A. IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
1. Pengertian Izin Dalam Mendirikan Suatu Bangunan
Izin dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga, Departemen dan Kebudayaan Balai Pustaka,(2003) adalah : Pernyataan mengabulkan atau tidak melarang, persetujuan dan membolehkan.
Di dalam pasal 210 Undang-Undang No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, telah dinyatakan bahwa setiap orang dilarang berada di daerah tertentu di Bandar Udara, membuat halangan (Obstacle), dan/atau melakukan kegiatan lain di Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP), kecuali memperoleh izin dari otoritas Bandar Udara.
Dalam pasal 208 Undang-Undang No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, ada ketentuan-ketentuan yang disebutkan bahwa :
9
a. Untuk mendirikan, mengubah, atau melestarikan bangunan, serta menanam atau memelihara pepohonan di dalam Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) tidak boleh melebihi batas ketinggian yang ada dalam ketentuan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) yang ditetapkan oleh Menteri.
b. Pengecualian terhadap ketentuan mendirikan, mengubah, atau melestarikan bangunan sebagaimana dimaksud pada (a) harus mendapat persetujuan Menteri dan memenuhi ketentuan sebagai berikut:
(1). Merupakan fasilitas yang mutlak di perlukan untuk operasi penerbangan.
(2). Memenuhi kajian khusus aeronautika, dan.
(3). Sesuai dengan ketentuan teknis Keselamatan Operasi Penerbangan.
c. Bangunan yang melebihi batasan sebagaimana dalam (b), wajib di informasikan melalui pelayanan informasi aeronautika (Aeronautical Infomation Service)
Izin Mendirikan Bangunan dalam pasal I Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:24/PRT/M/2007 yaitu Perizinan yang di berikan oleh pemerintah daerah kecuali pembangunan gedung fungsi khusus oleh pemerintah kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, atau merawat gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.
Dalam pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1998,: Perizinan tertentu adalah kegiatan Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang di maksudkan dalam pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
Dalam mendirikan suatu bangunan menurut pasal 4 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.24/PRT/M/2007, yaitu harus ada Persyaratan Izin Mendirikan Bangunan yang meliputi:
a. Persyaratan administratif untuk permohonan izin mendirikan bangunan.
b. Persyaratan teknis untuk pemohonan izin mendirikan bangunan gedung.
c. Penyedia jasa.
d. Pelaksana pengurusan permohonan izin mendirikan bangunan.
2. Tujuan Izin dalam Mendirikan Bangunan
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor.24/PRT/M/2007 Tujuan dari perizinan dalam mendirikan setiap bangunan untuk terwujudnya tertib dalam penyelenggaraan bangunan dan menjamin keadaan teknis bangunan dalam penyelenggaraan bangunan.
Dalam pasl 9 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika bab IV, yaitu setiap mendirikan suatu bangunan di daerah Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Bandar Udara harus mendapat izin dari instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan ketentuan seperti:
a. Setiap pendirian menara telekomunikasi di Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) wajib mendapatkan rekomendasi dari Dirjen Perhubungan Udara atau pejabat yang ditunjuk.
b. Kawasan keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
(1) Kawasan di sekitar Bandar Udara;
(2) Kawasan di sekitar alat bantu Navigasi Penerbangan.
Tujuan dari Perizinan dalam mendirikan suatu bangunan menurut pasal 211 Undang Undang No.1 tahun 2009 tentang penerbangan, yaitu untuk menjamin keselamatan dan keamanan penerbangan serta pengembangan Bandar Udara, sehingga pemerintah wajib mengendalikan daerah lingkungan di daerah Bandar Udara.
Izin mendirikan bangunan menurut keputusan menteri negara Nomor 08/KPTS/BKP4N/1996 adalah izin yang diberikan untuk mendirikan bangunan berdasarkan peraturan pemerintah tahun No.17 tahun 1963 dan yang telah memperoleh izin perencanaan.
Izin dalam mendirikan bangunan menurut Presty Larasaty (2009) adalah : untuk menjaga ketertiban, keselarasan, kenyamanan, dan keamanan dari bangunan itu sendiri terhadap penghuninya maupun lingkungan sekitarnya.
Dalam pasal 15 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika dalam Ketentuan Pendirian menara di Kawasan tertentu Bab VIII tahun 2007 Menyatakan:
a. Pendirian Menara Telekomunikasi di kawasan tertentu wajib memenuhi ketentuan yang berlaku untuk kawasan yang dimaksud.
b. Yang dimaksud dengan kawasan tertentu pada (a) merupakan kawasan yang sifat dan peruntukannya memerlukan pengaturan keselamatan dan estetika.
c. Yang termasuk Kawasan tertentu antara lain, Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP), Kawasan Cagar Budaya dan Kawasan Pariwisata.
B. KAWASAN KESELAMATAN OPERASI PENERBANGAN (KKOP)
Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM 44 Tahun 2005 : Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) adalah wilayah daratan dan/atau perairan dan ruang udara sekitar bandar udara yang di pergunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan.
Setiap Bandar Udara harus mempunyai Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) seperti yang di jeleskan dalam Pasal VIII Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Tahun 1996, Bab III , yaitu:
1. Setiap penyelenggaraan Bandar Udara, ditetapkan daerah lingkungan kerja dan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) di sekitar Bandar Udara.
2. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) sebagaimana di maksud dalam ayat (1) di tetapkan dengan keputusan Menteri.
Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 44 Tahun 2005, tentang Pemberlakuan Standar Nasional, dalam pembuatan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) di Bandar Udara ada beberapa persyaratan sebagai berikut:
1. Rencana induk Bandar Udara atau rencana pengembangan Bandar Udara.
2. Rencana pengembangan wilayah dan pengembangan kota jangka panjang untuk lokasi yang bersangkutan.
3. Rencana prosedur dan pengaturan Lalu Lintas Udara.
4. Peta topografi.
5. Titik kerangka dasar nasional.
Dasar-dasar aturan yang mendukung permasalahan kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP). Menurut Annex 14 Aerodromes Volume I, Fourth Edition, July 2004 adalah sebagai berikut :
1. “ The objectives of the specifications in this chapter are define the airspace around aerodromes to be maintained free from obstacles so as to permit the intended aeroplane operations at the aerodromes to be conducted safely and to prevent the aerodromes from becoming unusable by the growth of obstacles around the aerodromes. This is achieved by establishing a series of obstacle limitation surface that define the limits to which objects may project into the airspace”.
Kalimat di atas dapat ditafsirkan sebagai sasaran khusus dalam bab ini adalah menjelaskan wilayah di sekitar lapangan terbang dijaga kebebasannya dari obstacle demi keselamatan pesawat yang beroperasi di lapangan terbang tersebut dan untuk mencegah lapangan terbang menjadi tidak dapat dioperasikan akibat timbulnya obstacle di sekitar lapangan terbang, hal ini dapat dicapai dengan membentuk pembatasan akan obstacle pada permukaan dengan menjelaskan batasan pada setiap obyek yang akan dibuat pada suatu wilayah.
(Chapter 4; Halaman 4-1; Note 1)
2. “ The following obstacle limitation surfaces shall be established for a non precision approach runway :
a. Conical Surface
b. Inner Horizontal Surface
c. Approach Surface; and
d. Transitional Surface”
Tafsiran dari kutipan di atas adalah Non-Precision Approach Runway batas obstacle permukaan harus ditentukan pada :
a. Kawasan di bawah permukaan kerucut
b. Kawasan di bawah permukaan horizontal-dalam
c. Kawasan di daerah pendekatan; dan
d. Kawasan di bawah permukaan transisi
Di Indonesia istilah ini lebih dikenal dengan nama Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP).
(Annex 14; 4.2.7; Halaman 4-5)
3.“ The heights and slopes of the surfaces shall not be greater than, and their other dimensions not less than, those specified in table 1, except in the case of the horizontal section of the approach surface”.
Kutipan di atas dapat ditafsirkan yaitu ketinggian dan kemiringan permukaan tidak boleh lebih besar dan dimensi lain dari permukaan tidak kurang dari yang telah ditentukan pada tabel 1 (lampiran 1, halaman 69) kecuali dalam hal bagian permukaan pendaratan.
(Annex 14; 4.2.8; Halaman 4-5)
4.“ Recomendation. - Existing objects above any of the surface required by point 2 should as far as practicable be removed except when, in the opinion of appropriate authority, the object is shielded by an existing immovable object, or after aeronautical study it is determined that the object would not adversely affect the safety or significantly affect the regularity of operations of aeroplanes”.
Dapat ditafsirkan bahwa adanya obyek di atas beberapa permukaan yang disebutkan pada point 2 dalam penggunaannya harus dipindahkan kecuali jika, menurut pendapat penguasa, obyek tersebut dilindungi oleh obyek yang tidak dapat bergerak atau setelah dipelajari secara ilmu penerbangan disimpulkan bahwa obyek tersebut tidak merugikan keselamatan atau berpengaruh bagi keteraturan operasi-operasi penerbangan.
(Annex 14; 4.2.12; Halaman 4-7)
5.“ Recomendation. - Anything which may, in the opinion of the appropriate authority after aeronautical study, endanger aeroplanes on the movement area or in the air within the limits of the inner horizontal and conical surfaces should be regarded as an obstacle and should be removed in so far as practicable”.
Kutipan di atas dapat ditafsirkan yaitu sesuatu yang mana, menurut pendapat penguasa setelah mempelajari ilmu penerbangan, membahayakan pesawat di movement area atau di udara dalam batas permukaan di bawah permukaan horizontal dalam dan di bawah permukaan kerucut harus dinyatakan sebagai obstacle dan akan dipindahkan sejauh dalam pemakaian.
(Annex 14; 4.4.2; Halaman 4-9)
Dalam Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 8 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Bandar Udara Umum BAB V Tentang Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) disebutkan bahwa :
Pasal 10
1. Untuk menjamin keselamatan operasi penerbangan di bandar udara dan sekitarnya diperlukan kawasan keselamatan operasi penerbangan untuk mengendalikan ketinggian benda tumbuh dan pendirian bangunan di bandar udara dan sekitarnya.
2. Kawasan keselamatan operasi penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditentukan batas-batasnya dengan koordinat yang mengacu pada bidang referensi World Geodetic System 1984 (WGS-84) dan batas-batas ketinggian di atas permukaan laut rata-rata (Mean Sea Level) dalam satuan meter.
3. Kawasan keselamatan operasi penerbangan di sekitar bandar udara meliputi :
a. Kawasan pendekatan dan lepas landas;
b. Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan;
c. Kawasan di bawah permukaan horizontal dalam;
d. Kawasan di bawah permukaan horizontal luar;
e. Kawasan di bawah permukaan kerucut;
f. Kawasan di bawah permukaan transisi;
g. Kawasan di sekitar penempatan alat bantu navigasi penerbangan.
Pasal 11
1. Kawasan keselamatan operasi penerbangan di sekitar bandar udara di tentukan berdasarkan rencana induk bandar udara.
2. Kawasan keselamatan operasi penerbangan bagi bandar udara yang belum mempunyai rencana induk bandar udara ditentukan berdasarkan panjang landasan sesuai rencana pengembangan.
Pasal 12
1. Penyelenggara bandar udara pusat penyebaran dan bandar udara bukan pusat penyebaran yang ruang udara di sekitarnya dikendalikan mengusulkan penetapan kawasan keselamatan operasi penerbangan di sekitar bandar udara kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.
2. Penyelenggara bandar udara bukan pusat penyebaran yang ruang udara di sekitarnya tidak dikendalikan mengusulkan penetapan kawasan keselamatan operasi penerbangan di sekitar bandar udara kepada Bupati/Walikota dari Gubernur sebagai tugas dekonsentrasi.
3 Direktur Jenderal melakukan evaluasi usulan penetapan kawasan operasi penerbangan di sekitar bandar udara sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 terhadap aspek :
a. Rencana induk/rencana pengembangan bandar udara;
b. Tatanan kebandarudaraan nasional;
c. Keamanan dan keselamatan penerbangan;
d. Rencana Tata Ruang Wilayah.
4. Direktur Jenderal menyampaikan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 kepada Menteri selambat-lambatnya 30 hari (tiga puluh) hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap.
5. Kawasan keselamatan operasi penerbangan di sekitar bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat 1, untuk tiap-tiap bandar udara ditetapkan dengan Keputusan Menteri selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah hasil evaluasi dari Direktur Jenderal diterima secara lengkap.
6. Kawasan Keselamatan operasi penerbangan di sekitar bandar udara sebagaimana dimaksud dalam ayat 2, untuk tiap-tiap bandar udara ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota setempat selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap.
7. Ketentuan lebih lanjut mengenai standar, prosedur pembuatan dan persyaratan kawasan keselamatan operasi penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2 diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal.
1. Untuk mengendalikan kawasan keselamatan operasi penerbangan di sekitar bandar udara pusat penyebaran dan bandar udara bukan pusat penyebaran yang ruang udara disekitarnya dikendalikan, setiap pendirian bangunan di kawasan keselamatan operasi penerbangan diperlukan rekomendasi dari Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk.
2. Untuk mengendalikan kawasan keselamatan operasi penerbangan di sekitar bandar udara bukan pusat penyebaran yang ruang udara di sekitarnya tidak dikendalikan, setiap pendirian bangunan di kawasan keselamatan operasi penerbangan diperlukan rekomendasi dari Bupati/Walikota setempat atau pejabat yang ditunjuk.
Dalam pasal 210 Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan: ”Dilarang berada di bandar udara, mendirikan bangunan atau melakukan kegiatan-kegiatan lain di dalam maupun di sekitar bandara yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan”.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Udara Nomor : KM 44 Tahun 2005 tanggal 23 Juli 2005, Tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia 03-7112-2005 Mengenai Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) disebutkan bahwa :
(1). Kawasan Keselamataan Operasi Penerbangan (KKOP) adalah wilayah daratan dan/atau perairan dan ruang udara di sekitar Bandar Udara yang dipergunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan.
(2). Kawasan Pendekatan dan Lepas Landas adalah suatu kawasan perpanjangan kedua ujung landasan, di bawah lintasan pesawat udara setelah lepas landas atau akan mendarat, yang dibatasi oleh ukuran panjang dan lebar tertentu.
(3). Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan adalah sebagai dari kawasan pendekatan yang berbatasan langsung dengan ujung-ujung landasan dan mempunyai ukuran tertentu, yang dapat menimbulkan kemungkinan terjadinya kecelakaan.
(4). Kawasan Di bawah Permukaan Horizontal Dalam adalah bidang datar di atas dan disekitar Bandar Udara yang dibatasi oleh radius dan ketinggian dengan ukuran tertentu untuk kepentingan pesawat udara melakukan terbang rendah pada waktu akan mendarat atau setelah lepas landas.
(5). Kawasan Dibawah Permukaan Horizontal Luar adalah bidang datar disekitar Bandar Udara yang dibatasi oleh radius dan ketinggian dengan ukuran tertentu untuk kepentingan keselamatan dan efisiensi operasi penerbangan antara lain pada waktu pesawat melakukan pendekatan untuk mendarat dan gerakan setelah tinggal landas atau gerakan dalam hal mengalami kegagalan dalam pendaratan.
(6). Kawasan Di bawah Permukaan Kerucut adalah bidang dari suatu kerucut yang bagian bawahnya dibatasi oleh garis perpotongan dengan permukaan horizontal luar, masing-masing dengan radius dan ketinggian tertentu di hitung dari titik referensi yang ditentukan.
(7). Kawasan Di bawah Permukaan Transisi adalah bidang dengan kemiringan tertentu sejajar dengan dan berjarak tertentu dari poros landasan, pada bagian bawah dibatasi oleh titik perpotongan dengan garis-garis datar yang ditarik tegak lurus pada poros landasan dan pada bagian atas dibatasi oleh garis perpotongan dengan permukaan horizontal dalam.
(8). Permukaan Utama adalah permukaan yang garis tengahnya berhimpit dengan sumbu landasan yang membentang sampai panjang tertentu diluar setiap ujung landasan dan lebar tertentu, dengan ketinggian untuk setiap titik pada permukaan utama diperhitungkan sama dengan ketinggian titik terdekat pada sumbu landasan.
(9). Kawasan di sekitar Penempatan Alat Bantu Navigasi Penerbangan adalah kawasan disekitar penempatan alat bantu navigasi penerbangan di dalam dan/atau diluar Daerah Lingkungan Kerja. Yang penggunaanya harus memenuhi persyaratan tertentu guna menjamin kinerja/efisiensi alat bantu navigasi penerbangan dan keselamatan penerbangan.
(10). Permukaan Kerucut pada Alat Bantu Navigasi Penerbangan adalah kawasan di atas permukaan garis sudut yang dibatasi oleh garis jarak dengan radius dan ketinggian tertentu dihitung dari titik referensi yang ditentukan pada masing-masing peralatan.
(11). Elevasi Dasar pada Alat Bantu Navigasi Penerbangan adalah ketinggian dasar suatu titik atau kawasan terhadap permukaan laut rat-rata (Mean Sea Level/MSL).
(12). Ketinggian Ambang Landas Pacu Rata-Rata adalah beda tinggi antara dua ambang landas pacu dibagi dua, hasilnya di bulatkan kebawah.
(13). Landas pacu adalah Suatu daerah persegi panjang yang ditentukan pada bandar udara di daratan atau perairan yang di pergunakan untuk pendaratan dan lepas landas pesawat udara.