai panduan bagi lembaga penyelenggara lalu lintas penerbangan dalam menjalankan sertifikasi dan belum ditetapkan Staff Instruction (SI) yang berfungsi sebagai panduan bagi petugas direktorat jenderal perhubungan udara dalam melaksanakan sertifikasi. Sehingga Sertifikasi Lembaga Penyelenggara Lalu Lintas Penerbangan di Indonesia belum bisa dilaksanakan.

3. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara perlu menetapkan Manual Of Standards (MOS), Operations Manual Dan Staff Instruction. Untuk dapat melaksanakan sertifikasi Lembaga Penyelenggara Lalu Lintas Penerbangan di Indonesia.

PUSTAKA

International Civil Aviation Organization, Document 9426, Air Traffic Service Planning Manual, Montreal, Secretary General, 1984.

International Civil Aviation Organization, Document 4444, Air Traffic Management, Montreal, Secretary General, 2006.

International Civil Aviation Organization, Document 9859, Safety Management Manual, Montreal, Secretary General, 2006.

Undang undang Republik Indonesia No 1Tahun 2009 Tentang Penerbangan.

Indonesian Civil Aviation Safety Regulation Part 69 Tahun 2009, Tentang Air Traffic Service Personil Licensing Rating, Training and Proficiency Requirement.

Indonesian Civil Aviation Safety Regulation Part 170 Tahun 2009, Tentang Air Traffic Rules

Indonesian Civil Aviation Safety Regulation Part 172 Tahun 2009, Tentang Air Traffic Service Provider

Indonesian Civil Aviation Safety Regulation Part 175 Tahun 2009, Tentang Aeronautical Information Service

Indonesian Advisory Circular Part 69 Tahun, Tentang Guidance Material and Procedures of Air Traffic Controller License and Rating.

Indonesian Advisory Circular Part 170-02 Tahun 2009, Tentang Manual of Air Traffic Service Operational Procedure.