Jumat, 15 April 2011

Potret Training & Man Powering Issue Penerbangan Indonesia

Umum

Undang - Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan pada Bab IX mengatur tentang Sumber Daya Manusia. Tersurat dengan jelas bahwa pemerintah bertanggung jawab terhadap penetapan kebijakan penyediaan dan pengembangan SDM di bidang penerbangan (angkutan udara, kebandarudaraan, navigasi penerbangan, keselamatan penerbangan dan keamanan penerbangan) dari mulai perencanaan, pendidikan dan pelatihan, perluasan kesempatan kerja dan pengawasan pemantauan serta evaluasi untuk mewujudkan sumber daya manusia yang profesional, kompeten, disiplin, bertanggung jawab, dan memiliki integritas.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 juga mengatur bahwa dalam menjalankan pekerjaannya, setiap personel di bidang penerbangan wajib memiliki sertifikat kompetensi atau lisensi sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan untuk bidang pekerjaannya. Sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan kepada peserta didik yang telah dinyatakan lulus pendidikan dan pelatihan.

Perkembangan Penerbangan di Indonesia

Peningkatan permintaan atau kebutuhan (demand) terhadap moda transportasi udara belum seiring dengan peningkatan penyediaan (supply) jasa transportasi udara secara menyeluruh. Peningkatan taraf ekonomi dan makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan fungsi waktu mempengaruhi pola transportasi masyarakat pada negara kepulauan tercinta ini kepada transportasi udara yang lebih efisien.

Makin menggeliatnya bandara-bandara di daerah-daerah berkembang, meningkatnya jumlah dan rute operasi serta jumlah pesawat menyebabkan tuntutan kebutuhan sumber daya manusia yang berkompeten makin meningkat baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Pemerintah dituntut untuk segera dapat memenuhi kebutuhan tersebut untuk tetap menjaga tingkat keselamatan dan keamanan penerbangan.

Pendidikan dan pelatihan merupakan pintu awal yang harus dilalui oleh sumber daya manusia yang akan berkecimpung dalam dunia penerbangan untuk mendapatkan kompetensi sesuai dengan bidang tugasnya, kebijakan yang tepat di bidang pengembangan sumber daya manusia terutama untuk pendidikan dan pelatihan merupakan kunci utama suksesnya penyediaan sumber daya manusia yang berkompeten.

Prediksi perkembangan ke depan berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa dalam beberapa puluh tahun ke depan, perkembangan positif tetap akan terjadi di dunia penerbangan, yang artinya akan semakin meningkat baik dari sisi capital/asset maupun dari sisi operasionalnya. Pertumbuhan jumlah penumpang, pesawat, rute penerbangan, bandar udara dan lain-lain yang berimplikasi pada penambahan jumlah sumber daya manusia berkompetensi pada bidang masing-masing.

Kesiapan sumber daya manusia di tingkat daerah juga perlu dipersiapkan dalam rangka antisipasi perkembangan penerbangan. Sinkronisasi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah menuntut pemerintah harus dapat memberikan ilmu pengetahuan terkini tentang peraturan penerbangan menyangkut operasional penerbangan berkaitan dengan keselamatan penerbangan agar kebijakan pemerintah daerah dapat sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat terutama di bidang transportasi udara.

Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 yang melimpahkan urusan transportasi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah menuntut tersedianya SDM berkompeten di bidang penerbangan di tiap-tiap propinsi atau kabupaten/kota yang mengelola atau di dalamnya terdapat pengelolaan transportasi udara. Namun dalam pembinaan SDM teknis masih merupakan tanggung jawab pemerintah pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Udara yang harus membina dan memenuhi kompetensi teknis SDM di tiap-tiap daerah.

Pendidikan dan Pelatihan Penerbangan

Merupakan tugas tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan SDM penerbangan yang berkompetensi dan profesional di bidangnya untuk melaksanakan tugas teknis operasional dalam rangka mewujudkan transportasi udara yang aman, nyaman, teratur dan berkesinambungan.

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan merupakan institusi dibawah Kementerian Perhubungan yang mempunyai tugas pokok dan fungsi menyediakan SDM berkompetensi tersebut.

Sampai dengan saat ini Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan dan Unit Pelaksana Teknis bersinkronisasi dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara telah menjadi institusi pencetak dan pengembang SDM penerbangan yang mensuplai kebutuhan tenaga teknis penerbangan untuk pihak Direktorat Jenderal Perhubungan Udara melalui program-program diklat yang dilaksanakan.

Matrik Permasalahan Pendidikan dan Pelatihan di bidang Penerbangan

No.

Permasalahan

Uraian

Rencana Aksi

Tindak Lanjut

1.

Kompetensi Awal (Input)

Kompetensi awal bisa dari perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan dengan kompetensi sejenis;

Perlunya kajian tentang program pendidikan yang sudah bisa diselenggarakan oleh masyarakat;

Sinergi program diklat awal yang kompetensinya sudah bisa diselenggarakan masyarakat;

2.

Kompetensi Teknis Penerbangan dan SKP

SKP bisa diperoleh apabila sudah mengikuti program pendidikan pelatihan teknis (sertifikat kompetensi) serta lulus uji kompetensi;

BPSDM Perhubungan dan UPT seharusnya lebih fokus kepada pendidikan dan pelatihan teknis;

Pengembangan program pendidikan dan pelatihan kompetensi;

3.

Pola Diklat

Sekarang pola yang digunakan untuk diklat awal adalah pendidikan diploma, sehingga diperlukan waktu yang cukup lama dibandingkan dengan pendidikan non diploma/short course;

Perlunya kajian tentang kemungkinan pola pendidikan non diploma untuk kompetensi awal yang belum bisa diselenggarakan masyarakat (CASR memfasilitasi untuk pola non diploma dengan memperhatikan input kompetensi awal);

Perombakan pola diklat dari program diploma menjadi non diploma/short course untuk efisiensi;

4.

Pola Pembiayaan

Tidak diketahui secara pasti komponen biaya diklat secara rinci sehingga banyak komponen pembiayaan diklat yang harus ditanggung oleh pemerintah untuk diklat yang beroutput ke masyarakat (swasta);

Penghitungan ulang komponen biaya diklat dan tinjauan output diklat dan telaah terhadap output diklat;

Pembuatan Standar Biaya Khusus (SBK) Diklat yang komprehensif serta pemberhentian subsidi pemerintah untuk program diklat yang beroutput ke masyarakat;

5.

Ineficiency

Perlu tetap dipertahankan penyelenggaraan diklat penerbang untuk fungsi control namun tidak efisiennya biaya diklat yang ada mengurangi daya saing dengan diklat masyarakat terutama untuk pendidikan penerbang;

Perlunya studi komparasi dan penghitungan yang jelas terhadap komponen biaya diklat penerbang yang berdaya saing;

Penyesuaian biaya diklat penerbang (pilot) yang efisien dan berdaya saing;

6.

Pengguna lulusan

Output diklat penerbangan yang dibiayai pemerintah seharusnya bermuara (output) untuk mensuplai kebutuhan pemerintah namun banyak diklat yang bermuara kepada swasta;

Pendataan penyerapan lulusan diklat untuk mengetahui daya serap dan target pasar;

Masukan untuk perencanaan diklat pada tahun-tahun mendatang kepada Direktorat Jenderal dan Pemerintah;

7.

Partisipasi Swasta

Pihak swasta (perguruan tinggi dan lembaga diklat swasta) banyak yang sudah mampu menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan pada kompetensi penerbangan; (sesuai UU No. 1 Tahun 2009 ttg Penerbangan dimungkinkan)

Pemilahan pendidikan dan pelatihan yang sudah bisa dilaksanakan masyarakat, market share dan rencana pembinaan serta pengawasan;

Pengambilan sikap atas beberapa jenis kompetensi yang sudah bisa dilaksanakan oleh masyarakat sehingga tidak kelebihan kuota (misal: penutupan/penghentian pelaksanaan pendidikan yang kompetensinya sudah bisa diselenggarakan oleh masyarakat;


Demand vs. Supply SDM Penerbangan (Link and Match)

Tuntutan pemenuhan sumber daya manusia berkompetensi yang semakin meningkat akibat pertumbuhan penerbangan dihadapkan dengan kapasitas lembaga pendidikan dan pelatihan. Di sisi lain tuntutan SDM penerbangan berkompeten di lapangan sesuai amanah UU No. 1 tentang Penerbangan dihadapkan dengan permasalahan kepegawaian. Hal tersebut menuntut kebijakan baru di bidang pendidikan dan pelatihan penerbangan.

Berdasarkan evaluasi dan pemantauan yang dilakukan secara komprehensif dan berkesinambungan serta data-data empiris, mengindikasikan beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian dan berencana membuat kebijakan terkait dengan perbaikan, efisiensi dan efektifitas dalam dunia pendidikan dan pelatihan penerbangan merespon perkembangan terkini di bidang penerbangan.

Pertumbuhan dunia penerbangan yang begitu dinamis menuntut pemenuhan SDM yang real time untuk menangani operasional penerbangan di Indonesia. Program penyediaan SDM berkompetensi melalui pendidikan dan pelatihan dituntut untuk bisa link and match dengan kebutuhan saat ini, sehingga perlu dikaji apakah program pendidikan yang dilaksanakan saat ini akan menjawab kebutuhan lapangan pada saat ini atau atau paling tidak untuk jangka pendek, karena kebutuhan SDM beberapa tahun mendatang akan sangat mungkin berbeda dengan kebijakan yang saat ini diterapkan apabila tidak diserta dengan research and development yang berkesinambungan.

Direktorat Jenderal Perhubungan Udara mengungkapkan data bahwa terdapat kekurangan SDM yang berkompeten di berbagai bidang kerja di penerbangan baik yang ditangani Pemerintah (PNS) maupun swasta (non-PNS). Hal ini menuntut BPSDM Perhubungan untuk dapat menentukan langkah-langkah strategis terkait dengan strategi perencanaan dan pengembangan SDM penerbangan dalam memenuhi tuntutan tersebut.

Analisa terhadap kebutuhan kompetensi lapangan saat ini terkait dengan banyaknya kompetensi baru yang dibutuhkan dan jurusan pendidikan yang sudah tidak signifikan untuk diselenggarakan juga perlu dilakukan untuk menghindari tidak terserapnya lulusan pada jurusan tertentu yang pada saat ini terjadi (match), sehingga perlu diadakan pemetaan kompetensi, kebutuhannya dan selanjutnya dibuatkan rencana program pendidikan yang sesuai dan sesuai kebutuhan pada masa mendatang.

Perombakan dan perubahan paradigma mungkin akan muncul sebagai implikasi dari hasil perubahan kebijakan yang terjadi, namun hal tersebut paling tepat untuk diambil dalam rangka efisiensi dan efektifitas di bidang pendidikan dan pelatihan khususnya perhubungan udara menjawab tuntutan pemenuhan SDM di masa mendatang.

Capital vs. Outcomes

Pemerintah memberikan modal atau sumber daya kepada institusi pendidikan dan pelatihan dalam hal ini Pusdiklat Perhubungan Udara dan UPT dalam hal penyiapan dan pemenuhan kebutuhan SDM berkompetensi di bidang penerbangan agar operasional penerbangan di Indonesia dapat tertangani dengan baik oleh SDM yang berkompeten di bidangnya, yang pada muara akhirnya adalah keselamatan dapat terjaga pada tingkatan yang diinginkan oleh pemerintah.

Tingkat keselamatan penerbangan yang intangible serta sistem perencanaan pemerintah yang cenderung tidak memperhitungkan Break Event Ratio seringkali membuat kita terlena akan investasi (capital) yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah dibandingkan dengan manfaat (outcomes) yang dapat diterima sehingga seringkali arah pengembangan pendidikan dan pelatihan cenderung meningkatkan capital namun tidak diserta dengan evaluasi yang komprehensif terhadap manfaat (outcomes) yang dihasilkan. Outcomes bukanlah hanya gambaran kuantitas atau jumlah gap yang sudah terpenuhi namun lebih kepada target akhir berupa kinerja atau performance yang ada dilapangan sebagai hasil dari pendidikan dan pelatihan dalam rangka menunjang dan mempertahankan keselamatan penerbangan.

Perkembangan teknologi di bidang penerbangan memang tidak bisa dipungkiri menuntut sistem pendidikan dan pelatihan yang lebih canggih sehingga lulusan diklat dapat lebih cepat untuk beradaptasi dengan kondisi nyata di lapangan, dalam hal ini pengembangan sarana dan prasarana diklat seperti kurikulum yang up-to date serta penggunaan simulator sangat diperlukan. Namun tentunya perlu kajian yang lebih komprehensif disesuaikan dengan kondisi faktor terkait lainnya untuk hasil yang lebih optimal. Contoh kasus adalah apabila mengadakan satu alat simulator maka perlu dipertimbangkan tingkat penggunaan (utilitas) SDM instruktur yang berkompeten serta SDM dan program perawatan yang reliable, sehingga alat tersebut benar-benar dapat berguna proses belajar mengajar dibandingkan dengan sistem konvensional berdasarkan evaluasi dan studi komparasi yang harus dilakukan secara periodik.

Pembiayaan yang dikucurkan oleh pemerintah untuk pendidikan dan pelatihan di bidang penerbangan (subsidi) juga perlu dikaji efisiensi penggunaannya terkait dengan output dan outcomes yang dihasilkan. Pengguna lulusan UPT diklat Penerbangan adalah pihak Pemerintah (Direktorat Jenderal Perhubungan Udara) dan pihak swasta (BUMN, Perusahaan Penerbangan, Perusahaan Ground Handling, dll), terkait dengan pengguna lulusan subsidi pemerintah adalah lebih tepat digunakan untuk para peserta pendidikan dan pelatihan yang penempatannya pada pemerintah atau dengan kata lain investasi kembali kepada investor , namun pada saat ini kenyataan yang terjadi adalah pemerintah juga mensubsidi program pendidikan yang outputnya adalah kepada pihak swasta.

Mekanisme serah terima (transfer) memang ada dan dilakukan namun dalam kenyataannya investasi yang dikeluarkan tidak sebanding dengan pengembalian yang diterima oleh pihak pemerintah akibat tidak bisa terperincinya komponen biaya diklat secara mendetail sehingga ada komponen-komponen biaya diklat masih melekat pada komponen biaya lain yang harus ditanggung oleh pemerintah dan perlu penghitungan dan pemilahan lebih lanjut, semisal komponen biaya listrik, air, perawatan, penyusutan, dan biaya lainnya.

Peran masyarakat dan pihak lain

Tujuan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan penerbangan oleh pemerintah adalah untuk memenuhi kebutuhan SDM berkompetensi di dunia penerbangan selama belum dapat dipenuhi atau diselenggarakan oleh masyarakat. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk ikut andil dalam penyediaan SDM penerbangan berkompetensi melalui pendidikan dan pelatihan baik formal maupun informal. Perkembangan saat ini banyak bermunculan dari masyarakat yang ingin dan mampu menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang penerbangan baik formal maupun non formal, sebagai contoh adalah universitas yang membuka jurusan di bidang penerbangan, lembaga pendidikan dan pelatihan yang mendidik penerbang/pilot, teknik pesawat udara, ground handling, aviation security, dll. yang saat ini bermunculan.

Kajian terhadap kompetensi yang sudah bisa dilaksanakan oleh swasta/masyarakat perlu dilakukan secara akademis dan yuridis sebagai penentu kebijakan selanjutnya. Penyediaan SDM berkompetensi yang sudah bisa dilakukan oleh pihak swasta tentunya tetap dalam pengawasan dan kendali pemerintah, sehingga untuk kompetensi tertentu yang tetap memerlukan campur tangan pemerintah maka perlu dikaji market share yang ada.

Kajian akademis adalah sejauh mana muatan kurikulum pendidikan pada diklat formal dan non formal yang diselenggarakan oleh pihak swasta dapat memenuhi kompetensi yang dipersyaratkan baik secara nasional maupun internasional, sehingga dapat diketahui kekurangan dan langkah pemenuhan selanjutnya.

Kajian yuridis atau hukum adalah sejauh mana dimungkinkan dalam aturan baik nasional maupun internasional suatu kompetensi pada pendidikan dan pelatihan yang dilakukan oleh masyarakat dapat disesuaikan atau disetarakan.

Tidak ada komentar: