Tampilkan postingan dengan label safety. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label safety. Tampilkan semua postingan

Rabu, 12 Oktober 2011

ATS Safety & Contingency

Tujuan dari Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan yang tersurat dalam Undang-Undang No.1 tahun 2009 pasal 278 sebagai berikut : “ Pelayanan lalu lintas penerbangan mempunyai tujuan : a) mencegah terjadinya tabrakan antar pesawat udara di udara; b) mencegah terjadinya tabrakan antar pesawat udara atau pesawat udara dengan halangan (obstacle) di daerah manuver (manouvering area); c) memperlancar dan menjaga keteraturan arus lalu lintas penerbangan; d) memberikan petunjuk dan informasi yang berguna untuk keselamatan dan efisiensi penerbangan; dan e) memberikan notifikasi kepada organisasi terkait untuk bantuan pencarian dan pertolongan (search and rescue).” Indonesia adalah salah satu anggota Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization / ICAO), yang mensyaratkan kepada setiap negara anggotanya untuk selalu konsekuen melaksanakan isi dari Konvensi Chicago pada tahun 1944 yang dituangkan ke dalam Annexes dan Documents. ICAO di dalam Dokumen 9426 ATS Planning Manual Chapter II Paragraf 1.3.3.1 menyebutkan “The state(s) responsible for providing air traffic service and related supporting services in particular portions of air service is (are) also responsible, in the event of disruption or potential disruption of these service, for instituiting measure to ensure the safety of international civil aviation operations and, where possible for making provision for alternative facilities and services”. Dari kalimat di atas jelas dinyatakan bahwa ICAO meminta pada suatu negara yang memberikan pelayanan lalu lintas penerbangan untuk bertanggung jawab jika pelayanan tersebut terganggu ataupun mempunyai potensi akan terganggu. Tanggung jawab tersebut bisa diwujudkan dengan membuat fasilitas dan layanan alternatif. Dalam pembuatan Contingency Plan, ICAO mensyaratkan di dalam Dokumen 9426 Paragraf I.3.5.1 “A contingency plan must be acceptable to providers and users of contingency services alike, i.e. in terms of the ability of the providers to discharge the functions assigned to them and in terms of safety of operations and traffic handling capacity provided by the plan in the circumstances.” Terjemahan bebas dari kalimat di atas adalah “Sebuah contingency plan haruslah dapat diterima oleh para penyedia layanan lalu lintas udara dan juga pengguna dari contingency plan tersebut dalam hal ini perusahaan penerbangan. Selain itu contingency plan tersebut juga harus memperhitungkan kemampuan dari penyedia layanan lalu lintas penerbangan yang diberikan tugas dalam contingency plan dalam menjalankan fungsinya terhadap keselamatan operasional penerbangan dan kemampuan dalam menangani tambahan traffic. Penambahan traffic ini haruslah sesuai dengan kapasitas yang telah ditetapkan oleh penyedia lalu lintas penerbangan tersebut. Dalam Annex 11 – Air Traffic Services halaman 2-11 menyatakan bahwa program manajemen keselamatan pelayanan lalu lintas penerbangan (ATS Safety) harus : a) Mengidentifikasi kenyataan yang ada di lapangan dan potensi bahaya serta menentukan tindakan yang benar bila diperlukan. b) Menjamin tindakan yang diambil guna tetap menjaga keselamatan lalu lintas penerbangan. c) Selalu memonitor dan tetap menilai mutu keselamatan yang dicapai. Jika telah mengidentifikasi suatu bahaya maka manajemen harus mengambil tindakan yang tepat untuk menjamin keselamatan lalu lintas penerbangan. Saat ini Indonesia mempunyai potensi bahaya gempa bumi yang besar di mana sampai saat ini tidak dapat diketahui kapan akan terjadi dan menurut para ahli gempa besar tersebut pasti akan terjadi. Kunci keberhasilan manajemen keselamatan sebagaimana disimpulkan dalam ICAO Circular 247- AN/248 : Human Factors, Management and Organization (halaman 44) terletak pada kemampuan organisasi dalam mengidentifikasi dan mengelola latent failures sehingga tidak berujung pada incident / accident. Oleh karena itu manajemen pelayanan lalu lintas udara diharapkan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk selalu dapat mampu mengidentifikasi dan mengelola bahaya atau ancaman terhadap keselamatan lalu lintas penerbangan.

Selasa, 15 April 2008

ADALAH FARDHU AIN MENSEGERAKAN INTEGRASI SAFETY MANGEMENT SYSTEM DALAM PENYELENGARAAN JASA KEBANDARUDARAAN DAN NAVIGASI PENERBANGAN



Menciptakan keselamatan, keamanan, dan kelancaran lalu lintas udara telah menjadi komitmen bersama dari setiap pelaku usaha industri penerbangan. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya berbagai upaya dari komunitas penerbangan dunia yang semakin memfokuskan permasalahan pada faktor keselamatan penerbangan. Kecenderungan ini menjadi sangat serius sejalan dengan adanya indikasi kerentanan dari sejumlah elemen, termasuk tren tingkat kecelakaan penerbangan, implikasi perkembangan teknologi penerbangan, tuntutan efisiensi dan lingkungan hidup, termasuk juga yang terjadi dalam organisasi penyelenggara jasa penerbangan.

Kecelakaan pesawat udara tidak dapat dicegah, betapapun canggihnya teknologi penerbangan kecelakaan pesawat udara bisa terjadi di belahan dunia manapun dan tidak memilih di negara kaya atau miskin. Usaha yang bisa dilakukan adalah berupaya untuk memperkecil jumlah kejadian kecelakaan pesawat udara dan bila mungkin menghilangkannya sama sekali (zero accident). Mengacu pada berbagai peristiwa kecelakaan pesawat udara yang semakin sering terjadi pada akhir-akhir ini, merupakan fakta nyata adanya pengabaian faktor keselamatan penerbangan yang dapat dijadikan suatu pelajaran tidak ternilai harganya. Peristiwa tersebut telah menyeret pimpinan instansi tertentu ke dalam suatu penyelesaian yang sangat panjang dan tidak pasti kapan berakhir serta membuat semua pihak yang terlibat di dalamnya harus berfikir lebih bijaksana dan harus bisa introspeksi diri agar dapat menyeimbangkan antara kepentingan keselamatan penerbangan dengan kepentingan komersial, sosial, maupun politis, sesuai dengan yang telah disyaratkan oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization / ICAO), kepada setiap negara anggotanya sebagai konsekuensi dari Konvensi Chicago pada tahun 1994.

Mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 (pasal 30 ayat 1 dan 2) tentang penerbangan, dinyatakan bahwa :

“Setiap penyelenggara bandar udara bertanggung jawab terhadap keamanan dan keselamatan serta kelancaran pelayanannya, tanggung jawab terhadap keamanan dan keselamatan penerbangan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah”.

Terkait dengan pihak-pihak yang terlibat langsung dalam keikutsertaannya mengawal keselamatan penerbangan, operator penyelenggara dan pengelola jasa bandar udara serta pelayanan lalu lintas udara, juga harus ikut berperanserta secara aktif dan berkewajiban untuk melaksanakan semua peraturan keselamatan penerbangan yang berlaku.

Sejalan dengan peningkatan pegerakan jumlah lalu lintas udara, diduga disebabkan pada saat itu peranan Safety Management System belum diketahui serta belum optimal diterapkan bagi seluruh pemandu lalu lintas udara, sehingga berakibat mempengaruhi peningkatan pelayanan keselamatan lalu lintas udara yang diberikan.

Pelayanan lalu lintas udara dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu pelayanan pemandu lalu lintas udara yang terdiri dari Aerodrome Control Service (TWR), Approach Control Service (APP) dan Area Control Service (ACC); pelayanan informasi penerbangan (Flight Information Service); dan pelayanan keadaan darurat (Alerting Service).

Dalam pemberian pelayanan lalu lintas udara semua kegiatan harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab dan sesuai dengan prosedur dan peraturan yang berlaku. Tujuan pelayanan lalu lintas udara adalah menjamin agar terciptanya suatu keselamatan, kelancaran, kecepatan, keteraturan, dan efisiensi bagi lalu lintas udara yang beroperasi di dalam wilayah tanggung jawabnya.

Tugas pemandu lalu lintas udara (Air Traffic Control / ATC) adalah memberikan pelayanan pemanduan lalu lintas udara kepada pesawat udara yang bergerak di bandar udara, sekitar bandar udara dan ruang udara yang dipandunya. Setiap pemandu lalu lintas udara dituntut untuk setiap saat mampu melaksanakan pekerjaannya dengan baik, karena kesalahan kecil yang dilakukan bisa menimbulkan akibat yang besar. Seperti ungkapan “The sky is vast but there is no room for error”, yang berarti angkasa atau langit itu luas namun tidak boleh ada ruang untuk kesalahan.

Berbagai macam permasalahan telah tejadi dan akan tersus dihadapi dalam rangka melaksanakan pelayanan pada Bidang Operasi Pelayanan Lalu Lintas Udara. Bidang tersebut selalu mendorong adanya upaya peningkatan pelayanan pemandu lalu lintas udara di segala bidang. Dalam rangka pencapaian tujuan peningkatan pelayanan pemandu lalu lintas udara, maka segenap sumber daya harus disertai jaminan akan harapan tercapainya proses pemberian pelayanan lalu lintas udara yang aman, nyaman, lancar dan efisien.

Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization / ICAO), secara jelas telah menegaskan tentang keutamaan menata faktor keselamatan dalam dokumen ICAO Doc 9859 AN / 460 Safety Management Manual, ICAO Doc 9774 Chapter 3D.4, Annex 11 section 2.26, Annex 14 Paragraph 1.3.4, PANS-ATM Doc 4444 Chapter 2, dan dalam Manual on Safety Management for Aerodromes and Air Traffic Services (AN-Conf/11-IP/9). Ketentuan ini telah mengharuskan penyelenggara jasa bandar udara dan lalu lintas udara untuk menerapkan program Safety Management System yang sistematis dan sesuai kebutuhan untuk menjamin bahwa sistem pelayanan jasa penerbangan memenuhi tingkat keselamatan yang selayaknya.

Keselamatan atau safety dalam pandangan publik berarti suatu kondisi sebagai hasil dari upaya pencegahan terhadap munculnya hal-hal yang tidak dapat ditolelir, yang merupakan sesuatu kejadian yang tidak direncanakan yang dapat mengakibatkan konsekuensi yang tidak diinginkan.

Safety Management System adalah suatu proses yang dilakukan oleh organisasi penyedia jasa penerbangan dalam upaya menjamin bahwa semua aspek keselamatan dalam penyediaan jasa tersebut telah ditata secara tepat. Proses ini mencakup : penentuan dan pelaksanaan kebijakan perusahaan terhadap keselamatan, adanya alat mengukur tingkat pencapaian faktor keselamatan, dan adanya mekanisme yang mengatur upaya perbaikan defisiensi sistem. Dalam hal ini, Safety Management System harus dapat menata keseluruhan aspek yang mempengaruhi keselamatan dalam penyediaan jasa bandar udara dan navigasi udara yang mencakup manusia, prosedur, alat, informasi, infrastuktur, organisasi dan unsur atau pihak ketiga.

Sedikitnya terdapat 5 (lima) konsep utama Safety Management System yaitu : harus dimulai dari komitmen pimpinan puncak, implementasi keseluruh lapisan dan jajaran dalam organisasi, tanggung jawab faktor keselamatan terletak pada setiap kepala satuan organisasi dan personil, mengutamakan pencegahan dengan pendekatan proaktif dan reaktif, dan secara berkelanjutan memperbaiki defisiensi yang ada dalam sistem.

Fenomena yang terjadi sebelum pada hampir sebagian operator penyedia jasa kebandarudaraan dan mavigasi penerbangan selama ini, yaitu adanya sejumlah proses yang telah terencana dan terprogram namun belum terintegrasi dengan proses lainnya, sehingga keberhasilan dan evaluasi pencapaian tujuan dilakukan secara parsial atau sendiri-sendiri.

Beberapa hal yang selama ini belum diatur yaitu : adanya komitmen formal tentang safety (keselamatan), adanya ketentuan yang mengatur agar semua kondisi yang berpotensi menimbulkan masalah safety dilaporkan dan ditangani tepat waktu, adanya metode penanganan dan pengendalian resiko keselamatan, adanya proses pengevaluasi sistematis terhadap hasil pembenahan masalah terkait dengan safety.