Sabtu, 07 Mei 2011

TANTANGAN & PROSPEK PENDIDIKAN DIPLOMA DI ERA NEW ECONOMY

1. Pendahuluan

Sektor Pendidikan Nasional memasuki perkembangan baru setelah Undang-Undang (UU) No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SPN) berlaku efektif terhitung tanggal 8 Juli 2003. Dalam prosesnya UU-SPN ini telah mendapat sorotan dari masyarakat luas dan para pelaku di sektor pendidikan. Ada yang pro, ada pula yang kontra. Namun demikian, berlakunya UU-SPN yang baru ini telah menjadi tonggak sejarah perkembangan Sistem Pendidikan Nasional dimasa depan yang penuh tantangan.
Perkembangan beberapa besaran makro ekonomi nasional sudah mulai memperlihatkan tanda-tanda membaik, walaupun sebagian pengamat berpendapat bahwa perbaikan ekonomi kita seharusnya masih bisa lebih dipercepat lagi. Menyongsong diberlakukannya ekonomi pasar bebas dimana kompetisi dan globalisasi menjadi ciri utama, maka tuntutan tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) dengan daya saing tinggi menjadi suatu keharusan. Kenyataan ini menunjukkan bahwa masih diperlukan berbagai usaha dan kerja keras untuk meningkatkan kualitas SDM, khususnya tenaga kerja yang mampu bersaing secara regional maupun internasional.
Angka pengangguran secara perlahan namun pasti terus merayap naik mencapai, termasuk yang berstatus setengah penganggur. Hal ini semakin menjadi tantangan dalam menyiapkan tenaga kerja terdidik dan berkeahlian. Dalam kondisi seperti ini sudah seharusnya jajaran pelaku Pendidikan Nasional terus melanjutkan pengembangan SDM nasional secara terpadu dan terarah.
Program Pendidikan Diploma menjadi semakin penting mengingat kebutuhan tenaga kerja di masa mendatang semakin ditentukan oleh beberapa faktor, terutama yang bertumpu kepada kemampuan atau berbasis kompetensi dalam menjawab berbagai tantangan dalam tatanan ekonomi baru. Tatanan ekonomi baru ditandai antara lain dengan terjadinya transformasi ekonomi industri kepada suatu bentuk ekonomi baru yang didukung oleh telekomunikasi, teknologi informasi (IT), dan jaringan multimedia yang semakin pintar.
Dalam situasi seperti inilah akan makin terasa pentingnya keahlian yang dimiliki oleh SDM serta semakin pentingnya peranan mereka dalam memanfaatkan berbagai momentum ekonomi yang bisa datang secara mendadak dan tidak sempat diprediksi jauh-jauh hari sebelumnya. Beberapa negara yang juga tergolong developing countries seperti India, China dan Phillipines telah memetik hasil dan lebih inovatif memanfaatkan fenomena new economy untuk kemajuan bangsanya.

2. Sekilas Kondisi Pendidikan Tinggi di Indonesia

Walaupun belum mempunyai sejarah yang cukup panjang, sektor Pendidikan Tinggi di Indonesia telah mengalami banyak kemajuan. Sejarah pendidikan tinggi dimulai dengan hanya dua universitas yaitu Universitas Gajah Mada (UGM) di Yogyakarta yang berdiri pada tahun 1949 dan Universitas Indonesia di Jakarta pada tahun 1950. Sekarang hampir setiap ibukota provinsi telah mempunyai perguruan tinggi baik swasta maupun negeri dengan berbagai jurusan dan jenjang pendidikan mulai dari Program Diploma hingga Program Doktoral.
Selanjutnya guna memenuhi permintaan pasar tenaga kerja, telah di kembangkan pula jalur pendidikan Diploma II dan Diploma III di 19 sekolah politeknik kerekayasaan dan tata niaga serta 6 sekolah politeknik pertanian. Sistem sekolah politeknik dibangun untuk menampung 23 ribu mahasiswa, yang maksimal dapat menghasilkan 7.300 lulusan di bidang rekayasa, tata niaga dan pertanian.
Berikut ini adalah kutipan dari misi Sistem Pendidikan Tinggi untuk jenjang diploma dan S-1 yang telah disesuaikan dengan wawasan masa depan hingga 2018. Yaitu menyelenggarakan fungsi kelembagaan pendidikan tinggi untuk “Menghasilkan anggota masyarakat yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak tinggi, berbudaya Indonesia, bersemangat ilmiah, serta memiliki kemampuan akademik dan suatu profesional dan sanggup berkinerja baik di lingkungan kerjanya, serta mampu menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mengembangkan kemampuan diri terhadap tuntutan kemajuan di bidangnya, dan berperan dalam pemeliharaan dan operasi proses produksi, bagi lulusan jenjang Diploma dan S-1. “
Sayangnya, mencermati perkembangan pendidikan diploma akhir-akhir ini dan berdasarkan penelitian di berbagai instansi terkait ternyata belum terlihat adanya rencana pengembangan jenjang pendidikan diploma menyeluruh atau komprehensif baik yang ada di PTN, PTS, maupun di berbagai Politeknik. Hal ini tercermin dengan dikelompokkannya program pendidikan diploma kedalam kelompok vokasional.


3. Memahami Paradigma New Economy

Banyak sekali jargon yang dilekatkan kepada new economy. New economy dikenal dengan banyak istilah seperti digital economy, information economy, knowledge economy, cyber economy, internet economy, network economy dan lain sebagainya. Information and Communication Technology (ICT) telah menjadi faktor pemicu utama timbulnya fenomena new economy. ICT dalam bahasa Indonesia dikenal juga dengan istilah telematika.
Berbagai kemajuan di bidang telematika telah memberikan manfaat yang sangat besar bagi kemajuan ekonomi suatu bangsa, selanjutnya kualitas hidup manusia. Sebagai suatu bentuk konvergensi dari teknologi informasi, telekomunikasi, dan multimedia, ternyata telematika telah menciptakan berbagai peluang dalam pembangunan ekonomi sekaligus tantangan.
Beberapa ciri utama new economy seperti diuraikan oleh Don Tapscott dalam Digital Economy (1996) meliputi: (1) knowledge based; (2) digital; (3) molecular; (4) virtual; (5) networking; (6) immediacy; (7) disintermediation; (8) globalization; (9) innovation based; (10) discordance; (11) prosumption; dan (12) converging industry.
Jika ditinjau dari sisi ilmu ekonomi, maka perbedaan mendasar antara new economy atau lebih dikenal dengan economics of information dengan “old” economy atau economics of things terletak pada 5 hal prinsip seperti dijabarkan oleh Phillip Evans dan T.S. Wurster (2000). Perbedaan tersebut adalah (1) jika mereplikasi sesuatu produk dalam ekonomi konvensional memerlukan ongkos cukup besar, maka informasi dapat direplikasi dengan ongkos mendekati nihil; (2) sesuatu itu akan cepat aus, sementara informasi tidak; (3) sesuatu harus eksis atau ada di suatu tempat tertentu untuk dilihat dan diperdagangkan, tetapi informasi bisa datang dari mana saja; (4) ekonomi konvensional memiliki sifat diminishing return, tetapi ekonomi di era informasi tidak memilikinya; dan (5) sesuatu produk akan konsisten untuk pasar yang sempurna, sementara ekonomi informasi tidak memerlukan pasar yang sempurna (perfect market).
Dengan demikian kehadiran new economy di era globalisasi dan kompetisi ini pada gilirannya juga akan merubah struktur berbagai industri.

4. Tantangan dan Prospek Program Diploma dalam Mengisi Pasar Tenaga Kerja di Era New Economy

Struktur ekspor Indonesia hingga saat terjadinya krisis moneter dan ekonomi pada tahun 1997 masih saja mengandalkan produk-produk bernilai tambah rendah dari industri padat karya. Sedangkan pada saat yang sama China, India, Phillipines bahkan Vietnam telah beranjak kepada produk IT dan produk lain yang bernilai tambah tinggi. Negara-negara tersebut telah mempersiapkan langkah-langkah yang telah disesuaikan dengan paradigma ekonomi baru seperti diuraikan pada Bagian 3. Akibatnya tenaga kerja Indonesia menjadi tidak murah lagi dibandingkan dengan tenaga kerja yang dimiliki negara lain yang memiliki tingkat produktivitas yang lebih baik. Hal ini menjadi tantangan utama di era ekonomi baru.
Tantangan berikutnya adalah berlakunya AFTA maupun WTO pada saat kita masih belum pulih dari krisis ekonomi. Hal ini diperkirakan menjadi tantangan yang tidak mudah karena produsen tidak harus berlokasi di Indonesia. Untuk jenis produk dan proses pemasaran yang telah mampu memanfaatkan telematika, maka mereka akan mencari negara dengan tingkat keamanan yang lebih baik dan risk yang lebih rendah. Industri tidak lagi bertumpu kepada murahnya tenaga kerja. Sementara kita masih cenderung hanya menjadi pasar.
Dalam 20 tahun kedepan diperkirakan struktur perekonomian Indonesia akan didominasi oleh sektor jasa, mencapai sekitar 48 % . Sementara itu pengelolaan suatu jenis jasa dan industri sudah tidak lagi bertumpu kepada satu mata rantai produksi. Maka menjadi tantangan pula untuk mengisi lapangan kerja di sektor industri yang mengutamakan berbagai kegiatan outsourcing yang semakin banyak.
Sementara itu diberlakukannya UU No.22 Tahun 1999 dan UU No 25 Tahun 1999, tidak pelak lagi semakin membuka akses partisipasi ekonomi ke daerah. Kekurangan SDM di daerah pada umumnya akan dapat diisi oleh SDM yang sudah berpengalaman dan mempunyai kompetensi baik disuatu daerah yang sama atau dari daerah lain.
Penetrasi tenaga kerja dari satu wilayah ke wilayah lain akan sangat ditentukan oleh skill yg sudah dimiliki. Hal ini hanya bisa dikerjakan oleh mereka yang sudah terasah pengalaman prakteknya. Dengan kata lain, peluang SDM berkeahlian yang bisa disediakan oleh pendidikan program diploma semakin besar.
Semakin gencarnya kesadaran masyarakat untuk mengurangi praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) bisa dijawab antara lain melalui perilaku clean government dan clean corporate governance yang menekankan kepada perbaikan mutu pelayanan publik. Hal ini salah satunya dapat diwujudkan dengan mempraktekannya melalui kebijakan e-government.
Program e-government yang bertumpu kepada kegiatan di bidang telematika kembali membutuhkan tenaga terampil mulai dari menyiapkan sistem, database atau pun hanya sekedar membuat dan mengupdate suatu situs web atau website. Dengan kata lain, tenaga kerja yang dibutuhkan nanti akan bertambah secara lebih signifikan dari kelompok program diploma.
Dengan mempertimbangkan berbagai tantangan di atas, serta memperhatikan pula keseimbangan pasokan tenaga kerja, maka prospek SDM program Diploma memasuki pasar kerja cukup besar.
Hal ini didukung oleh berbagai fakta dan kenyataan yang ada selama ini yang telah diberikan oleh program Diploma, meliputi: (1) waktu study yang relatif lebih pendek; (2)flexibilitas lamanya study yang dipilih bisa disesuaikan dengan preference mahasiswa masing-masing; (3) Gaji awal yang tidak terlalu besar sehingga memudahkan untuk masuk pasar kerja (kompetitif); dan (4) mutu lulusan selama in tidak kalah bersaing karena kebanyakan mahasiswa program diploma memang terlatih, terampil dan banyak dari lulusan SMU yang memang relatif lebih baik dibanding yang dari kejuruan.

5. Kesimpulan dan Saran

Memperhatikan kondisi pendidikan diploma yang ada selama ini, peluang yang dijanjikan di era new economy, serta tantangan dan prospek yang ada di berbagai sektor industri dan jasa, dapat dikatakan bahwa pendidikan program diploma telah menjadi pengisi gap tenaga kerja terampil dan berkompeten di bursa tenaga kerja.
Namun demikian untuk lebih meningkatkan partisipasi lulusan program diploma dalam pasar dan bursa kerja nasional, regional maupun internasional ada beberapa langkah yang sebaiknya diperhatikan oleh perguruan tinggi penyelenggara maupun oleh pemerintah. Hal itu adalah: (1) perlunya didirikan lembaga pemerintah sebagai pusat pengembangan industri terkait, lembaga regional sebagai pusat pengembangan industri di daerah, dan lembaga pemeriksa dan testing; (2) perlu pula didorong pendirian beberapa instansi yang menjadi inisiatif swasta tetapi didukung pemerintah seperti pusat promosi small medium industry, dan pusat teknologi informasi industri; serta (3) pendirian berbagai asosiasi terkait dengan kompetensi lulusan program diploma, pusat R/D untuk industri spesifik, pusat analisis produktivas; (4) perlu terus dicarikan cara untuk medudukkan pendidikan program diploma ke tempat yang lebih tepat dan benar dalam kerangka SPN. Kelihatannya para dosen yang mengabdikan diri di program diploma harus lebih banyak berkomunikasi dan saling tukar pengalaman kerja antar sesama penyelenggara program diploma. Perlu kiranya dibentuk Forum Pengelola Pendidikan Program Diploma yang dapat menyampaikan masukan dari berbagai lapisan masysarakat kepada pembuat keputusan dan regulator pendidikan tinggi di Indonesia.
Diharapkan dengan kerjasama antara komponen pemerintah, masyarakat pelaku industri serta masyarakat pengguna jasa, maka diharapkan kontribusi lulusan program diploma yang dapat masuk pasar tenaga kerja di era reformasi akan menjadi lebih besar serta semakin bermutu.

PUSTAKA
1. Ditjen Dikti, Kerangka Pengembangan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang 1995-2005, dapat juga di down load di http://www.dikti.org/kpptjp/kpptjp.html
2. Saunders, et.all. Telecommunication and Economic Development. John Hopkins Univeristy Press, Baltimore, 1994
3. Hornik, R. "Communications as Complement in Development". Journal of Communications, Vol. 30. No.2, Spring 1990.
4. Wellenius, B. Telecommunications, World Bank Experience and Strategy. Washington, 1994
5. Gore, Al. Plugged into the world's knowledge, Financial Times, September 19th, 1992.
6. Tapscott, Don, Digital Economy 1996, New York, USA
7. Evans, Phillip and T.S Wurster, Blown to Bits, 2000, HBSP

Tidak ada komentar: