Bandar udara (aerodrome) adalah kawasan di tanah atau air tertentu (termasuk setiap bangunan, instalasi-instalasi dan peralatan) yang dimaksudkan untuk digunakan seluruh maupun sebagian untuk pendaratan, keberangkatan dan pergerakan pesawat udara di permukaannya. Bandar udara (airport) dapat dibagi menjadi 2 bagian berdasarkan kegunaan fasilitasnya, sisi udara atau air side dan sisi darat atau land side. Fasilitas yang termasuk dalam sisi udara adalah landasan pacu, landasan hubung dan landasan parkir.
Perencanaan fasilitas sisi udara tergantung pada 2 hal yaitu jenis dan komposisi pesawat, serta frekuensi penerbangan. Untuk merencanakan bandar udara di masa yang akan datang, ke-2 parameter di atas harus diketahui. Dalam kurun waktu tertentu selalu dilakukan evaluasi terhadap kondisi yang ada. Harus diketahui bagaimana model permintaan pada masa yang akan datang, berapa frekuensi penerbangan yang akan memanfaatkan fasilitas sisi udara, Nurhadi, dkk., (2002).
Kapasitas bandar udara dipengaruhi oleh variasi pesawat yang beroperasi (mix of aircraft), aturan penerbangan (flight rules) yang diterapkan (visual atau instrument), alat navigasi yang digunakan serta konfigurasi serta penggunaan landasan pacu yang juga digunakan untuk landasan hubung. Bandar udara tanpa landasan hubung yang terpisah maka landasan pacu dengan konfigurasi tunggal mungkin hanya dapat melayani 10 pergerakan pesawat dalam 1 jam namun dengan landasan hubung sejajar landasan pacu untuk pesawat lepas landas dan mendarat kapasitas pelayanan akan meningkat menjadi 40 pergerakan setiap jam, Poole (1990) dalam Hilling (2006).
Untuk menghitung dan membandingkan runway demand (dalam arti pergerakan pesawat) dengan runway capacity, komposisi pesawat pada perkiraan demand dan perhitungan kapasitas, Urbatzka dan Wilken (2004). Perbandingan berdasar data tahunan hanya bisa digunakan untuk perencanaan kasar bandar udara, sedangkan untuk menjabarkan kapasitas yang lebih detail dari runway system akan lebih bagus dihitung berdasarkan kapasitas per jam.
Terdapat 2 formulasi perhitungan kapasitas landasan pacu yang dikembangkan yaitu
a. Menggunakan teori antrian, pada teori ini berpedoman pada ”first come first served” atau ”first contact first served” atau datang dahulu maka akan mendapat pelayanan dahulu. Teori ini dapat ideal digunakan apabila suatu bandar udara memiliki landasan pacu yang berbeda untuk operasi lepas landas dan operasi pendaratan pesawat. Bandar udara yang hanya memiliki 1 landasan pacu yang digunakan untuk operasi lepas landas dan pendaratan, maka keberangkatan dihitung dengan menggunakan distribusi Poisson, sedangkan proses pendaratan lebih pada teori antrian. Hal ini dapat dirumuskan apabila jadwal keberangkatan dan kedatangan pada suatu bandar udara diketahui secara tepat dan pasti.
b. Menggunakan teori ruang waktu atau ”space-time concept”, konsep ini berpedoman pada jarak pisah aman, dimana 2 pesawat tidak mungkin dilayani bersamaan, baik untuk lepas landas maupun pendaratan, serta pendaratan akan mendapatkan prioritas dibanding dengan lepas landas. Sehingga perhitungan yang digunakan adalah konsep jarak pisah aman yang diperlukan yang dinyatakan dalam waktu tempuh. Waktu yang diperlukan untuk operasi masing-masing pesawat akan dihitung hingga dapat diketahui berapa banyak operasi pesawat yang dapat ditangani oleh landasan pacu pada setiap satuan waktu tertentu. Konsep ini memerlukan data yang real time, penghitungan dengan kondisi tidak secara langsung melihat operasi di lapangan hampir tidak mungkin dilakukan.
1. Penghitungan kapasitas metode FAA
American Federal Aviation Administration (FAA) sudah menyediakan petunjuk penghitungan kapasitas bandar udara untuk komposisi pesawat yang berbeda-beda dan dengan konfigurasi landas pacu yang berbeda-beda dalam Federal Aviation Administration (FAA) Advisory Circular (AC) 150/5060-5, Airport Capacity and Delay tahun 1983 dengan revisi tahun 1995. Penghitungan kapasitas bandar udara menurut FAA merupakan gabungan dari kapasitas komponen landasan pacu, landasan hubung dan landasan parkir.
Penghitungan kapasitas menurut metode yang dikembangkan oleh FAA dalam AC. 150/5060-5 adalah untuk menghitung kapasitas bandar udara maka diperlukan penghitungan menyeluruh untuk setiap komponen sisi udara, yaitu:
a. Runway atau landasan pacu, istilah landasan pacu termasuk permukaan untuk mendarat, ditambah dengan bagian dari jalur pendekatan dan keberangkatan yang secara umum digunakan oleh semua pesawat. Penghitungan kapasitas dari komponen landasan pacu berdasarkan konfigurasi landasan pacu dari bandar udara yang ada.
b. Taxiway atau landasan hubung, istilah landasan hubung termasuk landasan hubung sejajar (parallel taxiway), landasan hubung keluar dan masuk, serta landasan hubung yang berpotongan dengan landasan pacu. Kapasitas dari komponen landasan hubung perlu diperhitungkan apabila terdapat landasan hubung yang memotong landasan pacu, karena dapat mengurangi kapasitas operasi landasan pacu.
c. Gate Group atau kelompok pintu kedatangan/keberangkatan merupakan istilah yang menyatakan jumlah pintu yang ada di terminal yang digunakan oleh suatu perusahaan penerbangan atau digunakan secara bersama-sama antara 2 atau lebih perusahaan penerbangan atau pesawat berjadwal lainnya yang beroperasi secara rutin. Secara umum istilah ini tidak digunakan untuk pintu yang digunakan oleh pesawat penerbangan umum (general aviation). Istilah yang dipakai di Indonesia lebih dikenal dengan aircraft parking stand atau tempat parkir pesawat. Istilah yang digunakan untuk bandar udara yang diteliti, gate group dinyatakan dengan jumlah aircraft parking stand pada apron. Hal ini disebabkan kondisi pada bandar udara yang diteliti yang tidak memiliki gate group, dimana setiap pesawat yang beroperasi di bandar udara dapat memilih atau ditempatkan pada suatu tempat parkir di landasan parkir dan tidak selalu sama pada setiap periode operasi. Kapasitas tiap jam dari apron atau parking stand tergantung dari jumlah dan jenis pesawat yang beroperasi, jumlah tempat parkir pesawat (parking stand) dan waktu yang diperlukan pesawat untuk bongkar muat penumpang dan barang (gate occupancy time). Gate occupancy time (GOT) yang diperlukan oleh pesawat merupakan gabungan dari Scheduled Occupancy Time (SOT) yang biasa disebut waktu bongkar muat yang diperlukan sesuai jadwal penerbangan yang ada ditambah dengan Positioning Time (PT) atau waktu yang diperlukan pesawat untuk bergerak atau manuver keluar dan masuk tempat parkir.
Kapasitas atau kapasitas yang dihasilkan oleh sistem sisi udara (throughput capacity) merupakan ukuran dari jumlah maksimum operasi pesawat yang bisa diakomodasi oleh bandar udara atau komponen bandar udara dalam 1 jam. Melalui penghitungan kapasitas tiap komponen sisi udara tersebut dapat diketahui kapasitas bandar udara tiap jam dan dihitung volume tahunan yang mampu dilayani oleh suatu bandar udara (annual service volume). Langkah dan data masukan yang diperlukan untuk menghitung kapasitas bandar udara metode FAA. AC. 150/5060-5 .
2. Faktor yang mempengaruhi kapasitas
Tujuan dari perhitungan kapasitas bandar udara adalah untuk menjelaskan kapasitas dari suatu bandar udara sebagai dasar untuk pengembangan bandar udara di masa mendatang dalam menghadapi pertumbuhan lalulintas udara. Pertumbuhan penumpang udara yang telah diperhitungkan sebelumnya berakibat kepada semua komponen transportasi udara termasuk bandar udara. Mengantisipasi dan menangani kenaikan penumpang, penambahan fasilitas dan pengembangan bandar udara diperlukan untuk memenuhi permintaan akan transportasi udara di masa yang akan datang.
Metode pertama yang digunakan adalah dengan mengevaluasi komponen-komponen utama dari bandar udara termasuk sisi udara, fasilitas dan gedung serta ruang udara yang tersedia. Melalui studi perencanaan, maka akan diketahui komponen yang perlu mendapatkan penanganan lebih lanjut untuk menghadapi kenaikan permintaan akan transportasi udara.
Langkah penghitungan kapasitas sisi udara
Hasil | Data masukan |
Kapasitas tiap jam dari komponen landas pacu (Hourly capacity of runway component) | a. Cuaca; tinggi dasar awan dan jarak pandang (VFR, IFR atau PVC) b. Konfigurasi landas pacu c. Variasi pesawat (Aircraft Mix) d. Persentase kedatangan e. Persentase Touch and Go f. Lokasi dari landas hubung keluar/exit taxiway |
Kapasitas tiap jam dari komponen landas hubung (Hourly capacity of taxiway) component | a. Lokasi persimpangan degan landas hubung b. Intensitas penggunaan landas pacu (Runway operation rate) c. Variasi pesawat pada landas pacu yang bersilangan
|
Kapasitas tiap jam dari apron (Hourly capacity of gate group components) | a. Jumlah dan tipe gate pada tiap grup b. Gate mix c. Gate occupancy time |
Kapasitas bandar udara tiap jam (Airport hourly capacity) | Hasil dari perhitungan 1, 2 dan 3 di atas dipilih yang terendah |
Komponen utama yang harus dihitung dan diketahui sebagai dasar menentukan kapasitas sisi udara adalah konfigurasi landasan pacu, panjang landasan pacu, dan jumlah dan letak landasan hubung keluar dari landasan pacu. Sebagai tambahan, kapasitas dari sistem sisi udara lebih lanjut dipengaruhi oleh karakteristik operasi seperti cuaca, variasi pesawat yang beroperasi dan sistem pengendalian lalulintas udara. Masing-masing komponen tersebut harus dianalisa sebagai bagian dari perhitungan kapasitas sisi udara.
a. Konfigurasi Bandar Udara
Faktor utama untuk menghitung kapasitas operasi suatu bandar udara adalah tata letak (layout) dan geometri dari landasan pacu serta landasan hubung bandar udara. Menurut FAA dalam Air Circular 150/5060-5 Airport Capacity and Delay ada sekitar 64 konfigurasi landasan pacu yang digunakan sebagai dasar penghitungan kapasitas landasan pacu. Masing-masing konfigurasi mempunyai kapasitas yang berbeda sehubungan dengan jarak pisah aman (separation) antar pesawat baik yang berangkat maupun mendarat.
Dalam penghitungan kapasitas sisi udara terkait dengan konfigurasi bandar udara adalah exit factor atau faktor yang diakibatkan oleh jumlah landasan hubung dan jarak landasan hubung keluar dari awal pendaratan atau keberangkatan pesawat. Hal ini berpengaruh terhadap penghitungan kapasitas, jumlah landasan hubung keluar dari landasan pacu untuk pendaratan dan keluar dari landasan parkir untuk keberangkatan yang lebih banyak akan memperbesar kapasitas sisi udara, sedangkan jarak keluar yang sesuai dengan banyak landasan hubung keluar juga akan memperbesar kapasitas yang ada.
b. Cuaca
Fenomena cuaca yang berpengaruh terhadap operasi penerbangan terutama di bandar udara adalah ceiling (tinggi dasar awan) dan visibility (jarak pandang). Terdapat 3 kategori untuk kondisi tersebut, yaitu:
1). Visual Flight Rules (VFR), tinggi dasar awan di atas 1000 kaki dan jarak pandang lebih dari 3 mil.
2). Instrument Flight Rules (IFR), tinggi dasar awan 670 sampai 1000 kaki dan atau jarak pandang 1 sampai 3 mil.
3). Poor Visibility Condition (PVC) atau kondisi cuaca di bawah minimum, dimana tinggi dasar awan di bawah 670 kaki dan atau jarak pandang kurang dari 1 mil.
Kondisi cuaca di atas menyebabkan kapasitas yang berbeda akibat operasional pesawat yang terganggu, kapasitas pada kondisi IFR atau di bawah minimum akan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kondisi VFR. Perbedaan kondisi tersebut digunakan untuk menghitung kapasitas operasi bandar udara pada masing-masing kondisi cuaca.
c. Mix Index
Mix Index adalah fungsi matematis yang digunakan dalam penghitungan kapasitas bandar udara untuk mengetahui tingkat pengaruh pesawat berbadan lebar terhadap sistem bandar udara. Hal ini terkait dengan perbedaan kecepatan pesawat saat melakukan pendekatan (approach) sehingga waktu yang diperlukan berbeda untuk setiap kelas pesawat, selain itu adalah adanya pengaruh udara yang berputar di belakang mesin pesawat (wake turbulence) terutama apabila beroperasi di belakang pesawat berbadan lebar sehingga harus ada jarak yang aman antar pesawat. Semakin besar perbedaan kelas pesawat yang beroperasi, maka semakin besar jarak aman yang diperlukan dan berarti semakin sedikit kapasitas operasi yang dihasilkan.
Untuk penghitungan kapasitas, maka pesawat dikategorikan menjadi 4 kelas seperti dapat dilihat pada Tabel 2.2. Perhitungan Mix Index adalah persentase operasi dari pesawat kelas C (pesawat berbadan sedang) ditambah 3 kali persentase operasi pesawat kelas D (berbadan lebar), atau % (C+3D).
Klasifikasi pesawat
Kelas pesawat | Maximum Take Off Weight (pounds) | Jumlah mesin | Kelas turbulen | |
A | ≤ 12.500 | Tunggal | Kecil/Small(S) | |
B | Jamak | Kecil/Small(S) | ||
C | 12.500 - 300.000 | Jamak | Sedang/Large(L) | |
D | ≥ 300.000 | Jamak | Lebar/Heavy(H) | |
d. Percent Arrivals
Persentase kedatangan atau persentase pendaratan pesawat adalah perbandingan antara jumlah pendaratan dengan seluruh operasi pesawat, dengan perhitungan sebagai berikut.
Percent Arrivals = | A + 1/2 (T&G) | x | 100 |
| |||
| A + DA + (T&G) |
|
|
| |||
Semakin besar persentase kedatangan maka akan semakin kecil kapasitas yang dihasilkan, hal ini dikarenakan prosedur kedatangan memerlukan waktu yang lebih lama daripada prosedur keberangkatan atau lepas landas pesawat terkait dengan separasi atau jarak pisah aman yang harus disediakan kepada pesawat.
e. Percent Touch & Go
Persentase Touch and Go atau pesawat yang melakukan latihan pendaratan dengan hanya menyentuh landasan tanpa berhenti adalah perbandingan antara jumlah Touch and Go dengan seluruh operasi pesawat, dengan perhitungan sebagai berikut.
Percent T&G = | (T&G) | X | 100 |
| A + DA + (T&G) |
|
|
|
|
|
dengan,
A = Jumlah kedatangan pesawat dalam 1 jam
DA = Jumlah keberangkatan pesawat dalam 1 jam
T&G = Jumlah Touch and Go dalam 1 jam
Operasi Touch and Go memperkecil kapasitas sisi udara terutama komponen landasan pacu, hal ini disebabkan pesawat yang akan mendarat dan lepas landas harus memiliki jarak pisah yang aman terhadap operasi Touch and Go yang berarti waktu tunggu yang lebih lama dan kapasitas yang semakin berkurang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar