Kita sudah sering mendengar kata "realita". Secara gampangan kita menganggap bahwa "realita" adalah "kenyataan". Realita hidup adalah kenyataan hidup. Tetapi apakah "nyata" itu? Apakah yang benar-benar nyata? Apakah "kenyataan" itu benar-benar ada, dan selalu "sudah dari sananya ada"?
Sebenarnya manusia menganggap dunia sehari-hari tidak hanya sebagai realita yang "memang sudah begitu" tetapi juga sebagai realita yang bermakna subjektif. Artinya, segala sesuatu yang "nyata" itu sebenarnya terdiri dari dua: benar-benar ada, dan benar-benar dianggap ada. Sesuatu dapat dianggap nyata karena kita mau menganggapnya nyata. Jadi, dunia dan realita ini dapat bermula dari pikiran dan tindakan manusia. Dunia dan kehidupan menjadi nyata karena pikiran dan tindakan manusia.
Manusia dapat berpikir dan bertindak, karena dia sadar, tidak sedang pingsan atau semaput. Kesadaran selalu memiliki "maksud"; selalu dimaksudkan atau diarahkan ke sesuatu. Jika seorang manusia punya kesadaran, itu pasti kesadaran tentang sesuatu. Kesadaran yang diarahkan ke sesuatu, alias ke sebuah objek. Ini berlaku tanpa mempedulikan apakah objek dari kesadaran itu dirasakan sebagai berada di dunia fisik eksternal, atau dianggap sebagai sebuah bagian dari realitas subjektif yang melihat kedalam. Misalnya, kesadaran membaca adalah kita sadar tentang membaca berkaitan dengan buku yang secara fisik ada di luar kita, tetapi kita juga sadar bahwa diri kita (di dalamnya) sedang "melakukan sesuatu" yang kita sebut membaca.
Sebagian dari objek sepertinya "menghampiri" manusia. Objek-objek itu menampilkan diri mereka ke hadapan kesadaran manusia sebagai wakil dari berbagai dunia realita yang beragam. Pasti kita pernah berpikir, "Lho, kok, tahu-tahu di depan saya ada tabrakan mobil... saya tidak merencanakan untuk melihat tabrakan itu!" Memang begitulah. Ada banyak objek yang "menabrak" kesadaran kita tanpa kita mau. Objek ini menjadi realitas sehari-hari. Tidak dapat dihindari.
Dalam bahasa kerennya, objek yang tidak dapat kita hindari ini adalah realitas yang menampilkan dirinya sebagai realitas par excellence. Inilah realitas kehidupan sehari-hari. Kedudukannya yang terhormat menjadikannya realitas utama. Di dalam kehidupan sehari-hari, realitas ini mengakibatkan kesadaran kita mengalami tingkat ketegangan tertinggi. Kita merasakan bahwa kehidupan menimpa kesadaran secara paling masif, mendesak, dan intensif. Kehidupan sehari-hari itu tidak mungkin untuk diabaikan, sulit untuk melunakkan paksaan kehadirannya. Realitas ini memaksa kita secara penuh memperhatikannya. Kita pun akhirnya menjalani kehidupan sehari-hari dalam kondisi terbangun nyalang.
Realita kehidupan sehari-hari berada di sekitar "sini" (here) tubuh kita dan di "kini" (now) kehadiran kita. "Sini dan kini" ini merupakan pusat perhatian kita terhadap kehidupan sehari-hari. Namun realitas kehidupan sehari-hari itu tidak tuntas oleh kehadiran yang langsung ini, karena ia mencakup pula fenomena yang tidak hadir di "sini dan kini". Ada bagian-bagian dari realitas sehari-hari yang tidak berada di sekitar kita dan tidak muncul pada detik ini. Ada bagian dari realita yang terpisah secara ruang dan waktu.
Sebagai manusia, kita menjalani kehidupan sehari-hari dalam berbagai zona ruang dan waktu. Yang paling dekat dengan kita adalah zona kehidupan sehari-hari yang langsung dapat disentuh oleh manipulasi tubuh. Zona ini berisi dunia yang ada dalam jangkauan fisik kita. Dunia inilah yang realitasnya dapat kita modifikasi melalui tindakan. Contohnya adalah dunia tempat kita bekerja, baik bekerja secara formal maupun informal, baik bekerja sebagai pekerja maupun bekerja sebagai pengangguran! Dalam dunia kerja ini kesadaran kita didominasi oleh motif-motif pragmatis; perhatian kita kepada dunia ini terutama ditetapkan oleh apa yang kita sedang kerjakan, sudah kerjakan, atau akan kelak kita kerjakan. Dengan demikian, ini adalah dunia kita par excellence.
Tentu saja kita juga harus tahu bahwa realitas kehidupan sehari-hari mengandung zona-zona yang tidak terjangkau langsung seperti ini. Ada zona-zona yang berada di luar ruang dan waktu kerja, tetapi kita tidak punya kepentingan pragmatis terhadap zona-zona tersebut. Kalaupun kita punya kepentingan terhadapnya, maka kepentingan itu bersifat tidak langsung, sehingga tidak punya potensi untuk dimanipulasi secara langsung.
Kalau kita ingin sekaligus berada di zona par excellence maupun zona lainnya, maka kita harus menyadari bahwa dunia terdiri dari multi realitas. Ada realitas yang di "sini dan kini", ada realias yang "tidak di sini" dan "tidak kini". Maka kita pun berpindah dari satu realitas ke realitas lainnya. Lalu, kita pun mengalami perpindahan-perpindahan itu sebagai semacam kejutan. Kejutan ini disebabkan oleh perpindahan dalam perhatian yang selalu ditimbulkan oleh suatu transisi. Perpindahan ini mirip dengan kejadian ketika kita terbangun dari sebuah mimpi. Kita pindah dari "dunia mimpi" ke "dunia nyata".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar