Jumat, 21 Maret 2008

KRITISI UNTUK PARA PETINGGI DAN YANG MERASA PETINGGI PADA KOMUNITAS ATC INDONESIA


                        
Saya bukan siapa-siapa dalam komunitas ATC Indonesia. Dalam suatu
kesempatan, ketika saya dihadapkan dengan pertanyaan kritis oleh para
student ATC dan bekas student ATC yang baru saja lulus dari sekolahan
ATC yang ada nama Indonesia-nya, tiba-tiba saya harus berfikir keras
bagaimana harus menjawab pertanyaan ini. Pertanyaan itu adalah, "Mas,
bapaknya yang ngemong ATC Indonesia itu siapa sih? Kok, kelihatan ada
tapi tiada dan kelihatan tiada tapi ada. Biasanya bapak (yang baik)
itu selalu memperhatikan kebutuhan dan kepentingan ibu, anak dan
saudara-saudaranya. Memberi uang belanja, uang saku dan seterusnya.
Memarahi bila ada yang salah dan memberi penghargaan bila ada yang
perlu diberi penghargaan" .
 
Terus terang menjawab pertanyaan ini agak gampang-gampang susah.
Jawaban pertanyaan selalu memiliki dimensi yang luas. Dari sudut
pandang komunikasi publik, penanya bertanya dengan intensi memperoleh
jawaban yang sesungguhnya publik dan penanya sendiri telah mengetahui
jawaban dari pertanyaan tersebut atau publik telah memahami dan
penanya adalah orang bodoh yang tidak sadar lingkungan atau opsi
publik dan penanya sendiri adalah orang-orang bodoh atau dibodohi oleh
lingkungan sehingga menjadi tampak tidak sadar lingkungan.
 
Terhadap pilihan sudut pandang komunikasi publik tersebut saya harus
berfikir lebih keras lagi. Fenomena yang dilihat oleh beberapa orang
kawan (yang saya nilai agak skeptis), perkembangan (yang kalau masih
boleh dibilang berkembang) jagat ATC Indonesia tidak dapat hanya
ditandai dengan tolok ukur telah digunakannya peralatan yang konon
High-Tech dalam pelayanan lalu lintas penerbangan. Berentetnya
titel-titel yang disandang dalam nama personil-personil ATC Indonesia,
dan seterusnya. Namun kata orang pintar, keberhasilan progres harus
diukur dengan parameter yang lebih komprehensif dengan analisa sistemik.
 
Perjalanan procedure development, implementation yang dilanjutkan
dengan evaluation baik skala makro maupun mikro dalam konteks
pelayanan lalu lintas penerbangan di Indonesia masih jauh panggang
dari api. Sebut saja ATS master plan yang ada, siapa saja yang terkait
dengan penyusunannya (keterwakilan publik), bagaimana upaya
mencapainya, seberapa besar tingkat pencapaiannya, dan seterusnya.
Dalam tatanan yang lebih teknis berapa banyak informasi dan prosedur
pelayanan navigasi penerbangan yang konon para aviator pun akan
kebingungan dalam membacanya dan menginterpretasikannya dan setrusnya.
 
Peralatan komunikasi, navigasi dan pendekatan yang digunakan dalam
pelayanan lalu lintas penerbangan konon telah direncanakan secara
matang oleh para perencana di kantor paling pusat dari pengurus
ATC-ATC Indonesia yang sepertinya lebih suka membuat loncatan-loncatan
panjang dalam perencanaan sistem, dari pada membuat sesuatu yang lebih
sederhana, ringkas dan mudah dipahami oleh publik. Sistem satelit
adalah kemajuan teknologi yang tidak dapat dipungkiri bahwa ini akan
datang dan pasti digunakan, akan tetapi, implementasi sistem ini akan
menjadi basa-basi belaka ketika masih dijumpai peralatan radar yang
di-instal dari "jaman batu" namun eksistensinya seolah-olah ada dan
tiada, dianggap penting namun tidak penting. Investasi  procurement
peralatan mahal  namun kurang friendly use dan tidak terintegrasi
dengan peralatan pada adjacent unit, dan seterusnya.
 
Masalah sumber daya manusia, hal yang lebih krusial lagi untuk
dikritisi. Pertanyaannya adalah; berapa jumlah personil active control
yang sekarang ada di Indonesia? apakah sudah memenuhi standar
kecukupan kuantitas maupun kualitas? Kalau kurang, berapa dan
bagaimana harus memenuhinya? Penulis sangat percaya bahwa menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu dilakukan koordinasi yang lebih
intensif, tepat, terarah dan terpadu.
 
Masalah-masalah tersebut adalah salah sekian dari sekian banyak wacana
yang dapat diidentifikasi oleh sebagian publik. Bisa jadi hal di atas
merupakan kebenaran atau ketidakbenaran. Namun yang paling penting
untuk diketahui publik adalah bagaimana apa yang harus diketahui
publik menjadi diketahui publik dengan sebenar-benar dan
sejujur-jujurnya. Menjadi sulit untuk dipersalahkan bila publik
memberikan penafsiran yang kurang tepat ketika kebijakan publik kurang
terpublikasi.
 
Kembali pada pertanyaan awal, siapa sebenarnya bapak yang ngemong ATC
Indonesia? Rasanya saya harus jujur menjawab bahwa saya sendiri tidak
tahu siapa sebenarnya dia. Karena pada saat pertanyaan ini terlontar
kepada saya, saya hanya memberikan senyum saja pada mereka. Dalam hati
saya bergumam, barangkali mereka sudah tahu jawabnya.
 
Melalui posting ini kami mengajak publik untuk mengkritisi kondisi yang
berlangsung saat ini. Kalau saudara-saudara merasa telah
mengidentifikasi siapa bapak yang ngemong ATC Indonesia. Saya mengajak
saudara saudara mengomentari tulisan ini dan memberikan ponten (nilai)
pencapaian/kepuasan terhadap progres Development of air traffic services di
Indonesia dalam skala penilaian kepuasan. Penilaian ini diharapkan
dapat memberikan informasi kepada publik mengenai public acceptance
dari progres yang telah berlangsung.
 
Bravo ATC Indonesia, semoga vision Menuju ATC Indonesia Yang Cerdas,
Mapan Dan Berwibawa menjadi lebih dekat menuju kenyataan.

Tidak ada komentar: