Kamis, 10 Maret 2011

Policy Overview - Sarana & Prasarana Transportasi Penerbangan

1. Sarana

a. Armada

Penyediaan armada udara dalam rangka optimalisasi pelayanan transportasi udara nasional meliputi :

1). Pengadaan pesawat udara untuk penumpang atau kargo dilakukan evaluasi teknis dan operasi.

2). Untuk keperluan khusus pengoperasian pesawat udara dalam negeri boleh registrasi asing dan dioperasikan oleh badan hukum Indonesia serta masuk AOC yang mengoperasikan.

3). Sertifikat operator pesawat udara (AOC) diterbitkan oleh pemerintah pusat dan dilakukan evaluasi teknis, operasi, ekonomi, SDM dan keuangan.

4). Sertifikasi type dan sertifikasi produksi pesawat diterbitkan oleh pemerintah pusat yang disempurnakan dan diharmonisasikan dengan peraturan internasional serta evaluasi teknis, SDM sesuai CASR.

5). Audit mutu berkala AOC.

6). Pesawat udara sipil milik warga negara asing atau Badan Hukum Asing yang tidak didaftarkan di negara lain dan dioperasikan oleh WNI atau Badan Hukum Indonesia berdasarkan mutu perjanjian sewa beli, sewa guna atau bentuk peraturan lainnya, dapat memperoleh tanda pendaftaran Indonesia.

b. Sertifikasi dan Kelaikan Udara, Pengoperasian dan Perawatan Pesawat

Udara

1). Mewajibkan secarah penuh bagi operator pesawat udara yang mengoperasikan pesawat udara berpenumpang lebih dari 30 penumpang untuk melaksanakan modifikasi pintu tahan peluru.

2). Pemerintah mengatur

Penerapan Reduce Vertical Separation Minima (RVSM) inclusive secara bertahap untuk mulai dari ketinggian 40.000 feet ke ketinggian 29.000 feet seluruh air space untuk pesawat udara jenis jet penumpang dan cargo termasuk penerbangan excecutive, dengan mengevaluasi kemampuan peralatan pesawat udara dan pilot untuk pemenuhan persyaratan operasi RVSM, dan disarankan untuk pesawat yang beroperasi dengan kemampuan RVSM dilengkapi dengan TCAS/ACAS II.

3). Penerapan manajemen penerbangan secara horizontal (RNP) 10 secara bertahap sebagai perpanjangan jalur Utara-Selatan termasuk jalur Timur –Barat dimana persyaratan sertifikasi kemampuan peralatan pesawat udara , personil operasi harus memenuhi persyaratan RNP 10.

4). Penerapan manajemen kebisingan (pengoperasian dengan tingkat kebisingan rendah) secara bertahap dilakukan dengan cara pembatasan jam operasi pada pagi dan malam hari pada airport yang telah dikelilingi oleh kepadatan penduduk atau bertahap pembatasan pendaftaran pesawat udara yang tingkat kebisingannya diatas level kebisingan tingkat 3 (stage 3), dan tahun 2008 tidak mengijinkan/melarang pengoperasian pesawat udara yang tingkat kebisingan diluar stage 3.

5). Secara bertahap membatasi pemasukan /pendaftaran pesawat udara tua yang telah berumur lebih dari 20 (dua puluh ) tahun dengan pertimbangan kerumitan dan biaya perawatan, ketentuan persyaratan operasi yang terus meningkat serta kemampuan perusahaan operator pesawat udara untuk menjaga kelanjutan tersedianya angkutan transportasi udara.

6). Secara bertahap mendorong operator pesawat udara untuk meningkatkan kemampuan pesawat udaranya untuk menggunakan komunikasi dengan data, memberikan kebijakan kemudahan penyebaran pusat perawatan link dan navigasi via frequency atau satelit sebagai tahapan dari implementasi CSN/ATM), termasuk penggunaan alat bantu surveillance ADS(B) broadcasting dengan pemasangan ATC transponder mod S.

7). Sehubungan perubahan ICAO Annex 6 yang akan disesuaikan dengan CASR 91,121 dan 135 yang tidak lagi mengatur penggunaan ELT freq 121,5 dan tahun 2009 hanya mengatur ELT freq 121,5 dan 406 MHz , secara bertahap mulai tahun 2006 mensyaratkan pesawat udara untuk memasang ELT dengan freq 121,5 dan 406 MHz sebanyak 2 (dua) unit untuk pesawat yang beroperasi diatas perairan atau pesawat yang beroperasi 50 mile dari pesisir pantai, dan 1 (satu) unit untuk pesawat yang beroperasi didaratan dan implementasi secara keseluruhan tahun 2010.

8). Badan Hukum Indonesia sebagai pemegang Sertifikat Operator Pesawat Udara 121 (AOC 121) yang berpenumpang lebih dari 30 dan kargo , Sertifikat Operator Pesawat Udara 135 (AOC 135) yang berpenumpang lebih kecil dari 30 dan kargo , Ijin Operasi/ Operating Permit 91 yang mengoperasikan pesawat non komersial yang diperbolehkan mengoperasikan pesawat udara sipil di wilayah Indonesia.

9). Untuk keperluan khusus pengoperasian pesawat udara registrasi asing di wilayah Indonesia oleh perusahaan operator penerbangan berbadan hukum Indonesia dapat diijinkan setelah melalui evaluasi teknis dan opersi , kedua otoritas negara melakukan perjanjian pendelegasian wewenang dibidang kelaikan udara sesuai dengan article Bis 83 ICAO,

10).Mempertahankan kemampuan perawatan rangka pesawat udara mulai berbadan kecil hingga berbadan besar sekelas B 747-400 yang telah dimiliki serta meningkatkan manajemen efisien dan efektifitas, dan secara bertahap memberikan kebijakan kemudahan penyebaran pusat-pusat perawatan pesawat udara diluar Pulau Jawa khususnya bandara yang bukan titik penyebaran sebagai tempat kegiatan perawatan pesawat udara sehingga terjadi penyebaran fasilitas perawatan keseluruh Indonesia yang kemudian akan menjadikan home base -home base perawatan.

11).Secara bertahap memfasilitasi kemampuan perawatan komponen pesawat udara yang memerlukan keahlian khusus dan ketelitian tinggi terutama komponen pesawat yang berbasis logic komputerisasi, termasuk keahlian khusus dalam pekerjaan chemical heat treatment process dan kemampuan uji keretakan.

12).Secara bertahap memfasilitasi kegiatan kerjasama perawatan pesawat udara , termasuk kerjasama pinjam meminjam komponen pesawat udara antar perusahaan penerbangan (pooling system spare part).

2. Prasarana

a. Bandar Udara

1). Hirarki fungsi dalam Tatanan Kebandarudaraan adalah tetap :

a). Bandar Udara Pusat Penyebaran

b). Bandar Udara Bukan Pusat Penyebaran

2). Kebijakan pembangunan adalah tetap dilaksanakan secara efisien dan efektif dengan pertimbangan pemenuhan permintaan jasa transportasi udara serta menunjang wawasan nusantara dan ketahanan nasional.

3). Pengoptimalan prasarana transportasi udara (bandara) di lokasi bencana dan rawan bencana sehingga dapat melayani operasi pesawat Hercules C-130 atau F-27 dalam rangka evakuasi dan distribusi bantuan, sesuai prioritas program pengembangan bandar udara.

4). Pembangunan prasarana transportasi udara (bandara) di daerah perbatasan untuk operasi pesawat F-27 dengan daya dukung landasan mampu didarati pesawat C-130 (Hercules), sesuai prioritas pengembangan bandar udara.

5). Membuka peluang kerjasama lebih besar dalam :

a). Penyelenggaraan Bandar Udara

b). Pengelolaan Fasilitas

6). Penggunaan Bandar udara secara bersama Sipil dan Militer pada satu sisi

7). Pemenuhan Dokumen Pengoperasian Bandar Udara dalam kerangka Sertifikat Bandar Udara : Rencana Induk dan KKOP

8). Pemenuhan fasilitas bandar udara untuk peningkatan keamanan dan keselamatan penerbangan terkait dengan pengoperasian pesawat udara : RESA.

9). Eco–Airport (Sustainable Airport Development) : Mempunyai dokumen AMDAL

10).Penerapan automatisasi pada bandar udara

11).Penyediaan peralatan dan bahan PKP-PK harus sesuai dengan kategori Bandar Udara dan tidak boleh di down grade

12).Penyediaan fasilitas pemindahan pesawat yang mengalami kecelakaan (salvage equipment) agar disediakan dengan memperhitungkan kedekatan dengan bandara yang hanya memiliki satu landasan pacu (runway)

13).Semua SDM PKP-PK harus sudah mengikuti pendidikan yang sesuai dengan tingkat tugas/ jabatannya dan memiliki sertifikat kecakapan personil (SKP) serta rating yang sesuai.

14).Penyediaan fasilitas dan bahan PKP-PK harus sesuai dengan kategori PKP-PK bandara ( tidak ada level yang Down Grade).

15).Memperkecil efek dari keadaan darurat dalam hubungannya menyelamatkan jiwa manusia dan keberlangsungan operasi pesawat udara dengan menyiapkan perencanaan, penanggulangan gawat darurat pada bandar udara.

Dalam penyelamatan jiwa manusia terhadap pesawat udara yang mengalami kejadian atau kecelakaan di sekitar bandar udara dengan memberikan training dan penyiapan peralatan yang efektif sesuai standar ICAO dan pemenuhan personil.

16).Penyediaan fasilitas pertolongan kecelakaan pesawat udara yang dapat menjangkau di daerah rawa dan perairan atau daerah yang sulit dijangkau oleh Rescue Vehicle.

17).Semua personil transportasi udara terlatih dalam implementasi Airport Emergency Plan.

18).Pelaksanaan latihan Penanggulangan keadaan gawat darurat pada setiap bandar udara maksimal 1 kali dalam 2 (dua) tahun.

b. Navigasi Penerbangan

Kebijakan pembangunan di bidang Navigasi Penerbangan adalah sebagai berikut:

1) Air Traffic Management

a) Airspace Management

- Optimasi sektorisasi ruang udara pada AR4, AR9 dan rute domestik.

- Random RNAV Routes (Incl. Flex T) pada AR2, AR4, AR9 dan rute domestik.

- Persiapan penerapan RCP (Required Communication Performance)

- Penerapan RSP (Required Surveillance Performance).

b) Air Traffic Services

- Persiapan penerapan Minimum Safe Altitude Warning

- Persiapan penerapan Conflict Predicition

- Persiapan penerapan Conflict Alert

- Persiapan penerapan Conflict Resolution Advice

- Reduce Vertical Separation masih diberlakukan diruang udara Indonesia pada FL310 – FL410.

- Persiapan penerapan Reduced Lateral Separation

- Persiapan penerapan Independent IFR approaches to closely-spaced runways

- Persiapan penerapan RNAV untuk SIDs and STARs

- Persiapan penerapan Curved and segmented approaches

- Persiapan penerapan Arrival metering, sequencing and spacing

- Persiapan penerapan A-SMGCS

- Persiapan penerapan ATS inter-facility data (AIDS) communications

- Penerapan Ground-Ground data link

c) Air Traffic Flow Management

- Centralized ATFM akan ditentukan kemudian

- Inter-regional co-operative ATFM akan ditentukan kemudian

- Establishment of ATFM databases akan ditentukan kemudian

- Application of strategic ATFM planning akan ditentukan kemudian

- Application of pre-tactical ATFM planning akan ditentukan kemudian

- Application of tactical ATFM planning akan ditentukan kemudian

2) Komunikasi

a) Demo dan Uji coba

- AMSS direncanakan untuk diuji-cobakan di Makassar

- HF Data direncanakan untuk diuji-cobakan di Makassar

- VHF Data direncanakan untuk diuji-cobakan di Makassar

- Mode S direncanakan untuk dilaksanakan di Jakarta dan Makassar

- ATN (Ground - Ground) direncanakan untuk dilaksanakan di Jakarta dan Makassar

- ATN (Air - Ground) akan ditentukan kemudian

b). Penerapan operasional

- AMSS akan diimplementasikan di Makassar

- HF Data akan ditentukan kemudian

- VHF Data akan diimplementasikan di Makassar

- Mode S akan diimplementasikan di Jakarta dan Makassar

- Penerapan ATN (Ground - Ground) di Jakarta dan Makassar

- ATN (Air - Ground) akan ditentukan kemudian

3) Navigasi

a) Demo dan Uji coba

- Penggunaan GNSS (ABAS) sebagai alat bantu navigasi untuk Non Precision Approach

b) Penerapan operasional

- Penerapan GNSS untuk En-route

- Penerapan GNSS untuk Terminal

- Penerapan GNSS untuk Non Precision approach dibeberapa lokasi overlay dengan VOR/DME

- Persiapan penerapan GNSS untuk Precision approach

4) Pengamatan

a) Demo dan Uji coba

- ADS-B menggunakan Mode-S

b) Penerapan operasional

- PSR tidak dipertahankan, baik untuk en-route maupun terminal.

- Penerapan ADS-B dilokasi tertentu dengan tingkat kepadatan lalu-lintas yang rendah

- Penerapan ADS/CPDLC pada remote area dan oceanic.

- Penerapan MSSR Mode S

5). NASC

a) Telahaan Operasional dan Prosedur sehari hari

b) Telahaan ISO 9000

c) Pembangunan Sistem Pusat Informasi Aeronautika Indonesia baik software, hardware dan brainware

d) Pembangunan AIS Aerodrome ( Briefing Office ) di 50 bandara

e) Pembangunan sistem informasi Aeronautika berbasis internet

f) Penyatuan sistem One stop shopping Flight Plan : ARO, AIS dan Meteo satu atap.

Tidak ada komentar: