MenurutAnnex 6 part III section general Heliport diartikan sebagai “Suatu bagian dari Aerodrome dalam struktur yang di tentukan yang digunakan keseluruhan atau sebagian untuk kedatangan keberangkatan dan untuk pergerakan helicopter didarat”.
Heliport merupakan bandara kecil yang hanya cocok digunakan oleh helikopter ,heliport biasanya berisi satu atau lebih helipads dan mungkin mempunyai fasilitas terbatas seperti bahan bakar, penerangan ,windsock ,marshalling dan bahkan hanggar. Di antara fasilitas heliport terdapat helipad dan marshalling . Menurut Annex 6 Aircraft Operation part IIIHeliport operasi minimum dan batas kegunaan dari heliport yaitu :
a.Keberangkatan dijelaskan dalamhaljarak pandangpada runway atau jarak pandang dan kondisiawan jika diperlukan.
b.Pendaratan dalam pendekatan presisi dijelaskan pada jarak pandang atau jarak pandang pada runway dan altitude/ketinggian (DA/H) yang di tetapkan sesuai dengan kategori operasi pendaratan.
c.Pemanduan pendekatan pendaratan secara vertikal dijelaskan pada jarak pandang atau jarak pandang pada runway dan altitude/height(ketinggian) (DA/H).
d.Pendaratan diluar pendekatan presisi dijelaskan dalam hal jarak pandang atau jarak pandang pada runway dan penurunan pada ketinggian minimum, (MDA/H) dan kondisi awan jika diperlukan.
Helipad adalah suatu area landasan pendaratan untuk helikopter. Meskipun demikian helikopter juga dapat mendarat dimanapun daerah yang datar, suatu helipad dibuat dengan mengeraskan suatu permukaan yang jauh dari rintangan sehingga helikopter dapat mendarat. helipad pada umumnya di bangun dari beton dan ditandai dengan suatu lingkaran atau suatu huruf“H” agar kelihatan dari udara, helipad selain terdapat di dalam heliport boleh juga di bangun atau ditempatkan jauh dari fasilitas bandar udara .sebagai contoh dalah di bangun di atas atap rumah sakit untuk keperluan madevacs(medical evacuations). Helipad tidak selalu dibangun dari beton, kadang kadang pemandu kebakaran hutan membuat helipads temporer dari kayu. Disini penulis membahas ground handling Heli Super Puma, karena super puma adalah tipe heli terbesar yang ada di Indonesia. Persyaratan fisik helipad adalah :
1.Helipad dapat menahan beban dinamis minimal 2,5 (Dua Setengah) kali dari berat maximum helicopter terbesar.
2.Kawasan Approach area untuk penerbangan visual ditentukan dengan kemiringan 8% arah keatas dan keluar dimuka dari tepi ujung FATO sampai jarak mendatar minimum 250 m.
3.Kawasan Approach area untuk penerbangan instrument ditentukan dengan kemiringan 3.3% arah keatas dan keluar dimuka dari tepi ujung FATO sampai jarak mendatar minimum 250 m.
Marshaling adalah pemanduan parking pesawat, sedangkan marshaller adalah orang yang bertugas memarkir pesawat. Dimanaprosedur marshalling signal terdapat dalam Annex 2 Rules OF The Air.
Menurut Kamus Hukum dan regulasi Penerbangan edisi pertama karangan DR.H.K Martono, SH.,L.L.M (2009)
1. Komunikasi adalah suatu sistem dan proses menggunakan pengiriman dan penerimaan informasi, biasanya menggunakan gelombang radio dan system yang berkaitan dengan itu; dalam dunia penerbangan penyebaran informasi penerbangan melalui komunikasi sangat penting untuk menjamin keselamatan penerbangan.
2. komunikasi radio (radio communications) adalah setiakomunikasi yang menggunakan gelombang hertz.
3.komunikasi administrative penerbangan(aeronautical administrative communications) adalah komunikasi yang digunakan untuk operasi penerbangan yang berkenaan dengan aspek bisnis pengoperasian penerbangan dan transportasinya.Komunikasi ini digunakan untuk berbagai aktivitas seperti penerbangan dengan transportasi darat, pembukuan, pengaturan awak pesawat udara dan pesawat udara dan keperluan logistic lainnya untuk menjamin effesiensi seluruh kegiatan penerbangan (Annex 10 /III)
Walaupun komunikasi sudah dipelajari sejak lama dan termasuk “barang antik”, topik ini menjadi penting khususnya pada abad 20 karena pertumbuhan komunikasi digambarkan sebagai “penemuan yang revolusioner”, hal ini dikarenakan peningkatan teknologi komunikasi yang pesat seperti radio. Televisi, telepon, satelit dan jaringan komuter seiring dengan industiralisasi bidang usaha yang besar dan politik yang mendunia. Komunikasi dalam tingkat akademi mungkin telah memiliki departemen sendiri dimana komunikasi dibagi-bagi menjadi komunikasi masa, komunikasi bagi pembawa acara, humas dan lainnya, namun subyeknya akan tetap. Pekerjaan dalam komunikasi mencerminkan keberagaman komunikasi itu sendiri.
Komponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar komunikasi bisa berlangsung dengan baik. Menurut Laswell(Wikipedia;2010) komponen-komponen komunikasi adalah:
1.Pengirim atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lain.
2.Pesan (message) adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak kepada pihak lain.
3.Saluran (channel) adalah media dimana pesan disampaikan kepada komunikan. Dalam komunikasi antar-pribadi (tatap muka) saluran dapat berupa udara yang mengalirkan getaran nada/suara.
4.Penerima atau komunikate (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari pihak lain
5.Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi pesan yang disampaikannya.
6.Aturan yang disepakati para pelaku komunikasi tentang bagaimana komunikasi itu akan dijalankan ("Protokol")
Masih menurut Wikipedia, Proses komunikasi secara ringkas, proses berlangsungnya komunikasi bisa digambarkan seperti beriku :
“Komunikator (sender) yang mempunyai maksud berkomunikasi dengan orang lain mengirimkan suatu pesan kepada orang yang dimaksud. Pesan yang disampaikan itu bisa berupa informasi dalam bentuk bahasa ataupun lewat simbol-simbol yang bisa dimengerti kedua pihak.
1. Pesan (message) itu disampaikan atau dibawa melalui suatu media atau saluran baik secara langsung maupun tidak langsung. Contohnya berbicara langsung melalui telepon, surat, e-mail, atau media lainnya.
2.Media (channel) alat yang menjadi penyampai pesan dari komunikator ke komunikan
3.Komunikan (receiver) menerima pesan yang disampaikan dan menerjemahkan isi pesan yang diterimanya ke dalam bahasa yang dimengerti oleh komunikan itu sendiri.
4.Komunikan (receiver) memberikan umpan balik (feedback) atau tanggapan atas pesan yang dikirimkan kepadanya, apakah dia mengerti atau memahami pesan yang dimaksud oleh si pengirim
Menurut Kamus Hukum dan regulasi Penerbangan edisi pertama karangan DR.H.K Martono, SH.,L.L.M (2009) daerah pergerakan adalah :
(19) daerah pergerakan (movement) area adalah bagian dari suatu Bandar Udara yang digunakan untuk mendarat, lepas landas, dan taxiing pesawat udara yang terdiri dari daerah maneuver dan apron (SKEP/123/VI/99 yo Annex 4/ 7th edition)
Radio telephony menurut Doc 9432 –AN/925 (manual radio telephony) adalah komunikasi antara pilot dengan ground personil atau dengan yang lainnya digunakan untuk mengirimkan perintah informasi yang layak,penting dalam membantu keselamatan penerbangan dan kelancaran operasi penerbangan.
Dalam berbicara sering kali orang melakukan kesalahan. kesalahan ini terjadi ketika melakukan koreksi,pengulangan kesalahan, penyusunan kata dan salah pengucapan. Dalam hal ini penulis ingin menyampaikan penggunaan radio telephony dipangkalan udara halim perdanakusuma antara unit pemadam kebakaran dengan tower, dimana waktu penggunaan radio telephony saat ini yang digunakan pada saat anggota pemadam kebakaran ingin menyebrang runway harus contact tower untuk menghindari collision.
Handy Talky adalah pesawat penerima dan pemancar (transreceiver) yang bekerja pada frequensi VHF yang ditentukan dengan bentuk dan kemampuan daya pancar yang paling kecil dibandingkan dengan perangkat lainnya, dengan tujuan agar mudah dibawa dan dipergunakan sebagai komunikasi dilapangan(handheld),pesawat ini menggunakan battray sebagai sumber tenaganya dan dilengkapi dengan single charger untuk pengisian ulang batteray.
Penggunaanhandy talky sebagai sarana komunikasi antara pamadam kebakaran dengan toweryang beraktivitas sehari harinya di movement areasangatlah dimungkinkan, karena sarana ini sangat praktis dan tidak terkendala dengan signal ataupun cuaca dan penyampaian atau penerimaan berita tidak tertulisdan sanggat cepat dilakukan. untuk mendukung kinerja dari system komunikasi radio perlu perangkat lunak yaitusuatu standar prosedur penggunaan handy talky sebagai pedoman untuk mengatur tata caranya untuk mencapai hasil guna dalam daya guna serta keseragaman dalam menyelenggarakan komunikasi di lingkup bandar udara .
Movement area merupakan wilayah kewenangan dari Aerodrome Control Tower (Tower). Oleh karena itu untuk memasuki wilayah tersebut harus mendapat izin dari unit Tower. Ketentuan ini diatur dalam ICAO Document 4444 Air Traffic Management edisi kelimabelas tahun 2007, yaitu pada:
Chapter 7.5.3.2.1 The movement of pedestrians or vehicles on the movement area shall be subject to authorization by the aerodrome control tower, persons, including driver off all vehicles, shall be required to obtain authorization form the aerodrome control tower before entry to the movement area. Notwithstanding such an authorization, entry to a runway or runway strip or change in the operation authorized shall be subject to a further specific authorization by the aerodrome control tower.
All vehicles and pedestrians shall give priority to aircraft which are landing, taxiing or taking off, except that emergency vehicles proceeding to assistance of an aircraft in distress shall be afforded priority over all other surface movement traffic. In the latter case, all movement of surface traffic should, to the extent practicable, be halted until it is determined that the progress of the emergency vehicles will not be impeded.
Selain itu juga kewenangan yang diberikan Aerodrome Control Tower juga diatur dalam Annex 14 Aerodrome edisi ketiga tahun 2006 (8.8.1)yaitu:
A vehicle shall be operated on a movement area only as authorized by the Aerodrome Control Tower
KetentuanOperasi Di Movement Area (Daerah pergerakan)
Untuk beroperasi di movement area, terdapat ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi.
1.Orang dan kendaraan yang beroperasi di movement area harus dijauhkan dari pergerakan pesawat,
2.Kendaraan yang beroperasi di movement area harus dilengkapi dengan radio komunikasi atau ada perjanjian sebelumnya dengan unit Aerodrome Control (ADC)
Maksudnya adalah pada suatu controlled aerodrome, semua kendaraan yang beroperasi di movement area harus dilengkapi dengan radio komunikasi dua arah dengan Aerodrome Control Tower kecuali jika kendaraan tersebut beroperasi :
(a)Disertai dengan kendaraan lain yang dilengkapi dengan radio komunikasi dua arah, atau
(b)Ada perjanjian sebelumnya dengan Aerodrome Control Tower.
Selain dengan menggunakan komunikasi, dapat juga dengan menggunakan tanda yang dapat dilihat sesuai dengan ketentuan di dalam Annex 11 Air Traffic Services edisi ketigabelas tahun 2001 (6.3.1.1) yaitu :
Two way radiotelephony communication facilities shall be provided for aerodrome control service for the control of vehicles on the movement area, except where communication by a system of visual signal is deemed to be adequate.
Menurut KM 24 Tahun 2009 tentang radio komunikasi di movement area, “radio komunikasi (baik yang hand-held maupun yang dipasang di kendaraan yang dipergunakan penyelenggara Bandar udara”.Mewajibkan penyelenggara Bandar Udara menyediakan radio komunikasi dalam setiap kegiatan di movement area.
Prosedur Penggunaan Handy Talkie
Sebelum menggunakan Handy Talky para pengguna harus mengetahui tata cara dan prosedur penggunaan Handy Talkie di lingkup Bandar Udara Halim Perdanakusuma, agar tercipta keseragaman tata cara memanggil ataupun menjawab dan juga etika berbicara apabila menggunakan Handy Talky.
a)Sopan santun dalam berkomunikasi denganHandy Talky
b)Cara memanggil
1.Bila panggilan pertama tidak langsung dijawab, tunggu kurang lebih 5 detik baru panggil kembali.
2.Pada saat seseorang memanggil dan belum ada jawaban,jangan dimasuki panggilan dari station lain,yang seolah-olah menyerobot komunikasi orang lain.
3.Bila sampai 4 atau 5 kali panggilan tidak menjawab, hentikan panggilan untuk memberikan kesempatan kepada station yang lain berkomunikasi selanjutnya mencari informasi keberadaan station yang di panggil tersebut dengan menggunakan sarana komunikasi yang lain.
4.Bila tidak ada sarana komunikasi yang lain, pemanggilan dapat di ulangi lagi.
c)Cara menjawab
1.Apabila mendengar panggilan sesegera mungkin untuk di jawab.
2.Jawaban terhadap panggilan, hendaknya singkat dan sopan dengan tetap berpegang pada prosedur komunikasi.
3.Contoh menjawab panggilan:
-panggilan : ALPHA – BRAVO
-jawaban: BRAVO – ALPHA GO A HEAD
d)Cara berkomunikasi
1.Saat berbicara jarak HT ±2.5cm dari mulut dengan posisi tegak.
2.Tekan PTT selama ±2 detik baru berbicara dan segera lepas tombol PTT setelah selesai berbicara.
3.Lakukan komunikasi dengan tertib secara bergiliran dengan memperhatikan hierarki dan atau urgensi berita.
4.Gunakan kerahasiaan, hindarkan penyebutan nama, jabatan atau senioritas dalam percakapan, gunakan Callsign yang telah ditentukan.
5.Berbicara dengan singkat dan jelas.
6.Pada kata-kata yang meragukan perlu diulangi/dieja sesuai dengan ejaan radio telephonny.
7.Berbicara dengan menggunakan kecepatan sedang dengan irama yang baik.
8.Biasakan menggunakan sandi percakapan yang berlaku
Ground Handling berasal dari kata ground dan handling,ground artinya darat atau didarat sedangkan handling berasal dari kata dasar hand atau handle yang artinya tangan atau tangani, to handle berarti menangani atau melakukan suatu pekerjaan tertata dengan penuh kesadaran. Handling berarti penanganan atau pelayanan, sehingga pada banyak kesempatan kita sering menjumpai pemikiran kata ground service(pelayanan darat atau airport).
Jadi Ground Handling adalah suatu pelayanan atau penanganan terhadap para penumpang berikut bagasinya cargo pos dan peralatan pembantu pergerakan pesawat didarat dan selama berada di darat baik untuk kedatangan atau keberangkatan. Berdasarkan arti diatas kita dapat mengetahui ruang lingkup dan batas pelayanan ground handling yaitu pada fase atau tahap pre fligth dan post fligth yaitu penanganan penumpang dan pesawat selama berada di darat ,secara teknis operasional aktivitas ground handling dimulai pada saat pesawat taxi, mesin pesawat sudah dimatikan, roda pesawat sudah diganjal dan para penumpang sudah turun atau keluar dari pesawat.Ground Handling mencakup antara lain:
a.Prosedur keberangkatan dan kedatangan penumpang.
b.Prosedur keberangkatan dan kedatangan cargo/mail.
c.Prosedur keberangkatan dan kedatangan pesawat udara.
d.Lay out sebuah air port.
e.Membaca ABC Guide, Time Table, Travel InformationManual.
f.Cara menghitung flight time.
g.Cara memeriksa paspor ,Visa, Health Certificate, tiket, FiskalAirport Tax.
h.Aircraft and pisitioning of the transpotation equipment.
i.Hal hal yang berhubungan dengan pesawat udara :
1)Cleaning (membersihkan)
2)Catering (menyediakan makanan dan minuman)
3)Fueling (pengisian bahan bakar)
4)Marshalling / parkir (memarkir pesawat)
5)Push back (alat pendorong pesawat)
6)Maintenance (pemeliharaaan)
Sedangkan menurut Annex 6 part III section general “ Aircraft Operation” Ground Handling adalah “Suatu pelayanan yang perlu untuk pesawat pesawat yang datang dari atau berangkat ke suatu bandar udara selain dari pelayanan lau lintas penerbangan.
Prosedur ground handling yang di maksud adalah sebagai berikut :
Parkir dan Pergerakan Pesawat
Parkir dan pergerakan pesawat meliputi:
a. Engine Starting
Berikut adalah hal-hal yang harus diperhatikan pada saat engine starting:
1) Selama engine starting / running pada area ramp, diperlukan kewaspadaan dari semua pihak yang ada di ramp untuk menjamin keselamatan pada penumpang dan barang, petugas dan peralatan yang ada di sekitar pesawat.
2)Selama urutan proses engine starting harus diawasi oleh orang yang memiliki otorisasi (dinyatakan oleh sertifikat/licence yang dikeluarkan oleh instansi berwenang).
3)Disamping bertugas mengawasi proses engine starting, juga berkoordinasi dengan petugas di area ramp lainnya untuk memastilkan bahwa area bahaya dari engine baik itu isapan (engine intake) ataupun area semburan (exhaust) terbebas dari orang ataupun benda.
4)Orang yang bertugas mengontrol starting engine harus memastilkan bahwa sebelum proses engine starting dimulai seluruh pintu akses dan pintu panel di pesawat telah tertutup dan terkunci.
5)Dalam proses starting engine flight crew hendaknya mengadakan komunikasi dengan petugas ground untuk memastikan bahwa proses starting berjalan lancar. Alat komunikasi umumnya digunakan head set atau hand signaling.
6)Petugas di Ramp hendaknya menghindari gerakan-gerakan yang memungkinkan terjadinya salah interpretasi komunikasi dengan flight crew dalam mengendalikan proses starting ataupun pergerakan pesawat (A/C movement).
7)Petugas di darat yang bertanggung jawab pada proses engine starting harus memiliki pengetahuan tentang semua prosedur dan regulasi yang berhubungan dengan proses engine starting tersebut.
8)Semua pin pada gear, tutup pitot, wheel chock, static ground wire dan ground power harus sudah dilepas sebelum pesawat berangkat.
9)Sebagai perlindungan terhadap bahaya kebakaran, harus ada pemadam api di dekat area pesawat, selama proses engine starting.
b.Pemanduan pergerakan pesawat (Marshalling)
Pesawat karena ukuran dan beratnya merupakan benda yang sangat sulit untuk berhenti dan bergerak atau berjalan secara tiba-tiba atau juga melakukan pergerakan di area yang sempit.
Salah satu prosedur keselamatan yang sangat penting dalam proses parkir dan pergerakan pesawat di ramp adalah komunikasi. Komunikasi yang dimaksud di sini adalah komunikasi denganmenggunakan isyarat tangan atau lebih dikenal dengan Prosedur Hand Signaling (Marshalling).
Selanjutnya mengacu pada surat keputusan nomor : SKEP / 81 / X / 1998 tentang Pedoman Umum Pengelolaan Ground Support Equipment, Bahwa setiap petugas atau personil yang memandu parkir pesawat harus sudah terlatih dan memiliki sertifikat, yang dikeluarkan oleh Direktorat Keselamatan Penerbangan Dirjen Perhubungan Udara Departemen Perhubungan.Berikut adalah hal-hal yang harus diperhatikan oleh pemandu pergerakan atau parkir dari pesawat udara:
1. Pemandu untuk pergerakan yang spesifik (parkir pesawat) harus betul teramati oleh Flight Crew pesawat yang akan dipandu.
2. Pemandu menggunakan tanda isyarat tangan yang sudah baku.
3. Pemandu harus dalam posisi yang teramati dan menjaga kontak komunikasi visual sampai pesawat benar-benar berhenti.
4. Untuk menghindari kemungkinan salah interpretasi, jika dalam waktu bersamaan ada pergerakan lain selain pesawat yang memerlukan panduan seperti cargo atau GSE, hendaknya pesawat tetap menjadi prioritas sampai pesawat selesai dipandu dan benar-benar berhenti.
Indonesia sebagai anggota International civil aviation Organization (ICAO), seyogyanya kita mengikuti ICAO Recommendations yang menggariskan kebijakan2 dibidang penerbangan sipil yang telah menjadi konsensus para anggotanya.
ICAO Recommendations yang berkaitan dengan airport dan route charges tercantum dalam ICAO Doc 9082/6 tentang ICAO’s Policies on Charges for Airports and Air Navigation Services.
Prinsip dasar pengenaan airport charges yang digariskan oleh ICAO :
·Bila mana bandar udara dipergunakan untuk penerbangan internasional, maka semua pihak yang memakai bandar udara tersebut seyogyanya menangung beaya pengoperasian bandar udara tersebut secara adil dan proporsional.
·Pengelola bandar udara harus melaksanakan pencatatan dan penyediaan informasi secukupnya yang dibutuhkan pengelola sendiri dan pemakai jasa, serta mengidentifikasi seakurat mungkin penggunaan fasilitas dan jasa yang berkaitan dengan airport charges.
·Pengelola bandar udara harus melaksanakan akuntansi sebagai dasar penentuan dan pengalokasian beaya yang akan direcover, mengumumkan neraca secara berkala, dan menyediakan data finansial yang memadai dalam konsultasi dengan pemakai jasa bandara.
Cost basis untuk airport charges :
·Beaya yang harus ditanggung para pemakai jasa bandar udara adalah semua beaya sesuai pedoman akuntansi.
·Airline dan pemakai jasa lainnya tidak dapat dikenakan pungutan atas fasilitas dan jasa yang tidak dinikmatinya, selain yang disediakan sesuai dengan Regional Air Navigation Plan.
·Yang dapat dimasukkan kedalam cost adalah fasilitas dan jasa yang disediakan untuk kebutuhan bagi penerbangan internasional, diluar fasilitas dan prasarana yang disewakan secara terpisah / eksklusif kepada pihak lain.
·Pengalokasian beaya harus memperhitungkan pula fasilitas yang dipergunakan oleh Instansi Pemerintah.
·Persentase beaya yang dialokasikan kepada berbagai kelompok pemakai jasa, termasuk pesawat terbang milik Pemerintah, harus memakai dasar yang dapat dipertanggung-jawabkan sehingga pemakai tidak terbebani beaya yang bertentangan dengan prinsip akuntansi yang wajar.
·Beaya yang berkaitan dengan pemberian jasa Approach and Aerodrome Control harus dibukukan secara terpisah.
·Bandar udara dimungkinkan untuk memperoleh pendapatan yang melebihi beaya operasional yang Iangsung dan tidak langsung untuk pengembangan bandar udara dan lainnya.
·Kemampuan untuk membayar tidak dapat dipakal sebagai dasar pengenaan charge.
Prinsip airport charging system :
·Airport charging system harus sesuai dengan prinsip2 sebagal berikut :
·Charging system yang digunakan haruslah sederhana dan sesuai untuk bandar udara internasional.
·Pungutan janganlah sedemikian rupa sehingga menimbulkan keengganan untuk memakai fasilitas yang diperlukan untuk keselamatan penerbangan.Perhitungan pungutan harus didasarkan prinsip akuntansi yang wajar dan prinsip ekonomi yang berlaku umum.
·Pungutan harus bersifat non-diskriminatif bagi semua pemakal yang melaksanakan penerbangan internasional, baik airline nasional maupun asing.
·Discount yang diberikan kepada pemakai jasa tertentu, tidak dapat dibebankan kepada pemakai jasa lainnya.
·Kenaikan pungutan seyogyanya dilaksanakan secara bertahap.
·Apa bila pungutan di bandar udara dilaksanakan oleh berbagai pihak, agar diusahakan sedapat mungkin untuk menggabungkannya dalam satu tagihan, untuk kemudian membagikan penerimaannya diantara mereka sendiri.
·Fleksibilitas dalam pelaksanaan pungutan perlu diperhatikan agar dapat melaksanakan penyempurnaan sistim pemungutan dengan mudah di kemudian hari.
·Airport charges terhadap international general aviation harus diperhitungkan dengan wajar dengan mempertimbangkan penggunaan fasilitas bandar udara dan untuk mendorong perkembangan transportasi udara pada umumnya.
Prinsip dasar dalam menetapkan Landing Charges.
ICAO merekomendasikan prinsip2 dasar dalam menentukan landing charge sebagai berikut:
Landing charge harus didasarkan weight formula dengan memakai MTOW ( maximum permissable take-off weight ) yang tercantum dalam CoA ( certificate of airworthiness, surat tanda laik udara ).
Dalam keadaan tertentu seperti di bandar udara yang padat atau waktu2 yang padat, dapat diterapkan fixed charge per aircraft atau kombinasi fixed charge dengan weight-related element.
Landing charge scale harus didasarkan pada a constant rate per 1000 kilograms or pounds, tetapi rate tersebut dapat berbeda untuk range2 tertentu,
Apabila dikenakan pungutan untuk Approach dan Aerodrome Control, balk secara terpisah atau bagian dan Landing Charge, aircraft weight dapat dipakai sebagai dasar perhitungan, tetapi harus degressif semakin besar pesawat terbangnya.
Differensiasi tarif tidak dibenarkan untuk jarak terbang yang berbeda.
Harus diusahakan sedapat mungkin agar menggabungkan berbagal pungutan untuk landing dan take-off kedalam satu tagihan.
Apa bila ada pombatasan berat pesawat terbang untuk pendaratan yang signifikan dan untuk jangka panjang, maka tarip yang didasarkan berat pesawat terbang harus disesuaikan dengan pembatasan tersebut.
Landing charge harus mencakup penggunaan runway light dan special radio aids untuk landing demi keselamatan.
Fasilitas Dan Jasa Pelayanan Pendaratan Pesawat Terbang :
Didalam ICAO Doc 9082/6 Appendix I disebutkan fasilitas dan jasa yang merupakan komponen untuk menghitung landing charge adalah:
Landing Area, yaitu landasan dan tanah lapang untuk shoulder dan approach area, taxiway dan alat bantu pendaratan.
Apron tidak termasuk landing area karena termasuk Terminal Area, dan untuk parkir pesawat terbang dikenakan Aircraft Parking Charge dan pungutan lainnya yang terkait.
Landing aids antara lain adalah (1) visual aids, yaitu approach light, VASI ( visual approach slope indicator ), runway light, taxiway and apron edge light, rotating light beacon, landing T, wind sock. (2) radio aids, yaitu surveillance radar, NDB ( non-directional beacon ), VOR ( VHF omni-directional range ), ILS (instrument landing system ) yang terdini dan outer, middle dan inner marker, localizer dan glide path, RHI ( range height indicator ).(3) Peralatan baru yang lebih canggih telah dipergunakan untuk menggantikan beberapa peralatan tersebut diatas CCTV, GSR ( ground surveillance radar ) dan docking guidance system, peralatan untuk membantu AMC ( Apron Movement Control ) dan GMC ( Ground Movement Control ) merupakan unsur beaya bila peralatan tersebut sudah terpasang (4) Approach and Aerodrome Control ( APP dan ADC ) :Air traffic control untuk approach, landing, taxiing dan take-off dan jasa communication, navigation dan surveillance (5) Jasa Meteorology , Data meteorologi dari bandar udara (6)Pemadam Kebakaran dan Ambulance ( stand by ).
Landing Charge Scale.
Faktor2 yang dipakai untuk menghitung besarnya landing charge adalah:
Weight-related landing charge.
Biasanya yang dipakai adalah MTOW (maximum permissable take-off weight). Tanip per ton dapat proporsional atau degressif semakin berat pesawat terbang..
Peningkatan fasilitas Bandara Halim Perdanakusuma agar dapat didarati B747. berupa peningkatan kekuatan dan perpanjangan runway, taxiway dan apron, gedung Terminal yang lebih luas dan peralatan2 yang lebih canggih, sangat diperlukan karena Bandara Kemayoran tidak dapat ditingkatkan kapasitasnya
Tarip yang kita pergunakan semenjak Bandara HLP dioprasikan tahun 1974 adalah progressif.
Walaupun tidak sesuai dengan ketentuan ICAO, argumentasi yang kita kemukakan adalah besarnya investasi untuk upgrading fasilitas HLP untuk mengakomodasi B747 yang frekwensinya masih sangat rendah dan tarip yang masih dibawah bandara lainnya.
Ability to pay’ principle.
Airlines yang mengoperasikan pesawat terbang besar mempunyai kemampuan untuk membayar charges yang lebih besar.
Selain keausan dan kerusakan landasan yang ditimbulkan, pesawat terbang yang besar juga memerlukan separasi vortex yang lebih besar pula, sehingga runway capacity per hour akan lebih kecil.
Sebaliknya, pesawat terbang kecil dengan kecepatan yang rendah membutuhkan waktu panduan yang lebih lama, sedangkan pesawat terbang besar atau kecil memakal fasilitas pendaratan yang sama.
Dengan demikian, korelasi antara aircraft weight dengan landing charge menjadi kurang kuat.
ICAO dalam Doc 9082/6 butir 22.viii menyatakan :
The capacity of users to pay should not be taken into account until all costs are fully assessed and distributed on an objective basis. At that stage, the contributing capability of States and communities concerned should be taken into consideration, it being understood that any State or charging authority may recover less than its full costs in recognition of local, regional or national benefits received.
Movement-related charge :
Beberapa bandar udara menerapkan landing charge yang Iebih tinggi atau suatu minimum charge selama peak hours, dengan tujuan agar sebagian pengoperasian pesawat terbang dapat dialihkan ke jam-jam yang kurang sibuk, terutama pesawat2 terbang kecil.
Diharapkan agar traffic dapat lebih merata sepanjang hari, sehingga penggunaan fasilitas bandar udara dapat lebih optimal.
Sistim ini ditentang oleh airlines karena tidak mempunyal dasar yuridis yang kuat, tetapi hanya menambah cost mereka.
Airlines juga tidak dapat merubah schedule dengan mudah terutama untuk long-haul flights dengan kendala curfew dan berbagai restrictions yang dihadapi serta pola bepergian para penumpang.
Differential landing charges by season or time of day :
Landing charge yang lebih tinggi dapat pula dikenakan selama peak season selain peak hour, misalnya selama summer, Christmas I New Year holidays.
Surcharges.
Selain landing charge, pungutan lain yang diberlakukan di berbagai Negara adalah:
1/ Peak surcharge.
Sebagal mana dikemukakan diatas, landing charge yang lebih tinggi dikenakan selama peak hour dan peak season.
Cara lain yang ditempuh adalah pengenaan peak hour I peak season
surcharge diatas landing charge yang berlaku.
2/ Security charge.
Semakin meningkatnya ancaman terorisme, terutama setelah Tragedi 9/11, ICAO Annex 17: Security, Safeguarding International Civil Aviation Against Acts of Unlawful Interference, mengharuskan bandar udara melaksanakan 100 % Hold Baggage Screening, terhitung tanggal 1 Januari 2006, suatu peningkatan pengamanan bandar udara yang jauh lebih ketat terutama terhadap penumpang dan bagasinya.
Implementasi ketentuan ICAO tersebut membutuhkan investasi yang cukup besar untuk multi-level screening dengan security equipment yang canggih dan pengoperasiannya, seperti Computerized X-Ray Scanner, Tomographic dan Multi-view Scanner, ion scanner, explosive trace detector, surveillance camera didalam dan diluar terminal, obyek vital, seluruh area bandar udara dan pagar perimeternya.
Beaya pengamanan tersebut dibebankan kepada penumpang berupa Security Charge.
3/ Noise-related surcharge.
Di banyak bandar udara, penduduk yang bermukim di sekitar bandar udara menuntut kompensasi kepada pengelola bandar udara untuk kebisingan yang ditimbulkan oleh pesawat udara berupa :
• relokasi kediaman mereka dengan tingkat kebisingan diatas ambang batas toleransi.
• sound proofing dari kamar tidur sampai seluruh rumah sesuai tingkat kebisingannya.
Oleh karena kebisingan tersebut ditimbulkan oleh pesawat terbang, kebijakan yang diambil oleh pihak bandar udara dapat berupa:
·melarang beroperasinya pesawat terbang yang melampaui ambang batas kebisingan, seperti pesawat Caravelle.
·membatasi penerbangan ( curfew ) pada jam-jam tertentu di waktu tengah malam.
·mengenakan noise-related surcharge tenhadap pesawat terbang sesuai dengan tingkat kebisingan yang ditimbulkan.
·memberikan discount terhadap pesawat terbang yang Iebih ‘quiet’.
4/ Transfer passenger charge.
Transfer passenger charge dipungut berdasarkan pertimbangan bahwa transfer passengers juga mempergunakan fasilitas terminal termasuk baggage handling facilities dan security check.
Dasar2 Penentuan Landing Charge Di Indonesia.
• Landing charge yang sekarang berlaku, masih didasarkan pola dari tahun 1968 dan penyesuaian2 hanya dilaksanakan terhadap besaran tanip.
• Dasar2 yang dipergunakan dalam penentuan Landing Charge antara lain adalah :
a. ICAO Recommendations.
Prinsip2 ICAO telah dipakai dalam penentuan Landing Charge yang berlaku, antara lain sebagai beriku t:
Cost recovery.
Walaupun accounting system yang dipergunakan oleh Ditjen Hubud dan Angkasa Pura belum sempurna pada waktu itu, tetapi prinsip cost recovery telah dipakai sebagai dasar perhitungan.
Non-discrimination.
Tarip yang sama berlaku bagi semua pemakai, tanpa perbedaan antara foreign atau national carriers.
No cross-subsidy.
Landing Change kepada pesawat terbang TNI, Polri dan Instansi Pemerintah lainnya tidak dibebankan kepada pemakal jasa lainnya.
Perbedaan tarip Internasional dan Domestik.
Adanya perbedaan tarip untuk penerbangan internasional dan domestik dapat dibenarkan, asalkan tidak membedakan nationality airlines.
Weight-related formula.
Dasar perhitungan Landing Charge adalah MTOW dengan increments of 1000 kilograms.
Weight limitation.
Jika di suatu bandar udara ada batasan berat maksimum pesawat terbang yang dapat beroperasi, maka maximum Landing Charge disesuaikan dengan batasan tersebut
Klasifikasi bandar udara.
Kiasifikasi bandar udara, karena perbedaan prasarana bandar udara adalah sesuai dengan ketentuan ICAO.
Penyempurnaan Landing Charge
Selama beberapa dasa warsa terakhir, telah terjadi perkembangan yang sangat besar di dunia transportasi udara yang terlihat dari peningkatan volume traffic yang luar biasa, peningkatan dan modernisasi prasarana bandar udara, introduksi type pesawat terbang yang Iebih besar dan perubahan traffic pattern.
Peningkatan traffic yang diikuti dengan peningkatan dan modernisasi prasarana bandar udara, telah merubah pula revenue dan cost structure.
Demi kepentingan Management dan para stakeholders untuk dapat mengetahui kinerja operasional dan keuangan dengan lebih akurat, sudah saatnya untuk meninjau kembali dan menyempurnakan Landing Charge berkaitan dengan ketentuan2 ICAO sebagai benikut:
a. Konformitas dengan ICAO Recommendations.
Prinsip2 dasar yang digariskan ICAO perlu dipergunakan sebagai pedoman penyempurnaan pungutan agar dapat kita pertanggng-jawabkan kepada para pemakai jasa dan menjelaskannya di forum internasional seperti ICAO, ACI dan IATA jika diperlukan.
b. Cost calculation Landing Change ( dan pungutan2 I tanip2 Iainnya ).
Adalah demi kepentingan Management pula untuk mengetahui dengan tepat cost structure dan tiap jasa yang diberikan, dan dapat dipergunakan sebagai masukan untuk menentukan business strategy dan business development jangka panjang I pendek, pengembangan airport infrastructure dan kebijakan strategis lainnya.
c. Landing Charge scale.
Skala dengan interval pada titik 40 dan 100 ton MTOW perlu ditinjau kembali karena frekwensi mayoritas type2 pesawat terbang yang beroperasi telah berubah dari beberapa waktu yang lalu.
Pada awal tahun 1970-an, mayoritas pesawat terbang yang digunakan untuk penerbangan domestik adalah F-27, F-28 dan DC-9, dan jenis pesawat yang besar adalah DC-8, B-707, Convair 990, sedangkan bandar udara utama adalah Kemayoran dengan batas maksimum 270.000 pounds.
Pricing policy.
Dalam penentuan tarip pada tahun 1968, beberapa pedoman yang dipakai adalah antara lain :
1/ Differensiasi tarip berdasarkan jenis penerbangan.
Pedoman yang digunakan untuk pembedaan tarip domedtik dan internasional adalah :
Penerbangan internasional :
100 % tarip dasar, dinyatakan dalam US Dollar dengan kurs yang berlaku.
Penerbangan domestik :
75 % tarip dasar. dinyatakan dalam Rupiah.
Dengan naiknya kurs US Dollar yang luar biasa akibat Krisis Moneter, perbedaan Landing Charge Domestik terhadap Internasional menjadi sangat besar :
Tarip Landing Charge Domestik yang semula sebesar 75% dari tarip Internasional, telah turun menjadi rata2 hanya 8.15 %, atau 1/12-nya.
Catatan :
Perbedaan yang sangat besar terlihat pula pada tarip Route Charge Domestik dan Internasional, karena mempunyai pola yang sama.
Ketimpangan yang terlalu besar tersebut disebabkan oleh :
Kebijakan Pemerintah yang over-protective terhadap domestic airlines karena airport charges merupakan direct operating cost bagi airlines, walaupun kurang dari 5 % dari operating cost airline.
Pertimbangan agar harga tiket penerbangan domestik jangan terlalu mahal yang dapat berdampak pada high cost economy, terutama pada waktu inflasi belum dapat dikendalikan.
Pertimbangan lain adalah karena investasi yang cukup besar untuk pengembangan infrastruktur bandar udara dan pembangunan bandar udara baru ( Bandara Soekarno-Hatta ), ditanggung oleh Pemerintah dan dilimpahkan kepada Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II sebagai Penyertaan Modal Negara.
Selama ini Angkasa Pura I dan II belum melaksanakan peninjauan kembali struktur dan perhitungan beaya dari jasa yang diberikan dan menggunakannya sebagai dasar kebijakan pertaripan dan strategi business.
Penyesuaian tarip oleh Pemerintah dilaksanakan dengan menaikkan besaran tarip yang jauh dibawah kenaikan kurs US Dollar, sehingga perbedaan tarip Internasional dan Domestik semakin melebar.
2/ Klasifikasi Bandar udara.
Peningkatan infrastruktur bandar udara telah dilaksanakan untuk memenuhi demand yang meningkat dengan sangat signifikan.
Dalam melaksanakan rekalkukasi beaya, perlu ditinjau pula apakah perbedaan tarip berdasarkan klasifikasi bandar udara masih valid, atau dengan perkataan lain, apakah klasifikasi bandar udara telah mencerminkan service level bandar2 udara yang telah ditingkatkan prasarananya.
3/ Aircraft parking charge.
Pungutan parkir pesawat terbang seyogyanya dihitung berdasarkan luas apron yang dipergunakan termasuk clearance area untuk maneuver.
Oleh karena pesawat terbang dengan berat yang sama mungkin mempunyai luas yang berbeda, sedangkan datanya sering kali tidak available, maka untuk mempermudah penagihan dipergunakan MTOW yang juga dipakai sebagai dasar untuk menghitung Landing Charge.
Untuk meningkatkan kapasitas apron, khususnya contact stands yang jumlahnya terbatas, bandar udara yang ramai mengusahakan agar pemakaian parking space oleh airlines, terutama pada peak hours, dapat dipersingkat dengan cara :
Mempersingkat free parking time menjadi satu jam, waktu yang cukup untuk turn-around.
Free parking tidak berlaku jika block-on / block-off time melebihi satu jam.
Mengenakan ‘peak hour surcharge’.
Tarip parking charge perlu ditinjau-ulang karena pungutan parkir pesawat terbang sebesar Rp 630.-/ton/jam tidak memadai bila dibandingkan dengan tarip parkir kendaraan di hotel berbintang yang minimal adalah sebesar Rp 2000.-/mobil/jam.
Selain beaya konstruksi, sarana pendukung di bandar udara juga jauh lebih mahal.