Tampilkan postingan dengan label PLLU. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PLLU. Tampilkan semua postingan

Minggu, 11 Mei 2008

Required Navigation Performance (RNP)

Latar Belakang
  • Tindak lanjut dari pertumbuhan kegiatan penerbangan
  • Adanya peningkatan kebutuhan ruang udara
  • Optimalisasi penggunaan ruang udara
  • Efisiensi operasional tentang penggunaan direct routing dan menjaga ketepatan track

Definisi

  • Required Navigation Performance (RNP) : Kualitas dan derajat akurasi yang harus dipenuhi oleh suatu pesawat terbang untuk dapat beroperasi pada suatu wilayah yang telah ditentukan; atau
  • RNP adalah pernyataan suatu performance accuracy dari navigasi pada airspace yang telah ditentukan berdasar pada kombinasi navigasi sensor error, airborne receiver error, display error dan flight technical erros.
  • RNP dapat dilaksanakan dari tempat keberangkatan sampai pada pendaratan dengan rangkaian tahap-tahap penerbangan yang berbeda dengan menggunakan konsep terowongan (Tunel Concept).

Tunel Concept adalah membuat terowongan atau kriteria perlindungan wilayah udara berdasarkan pada kejadian dimana pesawat udara tidak akan meninggalkan terowongan tersebut.

Pencapaian Kinerja RNP ditentukan oleh dua faktor, antara lain :

  • Jarak Dalam NM
  • Tingkat Pengukuran Dalam %

Tipe RNP

  • RNP 1
  • RNP4
  • RNP10
  • RNP 12.6
  • RNP 20

RNP 1

Digunakan pada wilayah kontinental dengan tingkat kepadatan lalu lintas udara yang sangat tinggi dan memerlukan informasi traffic yang akurat.

RNP 4

Dapat diterapkan pada ATS route dan airspace yang mempunyai fasilitas navigasi berdasarkan VOR/DME dan biasanya pada kawasan kontinen .

RNP 10

Membantu mengurangi lateral dan longitudinal seperation minimum dan digunakan guna memperoleh efisiensi operasional pada oceanic dan remote area dimana kemampuan navigasi terbatas dan sesuai untuk struktur rute asia pacific.

RNP 12,6

Diterapkan pada remote area dengan fasilitas navigasi yang terbatas.

RNP 20

Digunakan dalam ruang udara yang dilewati pesawat dengan tingkat performa navigasi yang rendah.

Arti dari 1, 4, 10, 12.6, dan 20 adalah bahwa metode navigasi tersebut maksimal toleransi yang diperbolehkan tidak lebih dari 1,4,10, 12.6 dan 20 dari rute yang sebenarnya dari 95 % segmen penerbangannya.

RNP10 Separation

The Separation standards applicable for use by RNP10 approved aircraft within RNP10 airspace

  • Longitudinal : XX (Regional or State)

10 MINUTES

MACH NUMBER TECHNIQUE)

  • Lateral : 50 NM
  • Vertical : 2000 feet
  • Conditions : Both aircraft comply with RNP10 or better and are within RNP10

airspace

RNP10 Approval

RNP Approval dikeluarkan oleh :

Negara pemberi register or

Negara operator

RNP Approval ditunjukkan pada baris 10a

Pada Flight plan dengan menggunakan huruf ‘R’.

Penerapan RNP 10

Persiapan operasional dalam penerapan RNP 10

  • Penentuan ATS ROUTE
  • Pelatihan (Training)

- pelatihan untuk Flight crew

- pelatihan untuk ATC

  • Prosedur alternatif
  • Prosedur komunikasi

Airspace Requirement

  • Karakteristik ruang udara

Dalam Doc.9613-AN/937 dikatakan bahwa RNP dapat diterapkan pada jalur penerbangan tetap maupun jalur kontingensinya

  • RNP Area

RNP dapat diterapkan dalam suatu wilayah ruang udara dimana pemerintah dapat menentukan sendiri jenis RNP yang akan diterapkan didalamnya

  • Keandalan Fasilitas Navigasi

tersedianya fasilitas navigasi berupa VOR, DME dan NDB pada suatu wilayah ruang udara tertentu dapat menunjang keakurasian pesawat dalam menentukan posisinya

Aircraft Requirement

  • LORAN-C
  • VOR/DME
  • INS

Penentuan ATS Route

Penentuan ATS route yang akan dijadikan sebagai RNP 10 adalah ATS route yang mempunyai kepadatan lalu lintas udara paling tinggi yang diukur berdasarkan pengamatan atau survey

Pelatihan (Training)

  • Pelatihan untuk flight crew

- pengetahuan tentang penerapan RNP

- pemahaman tentang peralatan

- batasan-batasan dalam pengoperasian peralatan

- memperhatikan pemberian laporan posisi yang dibutuhkan ATC

- Memahami contigency procedure

  • Pelatihan Untuk ATC

- potensial penyimpangan dalam jenis RNP tertentu dalam sektor yang sama

- transisi antara jenis RNP pada area yang berbeda

- procedure radio telepony

- mempredeksi adanya konflik dan penanggulangan selama berada dalam jalur

penerbangan yang tidak dinyatakan sebagai RNP

Prosedur Alternatif

  • Dalam keadaan fasilitas RNP di udara tidak berfungsi dan menjadikan ia tidak layak terbang dengan RNP maka penerbang harus mengirimkan berita tenteng pembatalan status RNPnya. Kemudian diikuti dengan penyampaian secara lisan kepada ATC nya.
  • Dalam kondisi ini maka hal yang dilakukan mengacu pada prosedur emergency.
Prosedur komunikasi
  • Dalam penerapan RNP 10 tidak ada hal khusus dalan penggunaan Phraseology yang dipergunakan dalam komunikasi antara ATC dan penerbang. Phraseology tetap mengacu pada DOC.4444/ATM

Senin, 14 April 2008

Deskripsi Umum Pelayanan Pemanduan Lalu Lintas Udara


Menurut Kotler (1994) mendefinisikan pelayanan adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan orang lain (konsumen, pelanggan, tamu, klien, pasien, penumpang dan lain-lain) yang tingkat pemuasannya hanya dapat dirasakan oleh orang yang melayani maupun yang dilayani (Endar : 2002).

Pada prinsipnya, pelayanan lalu lintas udara dilaksanakan agar tercipta operasi penerbangan yang aman, lancar, teratur dan efisien.

Ada lima tujuan dari pelayanan lalu lintas udara (five objectives of air traffic services) yaitu :

a. Mencegah tabrakan antar pesawat di udara.

b. Mencegah tabrakan antara pesawat di daerah pergerakan dengan halangan.

c. Mempertahankan keteraturan dan kelancaran arus lalu lintas penerbangan.

d. Memberi saran dan informasi yang bermanfaat untuk keselamatan dan efisiensi bagi penerbangan.

e. Memberitahukan instansi yang berkaitan dengan pesawat yang membutuhkan pertolongan unit SAR (Search and Rescue) dan membantu instansi tersebut, apabila diperlukan.

Hal tersebut di atas sesuai dengan penjelasan pada Annex 11 ICAO : 1998.

Pelayanan yang diberikan oleh petugas pemandu lalu lintas udara terdiri dari tiga layanan, yaitu :

a. Pelayanan Lalu Lintas Udara Terkontrol (Air Traffic Control Service), terbagi menjadi tiga bagian yaitu :

1) Area Control Service

Pelayanan yang diberikan kepada penerbang yang sudah menjelajah (en-route flight) terutama yang termasuk penerbangan terkontrol (controlled flights). Unit yang memberikan pelayanan ini disebut Area Control Centre (ACC).

2) Approach control service

Pelayanan yang diberikan kepada pesawat yang berada di ruang udara sekitar bandara baik yang sedang melakukan pendekatan maupun yang baru berangkat, terutama bagi penerbangan yang beroperasi terbang instrumen yaitu penerbangan yang mengikuti aturan penerbangan instrumen atau dikenal dengan Instrument Flight Rule (IFR). Unit yang memberikan pelayanan ini disebut Approach Control Office (APP).

3) Aerodrome Control Service

Pelayanan yang diberikan kepada pesawat yang berada di bandara dan sekitarnya (vicinity of aerodrome), yang dilakukan di menara pengawas (Control Tower). Unit yang memberikan pelayanan ini disebut Aerodrome Control Tower (ADC).

b. Pelayanan Informasi Penerbangan (Flight Information Service)

Flight Information Service adalah pelayanan yang dilakukan dengan memberikan saran dan informasi yang bermanfaat untuk keselamatan dan efisiensi bagi penerbangan.

c. Alerting Service

Alerting Service adalah pelayanan yang dilakukan dengan memberitahukan instansi terkait dengan pesawat yang membutuhkan pertolongan Search and Rescue Unit dan mem-bantu instansi tersebut, apabila diperlukan.

Flight Information Service dan Alerting Service diberikan oleh :

1) Di dalam Flight Information Region oleh Flight Information Centre (FIC), kecuali jika tanggung jawab tersebut diserahkan kepada unit Air Traffic Control yang memiliki fasilitas untuk itu.

2) Di dalam Controlled Airspace oleh unit Air Traffic Control yang terkait yaitu jika di Control Zone oleh Approach Control Office, jika di Control Area oleh Area Control Centre dan jika di vicinity of controlled aerodrome oleh Aerodrome Control Tower.


Dalam menjalankan tugas pemanduan lalu lintas udara, terdapat berbagai prosedur dan peraturan. Prosedur dan peraturan tersebut telah ditentukan dalam bentuk aturan baku, baik secara internasional maupun nasional.

Untuk peraturan dan prosedur internasional dikeluarkan oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization/ICAO) berupa buku-buku aturan (annexes) dan buku-buku petunjuk (manual) dalam bentuk baku (standard) dan anjuran (recommended).

Sesuai aturan pada Doc. 4444 Air Traffic Management 2001 ICAO mengenai prosedur pemisahan jarak antar pesawat, berikut ini ketentuan-ketentuannya yaitu :

a. Pemisahan secara vertikal

1) Jarak 1000 kaki, jika kedua pesawat berada di bawah ketinggian 29.000 kaki (FL 290).

2) Jarak 2000 kaki, jika penerbangan di atas ketinggian 29.000 kaki (FL 290).

3) Di dalam wilayah tertentu, berdasarkan perjanjian navigasi udara regional, separasi vertikal 1000 kaki boleh diterapkan sampai pada ketinggian 41.000 kaki (FL 410) dengan persyaratan yang ketat dan diatur tersendiri di dalam dokumen 9574 (Manual on Implementation of a 300 m (1000 feet) Vertical Separation Minimum between F290 and F410 Inclusive).

b. Pemisahan secara horisontal, terbagi dalam dua bagian :

1) Pemisahan secara longitudinal

Yaitu jarak pemisah antar pesawat pada ketinggian sama dan jalur sama (same track) atau jalur yang berpotongan (crossing track) atau reciprocal track.

a). 15 menit jika kedua pesawat tidak mengikuti panduan alat navigasi di darat.

b). 10 menit jika kedua pesawat mengikuti panduan alat navigasi dari dan secara bersamaan.

2) Pemisahan secara lateral

Yaitu jarak pemisahan antar pesawat yang menggunakan alat bantu navigasi yang sama, terbagi dalam beberapa jenis alat bantu navigasi di darat antara lain :

a). Jika pesawat menggunakan Very High Frequency Omni Range (VOR) yakni 15o bila kedua pesawat berada dalam 15 nautical miles (NM) dari VOR.

b). Jika pesawat menggunakan Non Directional Beacon (NDB) maka jarak pemisahan yang digunakan adalah 30o jika kedua pesawat berada dalam 15 NM dari NDB.

c). Jika pesawat menggunakan Dead Reckoning (DR) maka jarak pemisahan yang digunakan adalah 45o jika kedua pesawat berada dalam15 NM dari titik potong tersebut.

Kondisi dunia penerbangan saat ini mengalami perkembangan, yang ditandai dengan bertambahnya perusahaan penerbangan dan jumlah armada. Sehingga berakibat pada bertambahnya jumlah pergerakan pesawat yang mengakibatkan kepadatan lalu lintas udara.

Secara umum, kepadatan lalu lintas udara terjadi disebabkan karena jumlah lalu lintas udara meningkat atau kapasitas sistem pemanduan lalu lintas udara menurun. Hal ini dapat menimbulkan ketidak-lancaran dan ketidak-efisienan arus lalu lintas udara.

Untuk itu harus dilakukan usaha penyelesaian yaitu dengan meningkatkan kapasitas sistem pemanduan lalu lintas udara. Salah satu usahanya adalah dengan melakukan pemasangan peralatan radar. Sehingga dalam pelayanan lalu lintas udara menggunakan prosedur radar .

Prosedur pemisahan jarak minimum antar pesawat secara horizontal dengan menggunakan radar adalah :

a. Jarak antar pesawat adalah 5 NM.

b. Jarak antar pesawat adalah 3 NM ketika peralatan radar memenuhi syarat.

c. Jarak antar pesawat adalah 2,5 NM untuk antar pesawat yang berada pada final approach track di dalam 10 NM dari ujung landasan (the end of runway).

d. Berdasarkan turbulasi (wake turbulence), pemisahan jarak minimumnya sebagai berikut :

Ketegori pesawat

Pemisahan jarak minimum

Pesawat posisi depan

Pesawat posisi di belakang

Pesawat berat

(heavy aircraft)

Pesawat berat (heavy)

Pesawat menengah (medium)

Pesawat ringan (light)

4.0 NM

5.0 NM

6.0 NM

Pesawat menengah (medium aircraft)

Pesawat ringan (light)

5.0 NM

Tujuan pemberian pelayanan radar dalam pemanduan lalu lintas penerbangan antara lain :

a. Meningkatkan pemanfaatan ruang udara (airspace utilization) :

Di dalam pelayanan non-radar di wilayah ACC maka pesawat harus terbang pada jalur penerbangan yang terbatas jumlahnya dan pengaturan pesawat dilakukan secara linier sedangkan di dalam pelayanan radar pesawat tidak terikat oleh jalur penerbangan dan boleh disimpangkan (radar navigation) untuk memperoleh jalur terpendek/terdekat sehingga pesawat dapat diatur secara menyebar atau sejajar.

b. Mengurangi pemisahan jarak minimum (separation minima), sehingga semakin banyak pesawat yang ditampung.

c. Memandu pesawat melalui rute langsung (mengurangi waktu terbang dan biaya operasi) :

Di dalam pelayanan non-radar pesawat dipandu secara ketat agar tidak keluar jalur (karena lebar aman air traffic service route hanya 5-10 NM dari as jalur) maka di dalam pelayanan radar pesawat dapat diarahkan langsung ke titik tujuan (radar navigation) sehingga jarak yang harus ditempuh bisa lebih pendek dan pada akhirnya adalah lebih efisien.

d. Mengurangi beban kerja petugas pemandu lalu lintas udara.

e. Meningkatkan keselamatan lalu lintas udara melalui acuan penglihatan (visual) .

Keuntungan pemberian pelayanan lalu lintas udara dengan menggunakan radar antara lain :

a. Menjaga kewaspadaan atau pengawasan dengan informasi posisi yang lengkap.

b. Memberikan arahan atau panduan (vector) untuk pemisahan, bantuan bernavigasi, mempercepat keberangkatan, melalui jarak terpendek (jalan pintas/potong kompas) dan approach radar.

c. Membantu dalam memberikan informasi lalu lintas udara, menggambarkan posisi pesawat dalam kondisi darurat (plotting emergency condition), menghindari cuaca jelek, dan lain-lain.

Dalam pelaksanaan suatu layanan, tidak menutup kemungkinan terjadi suatu hambatan untuk mewujudkan layanan yang sesuai tujuan. Oleh sebab itu, perlu adanya perencanaan untuk penanganan hal-hal yang tidak diinginkan tersebut. Hal ini juga harus diterapkan dalam pelaksanaan pelayanan lalu lintas udara.

Sesuai dengan pernyataan dalam Doc.9426 Air Traffic Services Planning Manual 1984 ICAO yang dalam bahasa Indonesia disebutkan bahwa : adanya kemungkinan terjadi gangguan dalam pelaksanaan pelayanan lalu lintas udara mengakibatkan pihak yang berwenang (authority) harus menentukan contingency planning. Tujuan dari contingency planning adalah untuk membantu menyediakan arus lalu lintas udara yang aman dan teratur ketika terjadi gangguan dalam pelaksanaan pelayanan lalu lintas udara, hal ini berhubungan dengan pelayanan pendukung dan tentang pemeliharaan kegunaan jalur penerbangan di dalam sistem transportasi udara.

Contingency plan yang diharapkan adalah dapat memberikan alternatif penggunaan fasilitas dan pelayanan lain, pada saat fasilitas dan pelayanan utamanya tidak dapat digunakan dalam sementara waktu, hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Doc. 9426 ICAO : 1984.

Salah satu contoh contingency planning adalah prosedur penanganan apabila terjadi kerusakan total pada peralatan, sesuai ketentuan dalam Doc.4444 Air Traffic Management 2001, ICAO yang menyatakan bahwa : apabila terjadi kerusakan total pada peralatan radar tetapi komunikasi antara stasiun darat dengan pesawat berjalan lancar, maka radar controller harus :

a. Menggambarkan posisi semua pesawat yang telah diidentifikasi, dan bersama dengan non-radar controller menerapkan pemisahan jarak non- radar jika memungkinkan.

b. Meminta non-radar controller untuk mengambil alih pengontrolan terhadap lalu lintas udara.

c. Memerintahkan pesawat untuk berkomunikasi dengan non-radar controller untuk petunjuk selanjutnya.

Jumat, 21 Maret 2008

Pandangan Dalam Mensikapi Kepemimpinan ATC Indonesia


Komitmen yang saya coba bangun dalam mewujudkan cita-cita ATC Indonesia yang cerdas, mapan dan berwibawa adalah upaya perwujudan pribadi maupun bagian dari organisasi melalui upaya mikro di lingkungan edukasi. Pembelajaran adalah jamu paling mujarab dalam pengkondisian evolusi sosial menuju cita-cita yang telah disepakati.

Tulisan sederhana bertajuk Pandangan Dalam Mensikapi Kepemimpinan ATC Indonesia ini diawali oleh suatu pemikiran berupa pertanyaan sangat sederhana dari salah satu student imajener "kesayangan" yang saya nilai cukup kritis dalam memandang wacana publik ATC Indonesia. Pertanyaannya sebagai berikut:

"Mas, di tengah-tengah eforia dan keyakinan akan pentingnya Sistem ATC Indonesia dalam turut serta menuju cita-cita road map to zero accident dan pelayanan transportasi yang mencirikan pola service, safety dan security serta compliance yang unggul, kok tidak banyak (baca: secara fisika biasanya kalau terlalu sedikit bisa dianggap diabaikan) yang muncul tokoh-tokoh penting dari unsur ATC Indonesia. Sederhanya, tokoh-tokoh yang biasanya di lingkungan ATC sendiri itu seolah-olah super hero, ternyata jarang juga tampak di lingkup penerbangan nasional apalagi internasional sebagai bagian dari unsur pimpinan penting. Kalau di Film terdapat judul Ada apa dengan cinta? rasanya di ATC Indonesia : Ada apa dengan super hero kita ?"

Pertanyaan susulan lainnya kemudian sangat berpotensi untuk muncul :

1. Benarkah eforia dan keyakinan akan pentingnya Sistem ATC Indonesia dalam penerbangan sipil Indonesia hanyalah retorika belaka ?

2. Betapa "rendah hatinya" para super hero kita sehingga tidak ingin muncul ke permukaan ?

3. Benarkah super hero kita adalah super hero sejati selevel Gatot kaca di level nasional atau Superman dan Batman di level Internasional ?

4. Apakah sistem............... yang kita telah yakini ini telah berhasil menelurkan super hero sejati selevel Gatot kaca di level nasional atau Superman dan Batman di level Internasional, atau mereka sebenarnya muncul dengan sendirinya tanpa melalaui pola ke ATC an Indonesia.

dan seterusnya-seterusnya....

Latar belakang di atas tadi sebenarnya tidak sangat ilmiah untuk dijadikan sebagai perdebatan dalam diskusi ilmiah model apa pun. Tapi...dengan kerendahan hati saya berupaya menyusun kata demi kata sehingga hipotesa ini agak pantas.

Saya sebenarnya terlalu ....... dalam menyusun kritisi ini. Budaya sosial hierarki kadang agak membelenggu saya. Tapi yang kita butuhkan saat ini adalah sistematic giant step untuk mencapai cita-cita berrsama. Tetap, santun merupakan ciri.

Saya agak ragu dengan perubahan yang mencirikan bottom up dari pada top down. Mungkin pemikiran top down ini biasanya cepat prosesnya. Apapun itu fungsi kepemimpinan merupakan fungsi penting dalam MSDM.

Fenomena terkini di lingkup ATC Indonesia kini agak surprising buat saya adalah jumlah stok kader kepemimpinan nasional ATC yang secara kuantitas boleh dianggap sedikit (baca: seperti asumsi fisika). Parameternya antara lain adalah fenomena kepemimpinan di lingkup regulator maupun operator, atau mari kita coba hitung adakah ATC atau paling tidak bekas ATC Indonesia yang memiliki posisi greng, namun masih tahes dan mantap sehingga (saya tidak tahu pula bench mark nya apa) dapat dikategorikan sebagai kader kepemimpinan nasional ATC , dan setrusnya...dan seterusnya...banyak lagi parameter lainnya.

Benar kah kita telah secara serius menerpkan prinsip-prinsip MSDM modern sehingga masalah kaderisasi adalah masalah penting untuk dapat dijadikan pelajaran berharga yang segera dapat diimplementasikan ?

Saudara saudara, melalui tulisan ini saya berharap muncul pendapat pro dan kontra dan seterusnya. Perbedaan adalah dinamika dalam opini publik. Kerendahan hati dan kejujuran memandang adalah selimut hangat opini yang ingin kita kembangkan. Tanpa bertendensi saling meniadakan peran, saya mengajak melalui posting ini kita berusaha menjawab beberapa pertanyaan antara lain :

1. Bagaimana publik menilai pola kepemimpinan ATC Indonesia saat ini ?

2. Kader kepemimpinan ATC bagaimana yang diinginkan publik ?

3.Bagaimana mewujudkan pola kaderisasi yang ideal, sehingga kira-kira dalam 10-15 tahun akan muncul tokoh ATC Indonesia yang akan sering muncul sebagai trend setter dan salah satu unsur pimpinan panutan di lingkup penerbangan sipil nasional maupun internasional?

4. Pertanyaan terkait lainnnya?????

Nah, bagaimana kritisi saudara. Ditunggu comment-nya.