a. Pengertian Pelayanan Pemandu Lalu Lintas Udara
Pelayanan Pemandu Lalu Lintas Udara terdiri dari 2 pokok pikiran yaitu : Pelayanan, dan Pemandu Lalu Lintas Udara.
1) Pengertian Pelayanan
Pelayanan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pustaka, (2003:646) adalah : suatu kemudahan atau usaha untuk membantu menyiapkan atau mengurus apa yang diperlukan orang lain.
Pelayanan menurut Davvidow dan Uttal (1989) adalah kegiatan atau keuntungan yang ditawarkan oleh organisasi atau perorangan kepada konsumen yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki. Tujuan dari pelayanan merupakan usaha apa saja yang mempertinggi kepuasan pelanggan.
Pelayanan menurut Kottler (2001) merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan orang lain (konsumen, pelanggan, tamu, klien, pasien, penumpang dan lain-lain) yang tingkat pemuasannya hanya dapat dirasakan oleh orang yang melayani maupun yang dilayani.
3) Pengertian Pemandu Lalu Lintas Udara
Pemandu Lalu lintas udara menurut Achmad Moegandi (1993:10) adalah : petugas lalu lintas udara yang memberikan pelayanan bagi pengendalian keselamatan, keteraturan, dan kelancaran lalu lintas udara.
Menurut Drs. H.A.S. Moenir dalam buku Manajemen Pelayanan Umum (2000:16) menyatakan : Dalam usaha memenuhi kepentingan sering kali tidak dapat dilakukan secara sendiri-sendiri, melainkan memerlukan bantuan berupa perbuatan dari orang lain. Perbuatan orang tersebut yang dilakukan atas permintaan, yang disebut pelayanan. Pelayanan umum adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya.
Menurut Fandy Tjiptono (2001) ada 3 (tiga) kunci untuk memberikan layanan yang unggul atau prima, yaitu :
1) Kemampuan mamahami kebutuhan dan keinginan pelanggan, termasuk di dalamnya memahami tipe-tipe pelanggan.
2) Pengembangan data base yang lebih akurat daripada pesaing.
3) Pemanfaatan informasi-informasi yang diperoleh dari riset pasar dalam suatu kerangka strategis.
b. Tujuan Pelayanan Pemandu Lalu Lintas Udara
Pada prinsipnya, pelayanan pemandu lalu lintas udara dilaksanakan agar tercipta operasi penerbangan yang aman, lancar, teratur dan efisien.
Sesuai dengan Civil Aviation and Safety Regulation (CASR) dan International Civil Aviation Organization (ICAO) yang tertuang dalam Annex 11 Air Traffic Services, Chapter 2 Air Traffic Service Planning Point 2.2 (1998), terdapat 5 (lima) tujuan dari pelayanan lalu lintas udara (Five objectives of air traffic services) adalah :
1) Prevent collisions between aircraft
2) Prevent collisions between aircraft on the manoeuvring area and obstruction on that area
3) Expedite and maintain an orderly flow of air traffic
4) Provide advice and information useful for the safe and efficient conduct of flight
5) Notify appropriate organizations regarding aircraft in need of search and rescue aid, and assist such organizations as required
Maksud dari petikan di atas mengenai tujuan pelayanan bagi pemandu lalu lintas udara adalah :
1) Mencegah tabrakan antar pesawat di udara.
2) Mencegah tabrakan antara pesawat di daerah pergerakan dengan halangan lainnya.
3) Mempertahankan keteraturan dan kelancaran arus lalu lintas penerbangan.
4) Memberi saran dan informasi yang bermanfaat untuk keselamatan dan efisiensi bagi penerbangan.
5) Memberitahukan instansi yang berkaitan dengan pesawat yang membutuhkan pertolongan unit SAR (Search and Rescue) dan membantu instansi tersebut, apabila diperlukan.
Menurut International Civil Aviation Organization (ICAO) Circular 241-AN/145, pemandu lalu lintas udara harus mampu merencanakan pengaturan lalu lintas udara, melaksanakan rencana tersebut, mengambil keputusan, menyelesaikan masalah, dan merumuskan prediksi-prediksi.
Pemandu lalu lintas udara yang cakap, harus mengetahui dan memahami :
1) Bagaimana pelayanan lalu lintas udara dilaksanakan.
2) Arti dari semua informasi yang ada.
3) Tugas-tugas yang harus dipenuhi.
4) Aturan, prosedur, dan instruksi yang diterapkan.
5) Bentuk-bentuk dan metode-metode komunikasi.
6) Kapan dan bagaimana menggunakan setiap peralatan yang ada di ruang kerja.
7) Pertimbangan faktor manusia untuk pemandu lalu lintas udara.
8) Cara menerima dan menyerahkan tanggung jawab atas suatu pesawat udara dari satu pemandu lalu lintas kepada yang lain.
9) Cara bekerja sama antar pemandu lalu lintas udara, sehingga dapat saling membantu dan tidak menghambat satu sama lain.
10) Perubahan atau tanda-tanda yang dapat menunjukkan penurunan fungsi sistem ataupun kerusakan.
11) Karakteristik performa pesawat udara dan gerakan-gerakannya.
12) Pengaruh-pengaruh lain terhadap penerbangan, seperti cuaca, ruang udara yang terbatas, gangguan suara, dan sebagainya.
Dalam hal tanggung jawab terhadap pengendalian arus lalu lintas udara, menyebutkan bahwa pengendalian arus lalu lintas udara adalah sebagai berikut :
1) Jika unit air traffic control (ATC) mengetahui bahwa jumlah lalu lintas udara yang dikendalikan telah demikian padat (dalam arti melebihi kemampuan unit ATC untuk melayani secara aman dan efisien), sehingga tidak sanggup menampung lalu lintas tambahan dalam jangka waktu tertentu, pada suatu lokasi dalam suatu wilayah tertentu, atau hanya menerima dalam tingkat tertentu harus memberitahu ke unit ATC lainnya yang berkepentingan. Setiap penerbangan dan perusahaan penerbangan yang pesawatnya akan terbang menuju ke wilayah yang telah padat tersebut, juga harus diberitahu. Jadi, sistem ATC memiliki kapasitas terbatas, apabila dibiarkan saja maka jumlah lalu lintas semakin padat dan akibat selanjutnya adalah terjadi penundaan. Oleh karena itu, diperlukan tindakan pengendalian arus lalu lintas udara yang lebih baik lagi.
2) Ada tiga kemungkinan terjadi kepadatan lalu lintas udara di bandar udara, di suatu rute tertentu atau di suatu wilayah tertentu. Secara sederhana mengidentifikasinya adalah sebagai berikut :
a) Bandar udara dinyatakan penuh (mencapai kapasitas maksimum), jika seluruh apron (bahkan tempat kosong lainnya) sudah dipenuhi pesawat terbang, sehingga kalau masih ada yang akan mendarat harus di hold di overhead atau di tempat lain, sehingga menyebabkan pengendalian tidak efisien. Misalnya pesawat udara yang berangkat harus maintain rendah karena terganjal oleh pesawat udara yang di atasnya.
b) Suatu ruas route (ATS route segment) dinyatakan penuh jika route yang ada tidak dapat diisi oleh lalu lintas tambahan.
c) Suatu wilayah dinyatakan penuh, jika wilayah yang ada tidak dapat diisi oleh lalu lintas tambahan.
c. Jenis Pelayanan Pemandu Lalu Lintas Udara
Sesuai dengan tujuan pemberian Air Traffic Services, Annex 11, International Civil Aviation Organization (ICAO), 1998, Pelayanan yang diberikan oleh petugas pemandu lalu lintas udara terdiri dari 3 (tiga) layanan, yaitu :
1) Pelayanan Lalu Lintas Udara (Air traffic control service), terbagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu :
a) Aerodrome Control Service
Memberikan layanan Air Traffic Control Service, Flight Information Service, dan Alerting Service yang diperuntukkan bagi pesawat terbang yang beroperasi atau berada di bandar udara dan sekitarnya (vicinity of aerodrome) seperti take off, landing, taxiing, dan yang berada di kawasan manoeuvring area, yang dilakukan di menara pengawas (control tower). Unit yang bertanggung jawab memberikan pelayanan ini disebut Aerodrome Control Tower (TWR).
b) Approach Control Service
Memberikan layanan Air Traffic Control Service, Flight Information Service, dan Alerting Service, yang diberikan kepada pesawat yang berada di ruang udara sekitar bandar udara, baik yang sedang melakukan pendekatan maupun yang baru berangkat, terutama bagi penerbangan yang beroperasi terbang instrumen yaitu suatu penerbangan yang mengikuti aturan penerbangan instrumen atau dikenal dengan Instrument Flight Rule (IFR). Unit yang bertanggung jawab memberikan pelayanan ini disebut Approach Control Office (APP).
c) Area Control Service
Memberikan layanan Air Traffic Control Service, Flight Information Service, dan Alerting Service, yang diberikan kepada penerbang yang sedang menjelajah (en-route flight) terutama yang termasuk penerbangan terkontrol (controlled flights). Unit yang bertanggung jawab memberikan pelayanan ini disebut Area Control Centre (ACC).
2) Pelayanan Informasi Penerbangan (Flight Information Service)
Flight Information Service adalah pelayanan yang dilakukan dengan memberikan berita dan informasi yang berguna dan bermanfaat untuk keselamatan, keamanan, dan efisiensi bagi penerbangan.
3) Pelayanan Keadaan Darurat (Alerting Service)
Alerting Service adalah pelayanan yang dilakukan dengan memberitahukan instansi terkait yang tepat, mengenai pesawat udara yang membutuhkan pertolongan search and rescue unit dan membantu instansi tersebut, apabila diperlukan.
Dalam Air Traffic Services, Annex 11, International Civil Aviation Organization (ICAO), 1998, Flight Information Service dan Alerting Service diberikan oleh :
1) Di dalam Flight Information Region oleh Flight Information Centre (FIC), kecuali jika tanggung jawab tersebut diserahkan kepada unit Air Traffic Control yang memiliki fasilitas untuk itu.
2) Di dalam Controlled Airspace oleh unit Air Traffic Control yang terkait yaitu jika di control zone oleh approach control office, jika di control area oleh area control centre dan jika di vicinity of controlled aerodrome oleh aerodrome control tower.
d. Prosedur Separasi Minima
Dalam menjalankan tugas pemanduan lalu lintas udara, terdapat berbagai prosedur dan peraturan. Prosedur dan peraturan tersebut telah ditentukan dalam bentuk aturan baku, baik secara internasional maupun nasional.
Untuk peraturan dan prosedur internasional dikeluarkan oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization / ICAO) berupa buku-buku aturan (annexes) dan buku-buku petunjuk (manual) dalam bentuk baku (standard) dan anjuran (recommended).
Sesuai aturan pada Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization / ICAO) Doc. 4444 ATM / 501, Chapter 5 point 5.3.2, 5.4.1.2, 5.4.2.2 dan 5.4.2.3 untuk menciptakan pelayanan lalu lintas udara yang optimal, terutama keselamatan dalam penerbangan, maka dibuatlah peraturan-peraturan atau ketentuan sebagai berikut :
1) Ketentuan-ketentuan cara pemisahan pesawat udara :
a) Separasi Vertikal, didapat dengan cara membedakan ketinggian (altitude, flight level) pesawat udara.
b) Separasi Horisontal, didapat dengan cara memberikan:
i) Separasi longitudinal : dengan cara menjaga jarak antara pesawat udara yang terbang pada jalur yang sama berpotongan, berlawanan arah, dinyatakan dalam unit waktu atau jarak.
ii) Separasi lateral : dengan cara memberikan rute penerbangan dalam arah atau jalur yang berbeda.
c) Composite Separation : kombinasi antara separasi horisontal, bila dilaksanakan harus ada persetujuan regional air navigation.
2) Ketentuan-ketentuan jarak minimum antar pesawat udara :
a) Separasi Vertikal Minimum :
i) Besarnya separasi vertikal minimum adalah 1000 feet pada F290 atau dibawahnya dan 2000 feet jika di atas F290.
ii) Pada ruang udara tertentu didasarkan atas persetujuan regional tentang navigasi udara, separasi vertikal 300 m (1000 feet) boleh diterapkan sampai pada ketinggian F410 sedangkan diatas ketinggian F410, separasinya harus 600 m (2000 feet).
b) Separasi Lateral
Separasi Lateral adalah pemisahan jalur lintasan (track) antar pesawat udara yang menggunakan alat bantu navigasi udara untuk terbang di track tertentu dengan jarak minimum :
i) Very High Frequency Omni Range (VOR) : Kedua pesawat udara sudah pada radial yang terpisah secara diverging kurang lebih 150 dan salah satu pesawat udara kurang lebih sudah berada pada jarak 28 km (15 Nm) atau lebih dari alat bantu navigasi tersebut.
ii) Non Directional Beacon (NDB) : Kedua pesawat udara sudah pada track ke atau dari yang terpisah secara diverging kurang lebih 300 dan salah satu pesawat udara kurang lebih sudah berada pada jarak 28 km (15 Nm) atau lebih dari alat bantu navigasi tersebut.
iii) Dead Reckoning (DR) : Kedua pesawat udara sudah pada track yang terpisah secara diverging kurang lebih 450 dan salah satu pesawat udara kurang lebih sudah berada pada jarak 28 km (15Nm) atau lebih dari titik perpotongan track.
c) Separasi Longitudinal
Separasi Longitudinal didasarkan atas waktu, artinya pemisahan pesawat udara dengan menggunakan waktu. Hal tersebut dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
i) Untuk pesawat udara yang terbang pada track yang sama :
(a) 15 menit.
(b) 10 menit, bila ada alat bantu navigasi untuk mengetahui posisi dan kecepatannya.
(c) 5 menit, diberikan kepada pesawat udara yang berangkat di bandara yang sama atau antara dan pesawat udara en-route dimana pesawat udara yang di depan lebih cepat 20 knots atau lebih.
(d) 3 menit, dalam kasus yang dengan point di atas tetapi pesawat udara yang di depan mempunyai kecepatan 40 knots atau lebih.
ii) Untuk pesawat udara yang climbing atau descending :
(a) 15 menit, pada saat terjadi perpotongan ketinggian.
(b) 10 menit, pada saat terjadi perpotongan ketinggian dan ada alat bantu navigasi.
(c) 5 menit, pada saat terjadi perpotongan ketinggian, perubahan ketinggian dimulai dalam 10 menit dari waktu pesawat udara kedua melaporkan posisinya.
iii) Untuk pesawat udara yang berpotongan track (arah terbang)
(a) 15 menit, pada saat terjadi perpotongan ketinggian.
(b) 10 menit, apabila ada alat bantu navigasi yang memungkinkan untuk mengetahui posisi dan kecepatannya.
d) Minimum separasi longitudinal yang didasarkan pada jarak dengan menggunakan DME :
i) Untuk pesawat udara pada ketinggian terbang yang sama dan track yang sama :
(a) 37 km (20 Nm), dilaksanakan jika pesawat udara menggunakan DME stasiun dan pemisahan dicek dengan pembacaan DME.
(b) 19 km (10 Nm), pesawat udara yang di depan lebih cepat 20 knots, pada track DME, dapat dicek posisi pada saat bersamaan.
ii) Untuk pesawat udara pada ketinggian yang sama dan tracknya berpotongan :
Sama dengan ketentuan diatas dengan tambahan setiap pesawat udara dapat diketahui jaraknya dari titik perpotongan.
iii) Untuk pesawat udara yang climbing atau descending pada track yang sama :
19 km (10 Nm) pada saat terjadi perpotongan ketinggian, setiap pesawat udara pada track DME, salah satu pesawat udara tetap pada ketinggiannya, pemisahan dapat dicek dengan pembacaan DME secara bersamaan.
e) Minimum Separasi Radar
Kondisi dunia penerbangan saat ini mengalami perkembangan, yang ditandai dengan bertambahnya perusahaan penerbangan dan armadanya. Hal ini berakibat pada bertambahnya jumlah pergerakan pesawat udara yang mengakibatkan kepadatan lalu lintas udara.
Menurut Drs. Aminarno Budi Pradana SSiT.MM dalam buku peraturan dan pelayanan lalu lintas udara (2000:18-19), menyebutkan bahwa, kepadatan lalu lintas udara terjadi disebabkan karena jumlah lalu lintas udara meningkat atau kapasitas sistem pemanduan lalu lintas udara menurun. Hal ini dapat menimbulkan ketidaklancaran dan ketidakefisienan arus lalu lintas udara.
Menurut Aminarno (2000:60) Untuk itu harus dilakukan usaha penyelesaian yaitu, dengan upaya meningkatkan kapasitas sistem pemanduan lalu lintas udara. Salah satunya adalah dengan melakukan pemasangan peralatan radar, sehingga dalam pelayanan lalu lintas udara menggunakan prosedur radar.
Minimum Separasi Radar Menurut Doc 4444 ATM / 501 Chapter 8 point 8.7.4.1 dan 8.7.4.2 adalah sebagai berikut :
i) Separasi Horisontal : 9,3 km (5 Nm)
Separasi diatas dapat diterapkan oleh penyelengara bandar udara dan bisa dikurangi tetapi tidak boleh kurang dari :
ii) 5,6 km (3,0 Nm) apabila kemampuan peralatan radar memenuhi syarat dan dapat memberikan lokasi yang diijinkan (tidak terhalang obstacle).
iii) 4,6 km (2,5 Nm) antar pesawat udara yang di depan dan yang di belakang, keduanya telah berada pada final approach track yang sama dalam 1,8 km (10 Nm) dari end of runway, pengurangan separasi minimum 4,6 km (2,5 Nm) boleh dilakukan dengan ketentuan :
(a) Pesawat udara yang mendarat dapat keluar dari runway dengan waktu tidak boleh lebih dari 5 detik.
(b) Sistem pemberhentian dilaporkan dalam keadaan baik dan runway occupancy times tidak dirugikan oleh pengaruh salju yang menumpuk, salju atau es.
(c) Sistem radar dilengkapi dengan azimuth dan resolusi jarak, yang secara otomatis diperbaharui dalam tempo setiap 5 detik atau kurang dari itu, dan menggunakan display yang sesuai.
(d) ATC Aerodrome dilengkapi dengan surface movement radar (SMR) atau surface movement guidance and control system (SMGCS) untuk mengamati secara visual yang terletak pada runway yang digunakan dan pada keluar dan masuknya taxiways.
(e) Approach speed harus tetap dijaga dan dimonitor oleh pemandu lalu lintas penerbangan, dan ketika dibutuhkan penyesuaian, maka harus diyakinkan atau dijamin dengan separasi dan tidak boleh dikurangi dibawah minimum separasi.
(f) Operator pesawat udara dan pilot, harus benar-benar menyadari pentingnya pengosongan runway secepatnya setelah mendarat, jika penggunaan minimum separasi di final approach diaplikasikan.
(g) Peranan saparasi minimum wake turbulance adalah fleksible, tidak harus sesuai standar prosedur, tetapi boleh sesuai dengan local prosedur yang diterapkan sesuai dengan tipe pesawat udara.
Tabel 1
Pemisahan Jarak Minimum
Kategori Pesawat | Pemisahan Jarak Minimum | |
Pesawat Posisi Depan | Pesawat Posisi di Belakang | |
Pesawat Berat (heavy aircraft) | Pesawat Berat (Heavy) | 4.0 NM |
Pesawat Menengah (Medium) | 5.0 NM | |
Pesawat Ringan (Light) | 6.0 NM | |
Pesawat Menengah (medium aircraft) | Pesawat Ringan (Light) | 5.0 NM |
Sumber : Doc. 4444 Air Traffic Management, 2001, ICAO
(h) Prosedur yang digunakan pada pengaplikasian pengurangan dalam minimum saparasi harus dipublikasikan dalam AIPs.
Menurut Drs. Aminarno BP.SsiT.MM (1998:67), Tujuan pemberian pelayanan radar dalam pemanduan lalu lintas penerbangan antara lain :
i) Meningkatkan pemanfaatan ruang udara (airspace utilization) :
Di dalam pelayanan non-radar di wilayah Area Control Centre (ACC), pesawat harus terbang pada jalur penerbangan yang terbatas jumlahnya, dan pengaturan pesawat dilakukan secara linier, sedangkan di dalam pelayanan radar, pesawat tidak terikat oleh jalur penerbangan dan boleh disimpangkan (radar navigation) untuk memperoleh jalur terpendek atau terdekat, sehingga pesawat dapat diatur secara menyebar atau sejajar.
ii) Mengurangi pemisahan jarak minimum (separation minima), sehingga semakin banyak pesawat yang ditampung.
iii) Memandu pesawat melalui rute langsung (mengurangi waktu terbang dan biaya operasi) :
Di dalam pelayanan non-radar, pesawat dipandu secara ketat agar tidak keluar jalur (karena lebar aman air traffic service hanya 5-10 Nm dari as jalur), maka di dalam pelayanan radar pesawat dapat diarahkan langsung ke titik tujuan (radar navigation), sehingga jarak yang harus ditempuh bisa lebih pendek dan pada akhirnya adalah lebih efisien.
iv) Mengurangi beban kerja petugas pemandu lalu lintas udara.
v) Meningkatkan keselamatan lalu lintas udara melalui acuan penglihatan atau visual.
Menurut Drs.Aminarno BP.SsiT.MM (1998:71), keuntungan yang diperoleh dari pemberian pelayanan lalu lintas udara dengan menggunakan radar, antara lain :
i) Menjaga kewaspadaan atau pengawasan dengan informasi posisi yang lengkap.
ii) Memberikan arahan atau panduan (vector) untuk pemisahan, bantuan bernavigasi, mempercepat keberangkatan melalui jarak terpendek (jalan pintas atau jalan potong kompas) dan approach radar.
iii) Membantu dalam memberikan informasi lalu lintas udara, menggambarkan posisi pesawat udara dalam kondisi darurat (plotting emergency condition), menghindari cuaca jelek, dan lain-lain.
e. Tingkat pelayanan pemandu lalu lintas udara
Menurut Surat Keputusan Direktur Jendral Perhubungan Udara Nomor SKEP/284/X/1999, tanggal 22 Oktober 1999, tentang “Standar Kinerja Operasional Bandar Udara yang terkait dengan tingkat pelayanan (Level of Service) di bandar udara sebagai dasar kebijakan pentarifan jasa kebandarudaraan secara keseluruhan yang dapat dinikmati oleh setiap pengguna jasa”.
Dengan adanya kebijakan tentang hal itu, maka indikator untuk mengukur peningkatan pelayanan pemandu lalu lintas udara di Indonesia, dapat di evaluasi dengan melihat standar sebagai berikut :
1) Pelayanan lalu lintas udara untuk membantu pendaratan :
a) Empat kali Breakdown of Separation (BOS) dari 100.000 pergerakan (99%).
Tolak ukur : 98% - 100% = Baik
95% - 97% = Cukup
<95% = Kurang
b) Tujuh kali Breakdown Of Coordination (BOC) dari 100.000 pergerakan (99%).
Tolak ukur : 98% - 100% = Baik
95% - 97% = Cukup
<95% = Kurang
2) Pelayanan lalu lintas udara di Area Control Centre (ACC) dan di Approach Control Service (APP)
a) Empat kali Breakdown of Separation (BOS) dari 100.000 pergerakan (99%)
Tolak ukur : 98% - 100% = Baik
95% - 97% = Cukup
<95% = Kurang
b) Tujuh kali Breakdown Of Coordination (BOC) dari 100.000 pergerakan (99%)
Tolak ukur : 98% - 100% = Baik
95% - 97% = Cukup
<95% = Kurang