Kamis, 10 Maret 2011

Efek Lingkungan Global dalam Pembangunan Sistem Transportasi Penerbangan Indonesia

Pada era globalisasi yang akan membawa konsekuensi semakin kaburnya batas wilayah negara yang dalam bidang ekonomi dan perdagangan ditandai oleh adanya liberalisasi pasar bebas. Slogan bahwa usaha tidak lagi mengenal batas ruang dan waktu terus dikumandangkan oleh negara-negara maju atau negara-negara yang mempunyai potensi-potensi besar sektor jasa yang membutuhkan lahan usaha yang lebih luas (Economic of Scope) dan keuntungan yang lebih besar sesuai dengan lahan yang diperoleh (Economic of Scale).

Dalam bidang angkutan udara saat ini liberalisasi juga telah terjadi dan berkembang secara berjenjang mulai dalam tingkat Sub Regional yang diwujudkan dalam kerjasama IMT-GT Working Group on Air Linkages serta BIMP-EAGA Working Group on Air Linkages. Pada tingkat regional di ASEAN, kerjasama bidang angkutan udara diatur dalam ASEAN Air Transport Working Group Meeting dan dalam lingkup di Asia Pasifik kerjasama diatur dalam APEC Transportation Working Group Meeting. Untuk liberalisasi tingkat “Mondial”, kerjasama bidang angkutan udara menjadi salah satu sektor yang diliberalisasikan di World Trade Organization (WTO) dengan mengacu pada General Agreement Trade in Services (GATS).

Kebijakan liberalisasi bidang angkutan udara masih menekankan liberalisasi di tingkat ASEAN.

Khusus untuk perkembangan liberalisasi tingkat ASEAN, liberalisasi dilakukan pada bidang “hard rights” dan “soft rights”.

Bidang hard rights adalah bidang yang berkaitan langsung dengan hak angkut penerbangan. Di dalam ASEAN Air Transport Working Group Meeting telah disepakati ASEAN Road Map for Air Transport Integration yang secara umum dibagi dalam 3 (tiga) tahapan yaitu :

1. Liberalisasi angkutan udara khusus kargo (air freight services)

2. Liberalisasi angkutan udara berjadwal untuk penumpang (scheduled passanger services) antar wilayah kerjasama ASEAN sub regional

3. Liberalisasi angkutan udara seluruh wilayah ASEAN

Untuk bidang soft rights yaitu bidang penunjang yang berkaitan langsung dengan penerbangan, liberalisasinya dilakukan dengan mengacu pada ASEAN Framework Agreement in Services (AFAS) dan posisi Indonesia telah meliberalisasikan 3 (tiga) bidang yaitu :

  1. Computer Reservation System (CRS).
  2. Aircraft Maintenance and Repair.
  3. Sales and Marketing of Air Transport.

Melihat kecenderungan perkembangan kerjasama liberalisasi di atas, diperlukan perumusan kebijakan tahapan liberalisasi secara tepat.

Di sisi lain sebagai akibat globalisasi, saat ini antar perusahaan penerbangan tidak hanya berkompetisi atau bersaing namun juga diantara mereka melakukan kolaborasi atau bekerjasama. Kombinasi antara bentuk kompetisi dan kooperasi (Cooperation) tersebut diwadahi dengan munculnya berbagai aliansi strategis antara perusahaan penerbangan. Hingga saat ini terdapat lima “Global Alliance” untuk perusahaan penerbangan yaitu : Star Alliance, One World, Wings, Sky Team dan Qualiflyer.

Disamping aliansi global, antar perusahaan penerbangan juga melakukan berbagai kerjasama diantara mereka, namun salah satu bentuk kerjasama yang paling populer saat ini adalah kerjasama dalam bentuk code sharing baik secara bilateral maupun secara code sharing dengan pihak ketiga (3rd party code sharing).

Perkembangan globalisasi dan tahapan globalisasi tersebut di atas harus dapat mendorong industri transportasi udara nasional untuk mampu beradaptasi secara cepat dan tepat disesuaikan dengan kepentingan dan kekuatan perusahaan penerbangan nasional itu sendiri. Dalam kondisi liberalisasi, perusahaan yang akan berhasil adalah perusahaan yang efisien dan mempunyai daya saing yang tinggi (termasuk international competitiveness). Dalam sektor transportasi persaingan dapat terjadi pada intern dan antar moda dalam lingkup angkutan udara domestik dan internasional. Bagaimanapun liberalisasi saat ini tidak sekedar merupakan ancaman (threat) namun juga peluang yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan penerbangan nasional seoptimal mungkin.

Dibidang kepariwisataan, sejak pertengahan abad ke-19 sampai kini bangsa-bangsa di dunia sudah mengalami 3 kali perubahan yang cukup mendasar yang menyangkut kepariwisataan .

Revolusi pariwisata-I terjadi di Eropa pada pertengahan abad ke-19, Revolusi pariwisata –II terjadi di Amerika pada tahun 1910, seperti dilambangkan kapal penumpang besar ”Titanic” sudah berlayar di rute Atlantik.

Revolusi pariwisata-III terjadi pada tahun 1960an terutama di negara-negara maju yang terletak di bagian utara bumi dengan diperkenalkannya pesawat udara jumbo jet, sehingga perjalanan wisata dari utara ke selatan bertambah sangat besar.

Diperkirakan bahwa revolusi pariwisata-IV akan mulai terjadi menjelang atau pada kuartal ketiga tahun 2010 terutama mulai dari Asia.

Negara-negara di Asia diperkirakan kemungkinan mencapai perkembangan ekonomi pada abad ke-21 dan kemungkinan besar akan terjadi peningkatan perjalanan tamasya diantara bangsa-bangsa di Asia. Seperti Cina sudah ada gejala kecenderungan peningkatan perjalanan wisata di dalam negeri dan luar negeri .

Menurut WTO, banyaknya wisatawan dunia pada tahun 2000 telah mencapai 688 juta orang, diperkirakan jumlah wisatawan ke luar negeri akan bertambah; di tahun 2010 menjadi 1 milyar, dan di tahun 2020 menjadi 1,6 milyar orang. Suatu kenyataan bahwa pariwisata sudah menjadi kekuatan global yang dapat merubah dunia.

Melihat kecenderungan global dibidang kepariwisataan, maka perlu diantisipasi kebutuhan sarana-prasarana khususnya transportasi udara untuk menampung meningkatnya pergerakan orang.

Globalisasi juga akan mengakibatkan perubahan struktural pada teknologi bidang transportasi udara, yang berpijak ke arah tingginya syarat standar keselamatan penerbangan. Organisasi penerbangan sipil internasional (ICAO) telah mengkonversi konsep standar antara lain :

  1. Keselamatan penerbangan masa depan melalui konsep persyaratan unjuk kerja navigasi (required navigation performance). Dengan konsep ini navigasi penerbangan akan dapat mendukung pengembangan sistem rute-rute yang fleksibel dalam lingkungan area navigasi.

2. Konsep future air navigation system (FANS) berbasis teknologi satelit; merupakan sarana yang memungkinkan kegiatan surveillance untuk di ruang udara di atas lautan, remote area dan daerah-daerah lain yang tidak terjangkau oleh radar. Secara mendasar industri jasa transportasi udara harus menyesuaikan ke arah perkembangan teknologi; ini sangat menentukan dalam memantapkan posisi transportasi udara nasional sebagai suatu pola pengelolaan investasi maupun dalam persaingan pelayanan bagi pengguna jasa.

3. Pada bidang sarana transportasi udara, pengembangan suatu armada dituntut menerapkan inovasi teknologi yang menyangkut rekayasa aeronautika, walaupun secara prinsip teknologi dasar pesawat udara dan teknologi mesin tidak mengalami perubahan yang berarti. Namun demikian, kemajuan rekayasa produk aeronautika akan sangat dipengaruhi oleh tingginya aplikasi teknologi elektronika dan otomatisasi (Intelligence System).

Sangat dimungkinkan pada periode 2005 - 2020, dunia rekayasa akan mengalami Revolusi Elektronik secara besar-besaran. Disamping itu, produk aeronautika yang merupakan produk padat teknologi, secara struktur desain akan sangat tergantung pada seberapa tinggi penerapan teknologi di dalam sistem operasionalnya. Aplikasi teknologi di dalam industri pesawat terbang akan sangat dipengaruhi oleh tuntutan spesifikasi teknis suatu armada udara.

Tidak ada komentar: