Selasa, 24 Juni 2008

THE AGE OF UNREASON - Realitas Kehidupan Berbangsa

Era globalisasi adalah masa kini dan masa depan Indonesia Baru … Sulit menggambarkan dengan kata-kata yang tepat tentang era yang belum menentu, “ the Age of Unreason”. Yang jelas pergantian abad akan menjadi tonggak dan pelajaran yang sangat mahal bagi generasi kini dan yang akan datang. Peristiwa demi peristiwa telah terjadi, Gembira, sedih , duka nestapa berbaur. Gembira, karena akhirnya kita mendapatkan kesempatan dan belajar untuk berdemokrasi yang memberikan dampak sangat luas bagi kehidupan berpolitik, yang sebenarnya kita belum siap.
Disisi lain kehidupan ekonomi sangat rapuh, tercermin pada kondisi : tidak kuatnya sektor riel kita yang tidak berlandaskan pada resource base dan tidak berpihak kepada skala usaha kecil dan menengah; lebih mengutamakan projek yang bermuatan foreign content dibandingkan local content; Asymetri informasi, monopolistik, sentralistik, ketidakseimbangan keuangan pusat dan daerah memperparah terjadinya ke-gagalan pasar. Harapan dan kenyataan adanya Good governance, supremasi hukum hanyalah impian belaka seakan tak mampu dan ketidakberdayaan telah demikian beratnya sehingga antara das sollen und das sein menjadikan kita utopis belaka. Era globalisasi, era informasi atau apapun namanya , yang paling nyata akan kita hadapi adalah kondisidan permasalahan nasional yang sangat berat, merupakan tantangan dan harapan bagi Indonesia yang berpopulasi lebih dari 200 juta , untuk dapat keluar dari krisis, dengan segala daya , upaya, pengerahan potensi dan keunggulan komparatifnya.
Dunia Iptek dan kebijakan teknologi yang demikian gegap gempita, sekali lagi karena tidak berpijak pada resource base, industri skala kecil dan menengah mengakibatkan sektor riel tidak berdaya. Apalagi sektor non riel yang seharusnya mengutamakan kekuatan etika dan moral di dalam pengelolaan dunia perbankan sama sekali ditinggalkan, yang akibatnya menyebabkan krisis kepercayaan. Ketidakberpihakan kepada ekonomi rakyat, penguasaan asset sumber daya alam dan asset nasional hanya oleh beberapa gelintir orang membuat sulitnya mengukur angka pertumbuhan yang benar-benar riel dan menyebabkan pula penyimpangan terhadap teori ekonomi pembangunan yang di adop dan dibiaskan, sehingga gap yang terjadi adalah poverti/kemiskinan meningkat, kesenjangan pusat dan daerah, meninggalkan banyak pekerjaan rumah dan tanggung jawab moral bagi para saintis, teknolog dan teknokrat, ekonom, sosiolog bahkan praktisi hukum sekalipun.
Dunia politik demikian semaraknya, dengan semangat reformasi, telah pula memberikan dampak sampingan selain akibat pendekatan sentralistik yang telah terkooptasi menyebabkan benih-benih disintegrasi bangsa, bahkan meniup angin dan menabur pecahan hingga bias sinar langit yang terlampau terang sehingga menyilaukan rakyat yang didepannya masih banyak belum dapat dituntaskan, masih banyak yang dibalik semua itu, padahal dan padahal masih belum jelas cara penyelesaiannya.
Sosial dan budaya terjadi krisis moral dan akhlak di semua lapisan masyarakat, lebih menyedihkan lagi generasi muda yang diharapkan sebagai pewaris bangsa terkontaminasi budaya tawuran dan konsumen narkoba. Akibat kemiskinan dan kekurangan gizi yang paling men- cemaskan adalah kita kehilangan satu generasi tanpa daya saing dan daya nalar di era globalisasi yang diharapkan mempunyai daya saing dan keunggulan komparatif.

ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DIRGANTARA DALAM MENDUKUNG KEPENTINGAN BANGSA

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat pada era globalisasi, telah menyebabkan ketergantungan terhadap fungsi dan peran dirgantara semakin tinggi. Semua negara sudah merasakan dampak dari globalisasi tersebut. Globalisasi telah menyebar keseluruh dunia dengan hasil teknologi yang telah mempengaruhi kehidupan masyarakat dunia dan menimbulkan perubahan yang sangat mendasar dalam tatanan hubungan antar bangsa ini yang lebih banyak dikendalikan oleh negara-negara maju, serta hubungan kerja sama yang terus meningkat terasa kurang seimbang.

Indonesia tentunya tidak dapat melepaskan diri dari globalisasi ini, bahkan harus dapat berperan untuk mengamankan kepentingan nasional. Peran tersebut antara lain akan diwujudkan melalui upaya pembangunan kedirgantaraan. Pembangunan kedirgantaraan ditujukan pada perjuangan memperoleh pengakuan internasional atas hak penggunaan wilayah dirgantara nasional dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menghasilkan produk dan jasa kedirgantaraan. Dengan memperhatikan hal tersebut dan dengan mempertimbangkan kemampuan Indonesia dalam ilmu pengetahuan dan tekologi yang masih terbatas untuk itu perlu melakukan kerjasama dengan negara/pihak lain. Dalam perkembangan globalisasi, ketergantungan antar negara dalam semua aspek kehidupan di era globalisasi akan semakin kuat.
Ilmu pengetahuan dan teknologi dirgantara dewasa ini masih dikuasai oleh beberapa negara, terutama kelompok negara maju yang sangat protektif di dalam alih teknologi terhadap negara-negara lain di luar kelompoknya. Dengan adanya persaingan yang semakin meningkat seperti tersebut di atas, maka umumnya proteksi alih teknologi ini masih akan terus berlangsung, walaupun kadar proteksi bagi alih teknologi tertentu dapat berkurang dalam rangka menciptakan pasar yang lebih besar bagi penggunaan teknologi lain yang benar-benar diproteksi oleh negara maju.
Peluang yang tersedia dalam era globalisasi dan keterbukaan ini perlu dimanfaatkan sebesar-besarnya dalam meningkatkan kemampuan bangsa Indonesia dalam semua unsur-unsur yang terkait dengan pembangunan kedirgantaraan nasional. Untuk itu perlu diupayakan dalam menjalin hubungan kerjasama bilateral dan multilateral, baik regional maupun internasional yang tepat yang dipedomani cara pandang dan sikap bangsa Indonesia
Kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi modern seperti listrik, teknologi nuklir, bioteknologi, komputer, radio telekomunikasi dan teknologi antariksa merupakan kemajuan yang dihasilkan dalam abad ini. Kemajuan dalam bidang teknologi dirgantara telah mendorong kemajuan di berbagai bidang seperti telekomunikasi, pendidikan, pertani- an, kehutanan, pertambangan dan energi, pertumbuhan industri, manajemen sumber daya alam, kesehatan, lingkungan dan sebagainya. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi akan meningkatkan kemandirian serta daya saing bangsa sehingga akan berdampak pada kuatnya ketahanan nasional dalam menghadapi dinamika lingkungan strategis.
Indonesia telah cukup lama memperoleh manfaat yang besar dari aplikasi teknologi dirgantara seperti transportasi udara, telekomunikasi, penginderaan jauh, observasi bumi dan lingkungan, navigasi, geodesi dan sebagainya. Terkait dengan permasalahan tersebut, teknologi dirgantara telah memberikan banyak manfaat yang salah satunya adalah pemanfaatan teknologi satelit untuk penginderaan jauh (remote sensing). Teknologi penginderaan jauh tersebut memberikan berbagai informasi vital terkait dengan pertanian, kehutanan, manajemen lahan, pemetaan laut, perikanan, pengamatan lingkungan, pendugaan mineral dan manajemen banjir dan bencana alam. Integrasi dari data-data vital yang diperoleh dari antariksa tersebut dengan data sosio-ekonomi menghasilkan strategi bagi pembangunan berkelanjutan di Indonesia secara terintegrasi pada semua aspek kehidupan.
Beberapa negara berkembang seperti India dan China telah membangun kapabilitasnya dalam penguasaan teknologi dirgantara dengan membangun wahana antariksa berupa satelit untuk keperluan penginderaan jauh dan telekomunikasi beserta peluncur satelit secara mandiri. Suksesnya penguasaan dan penggunaan teknologi dirgantara yang dilakukan oleh kedua negara tersebut telah mendorong banyak negara berkembang di Asia lainnya untuk mengikuti jejaknya.
dalam pendayagunaan dirgantara dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan keamanan bangsa dan negara melalui fora internasional, baik dalam memperoleh dukungan maupun dalam mengembangkan potensi nasional dengan bantuan dari negara lain sebagai mitra sejajar. Dimana kerjasama ilmu pengetahuan dan teknologi dirgantara diarahkan untuk mendukung terwujudnya alih teknologi yang diperlukan dalam pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi pertahanan kedirgantaraan yang dibutuhkan bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan peradaban, serta ketangguhan dan daya saing bangsa guna memacu Pembangunan Nasional yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan menuju masyarakat yang berkualitas, maju, mandiri serta sejahtera, yang dilandasi nilai-nilai spiritual, moral, dan etik didasarkan nilai luhur budaya bangsa serta nilai keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa melalui pendidikan dan pelatihan, peningkatan kegiatan penelitian dan pengembangan untuk peningkatan kualitas produk dan mengetahui tuntutan pasar, pengembangan agro industri utamanya industri kehutanan, industri kelautan, dan industri kepariwisataan, serta pengembangan produk-produk unggulan bukan hanya karena kualitas yang baik tetapi juga karena keunikannya, dan peningkatan pemasaran utamanya di pasar internasional sehingga memiliki keunggulan kompetitif.

Dalam pemanfaatan keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia aplikasi teknologi dirgantara memainkan peran yang sangat besar. Menyadari kebutuhan aplikasi teknologi dirgantara tersebut, Indonesia telah cukup lama menggunakan dan memanfaatkannya bagi pembangunan bangsa seperti transportasi udara, telekomunikasi, penginderaan jauh, observasi bumi dan lingkungan, navigasi, dan geodesi. Adanya transportasi udara antar wilayah di Indonesia telah memudahkan hubungan antar penduduk dan memacu kegiatan ekonomi antar wilayah dengan cepat. Bahkan menyadari akan kebutuhan akan modal transportasi udara yang begitu efektif dan cepat menjangkau daerah-daerah, Indonesia pun telah mendirikan industri pesawat terbang yang menjadi salah satu kebanggaan nasional. Selain itu sebagai negara berkembang pertama di dunia yang menggunakan satelit komunikasi domestik, aplikasi teknologi tersebut memberikan manfaat yang sangat besar pada komunikasi antar wilayah Indonesia, penyebarluasan informasi, peningkatan kegiatan ekonomi dan menjadi perekat wilayah Indonesia. Dengan adanya otonomi daerah saat ini maka diharapkan penggunaan telekomunikasi di daerah terpencil pun akan semakin meningkat.
Di samping itu, aplikasi teknologi navigasi satelit memberikan manfaat sistem pemanduan berbagai modus transportasi, akurasi posisi dan penentuan ketinggian wilayah. Aplikasi teknologi penginderaan jauh memberikan berbagai informasi vital terkait dengan pertanian, kehutanan, tata ruang, manajemen lahan, pemetaan laut, perikanan, pengamatan lingkungan, pendugaan mineral dan manajemen banjir serta bencana alam. Analisis yang dilakukan berdasarkan pada Integrasi data-data vital yang diperoleh dari antariksa dan data sosio-ekonomi menghasilkan strategi yang sangat penting bagi pengelolaan sumber daya alam, khususnya pada pengelolaan program ketahanan pangan dan penyediaan energi. Pada program ketahanan pangan data-data yang diperoleh tersebut bermanfaat pada pendugaan iklim dan cuaca, pendugaan luas panen, penentuan areal lahan pertanian, dan penentuan lokasi pencarian ikan.
Dalam upaya pencarian sumber-sumber baru energi dan mineral, teknologi dirgantara merupakan satu di antara berbagai teknologi yang digunakan. Penggunaan teknologi dirgantara yang paling sederhana yaitu pemotretan permukaan bumi dari udara dan yang mutakhir yaitu altimetri satelit dan interferometri sistem penentu posisi global (GPS) dapat digunakan untuk menentukan posisi dari pasukan serta mencari sumber-sumber baru energi dan mineral. Di samping itu, pencitraan permukaan bumi dengan berbagai teknologi penginderaan jauh menggunakan satelit merupakan peningkatan dari pemotretan udara yang sering terganggu oleh oleh awan. Hasil analisis citra tersebut digunakan untuk melakukan pemutahiran peta geologi atau keperluan penelitian untuk menemukan sumber-sumber baru energi dan mineral dan aspek-aspek lingkungan. Analisis pergerakan sesar-sesar aktif dengan menggunakan metoda interferometri satelit GPS juga dapat digunakan untuk meminimalisasi dampak seandainya terjadi gempa.
Selain kebutuhan aplikasi penginderaan jauh dalam pencarian sumber-sumber baru energi, aplikasi teknologi dirgantara lain yang memanfaatkan sumber energi terbaharukan seperti energi angin dan energi matahari juga perlu dikembangkan. Teknologi konversi energi angin dan energi matahari sebagai alternatif sumber energi yang mudah dan ramah lingkungan telah dikembangkan oleh banyak negara di dunia dalam mengantisipasi kekurangan energi dari sumber mineral. Sebagai negara dengan posisi di katulistiwa yang memiliki sumber energi angin tidak terbatas dan matahari yang bersinar sepanjang tahun, penelitian dan pengembangan sumber energi alternatif tersebut sangat layak dikembangkan.
Berkaitan dengan posisi geografis, geostrategis dan geopolitis yang dimiliki oleh IndonesiaIndonesia dalam lingkungan strategik global yang sangat dinamis mutlak dilakukan. Adanya Infiltrasi satelit asing terhadap pemantauan wilayah serta sumberdaya alam di Indonesia dan pencurian ikan senilai ratusan milyar rupiah per tahun oleh kapal-kapal asing karena kurangnya pemantauan adalah salah satu masalah penting yang harus dihadapi. Disamping itu, masalah air blank spot area di kawasan timur Indonesia yang menyebabkan mudah masuknya pesawat-pesawat asing ke dalam wilayah Indonesia, masalah di wilayah perbatasan dan potensi masalah hankam nasional lainnya tefah memberikan gambaran betapa pentingnya kebutuhan akan teknologi dirgantara. Oleh karena itu, aplikasi teknologi dirgantara seperti aplikasi satelit sebagai alat pemantauan baik terhadap kapal-kapal asing maupun terhadap wilayah perbatasan, pengembangan teknologi peroketan sebagai wahana peluncur satelit maupun untuk pengumpulan data cuaca, pengembangan iptek untuk optimalisasi manajemen sistem kedirgantaraan, pengembangan teknologi pesawat terbang berawak maupun tidak berawak baik amphibi maupun non amphibi bagi keperluan transportasi antar pulau (terutama wilayah perbatasan dan tempat terpencil), keperluan pertahanan, dan penggunaan teknologi radar sebagai peringatan dini harus mendapatkan perhatian dan prioritas utama.
Meskipun telah lama menggunakan teknologi dirgantara bagi pembangunan namun bangsa Indonesia belum sepenuhnya menguasai teknologi dirgantara tersebut dalam peningkatan teknik produksi kedirgantaraan yang ditujukan untuk meningkatkan proses produksi dan mutu produk kedirgantaraan yang lebih efisien dan efektif, meningkatkan produktivitas tenaga kerja, serta pengembangan proses pertambahan nilai dalam menghasilkan barang dan jasa. Dengan kata lain, Indonesia masih sangat bergantung pada aplikasi teknologi dirgantara yang dikembangkan oleh negara lain. Ketergantungan terhadap negara lain tersebut dalam situasi tertentu akan menyebabkan masalah yang sangat besar dalam pembangunan dan pertahanan keamanan nasional. Mengingat sangat strategisnya penguasaan teknologi dirgantara tersebut bagi kepentingan nasional, maka program penguasaan teknologi ini dapat dilakukan dengan menggalang dan mengoptimalkan seluruh kemampuan komponen bangsa, melakukan kerjasama dengan negara lain dalam proses alih teknologi, pendanaan dalam negeri yang inovatif dan penyiapan perangkat-perangkat yang diperlukan, seperti undang-undang dan produk hokum lainnya. Pentingnya kebutuhan Penguasaan teknologi dirgantara karena perannya yang sangat besar bagi pembangunan juga akan meningkatkan kemandirian, daya saing dan kekuatan nasional. Sebagai salah satu ukuran kemajuan suatu bangsa, penguasaan teknologi dirgantara secara strategis dan politis akan menjadikan Indonesia memiliki daya saing tinggi dalam lingkungan global.
Kegiatan pengembangan teknologi dirgantara ditujukan pada usaha mengkaji, menerapkan, dan mengembangkan cara, metode, teknik dan piranti rekayasa baru yang efisien dan efektif untuk mengintegrasikan kemajuan iptek bagi keperluan pengembangan kemampuan rancang bangun dan pelaksanaan produk barang dan jasa, baik untuk menyempurnakan produk barang dan jasa yang telah ada maupun membangun yang baru. Tujuan utama kegiatan pengembangan teknologi dirgantara adalah untuk meningkatkan sektor industri dalam menghasilkan barang dan jasa yang memiliki unjuk kerja dan tingkat harga yang kompetitif seiring dengan tujaun mendorong keberhasilan dalam pemecahan masalah pembangunan bagi daerah yang tertinggal dan penduduk miskin. Dengan demikian teknologi akan mencakup upaya untuk mengkaji dan menerapkan kemajuan teknologi yang telah berkembang dan diterapkan secara efektif di negara-negara maju, serta meneliti dan mengembangkan pengintegrasian kemajuan ilmu pengetahuan terapan dan ilmu pengetahuan dasar bagi keperluan meningkatkan daya guna teknologi tersebut serta mengadaptasi teknologi tersebut di berbagai macam aplikasi.
Dalam penguasaan teknologi dirgantara tersebut perlu memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut : Pembinaan dan peningkatan Sumberdaya Manusia (SDM);
Penyediaan/pemanfaatan fasilitas penunjang penguasaan teknologi dirgantara yang diperlukan (laboratorium, sistem pendidikan, fasilitas produksi dan perawatan, navigasi, komunikasi, testing area dll.);Koordinasi dan komunikasi antar stakeholder yang efektif dan efisien;Sumber dana (BUMN, swasta, kemitraan BUMN dan swasta).
maka kebutuhan akan perlindungan dan mempertahankan kepentingan terhadap bumi, laut dan ruang udara di atas

Dalam hal penguasaan teknologi pembuatan pesawat terbang, bangsa Indonesia dapat dikatakan telah berhasil mengurangi tingkat ketergantungan teknologi kedirgantaraan pada negara lain. Keberhasilan pembuatan pesawat terbang N-250, dan juga pesawat CN-212 dan CN-235 bersama CASA Spanyol, merupakan bukti nyata keberhasilan Indonesia dalam mewujudkan penguasaan teknologi pembuatan pesawat terbang. Namun demikian, keberhasilan ini kurang diimbangi oleh keberhasilan dalam penguasaan teknologi pembuatan satelit, roket dan wahana antariksa lainnya. Bangsa Indonesia masih harus tergantung pada negara lain untuk penguasaan teknologi antariksa dan roket. Hal yang sama juga terjadi pada teknologi pembuatan sistem navigasi dan panduan terbang yang mutakhir. Untuk mencapai kemandirian bangsa dalam penguasaan dan pengembangan teknologi pembuatan satelit dan roket yang sekaligus akan mempertinggi daya saing bangsa dalam pengembangan teknologi kedirgantaraan, maka tingkat ketergantungan teknologi kedirgantaraan dengan negara asing harus semakin diminimalkan.
Pembangunan kedirgantaraan akan bermanfaat besar dalam peningkatan kesejahteraan dan perlindungan kepentingan bangsa jika dilakukan berdasarkan kebijaksanaan yang tepat dan pelaksanaannya didukung oleh berbagai pihak, seperti institusi finansial dan perlindungan hukum baik di tingkat nasional maupun di tingkat internasional. Sehubungan dengan hal tersebut maka seluruh komponen bangsa perlu dilibatkan dengan menyatukan kemampuan nasional secara maksimal. Adanya lembaga riset kedirgantaraan serta kalangan swasta yang bergerak dalam aplikasi teknologi kedirgantaraan merupakan potensi awal yang tepat dalam menyatukan kemampuan komponen-komponen tersebut dalam rangka penguasaan teknologi dirgantara.
Optimalisasi kemampuan komponen-komponen bangsa dapat dilakukan dengan mengadakan koordinasi lintas institusi baik pemerintah maupun swasta yang terkait. Dukungan masyarakat menjadi teramat penting bagi program penguasaan teknologi dirgantara secara baik dan berkelanjutan. Selain itu, diharapkan pula adanya dukungan politis yang besar dari pihak pemerintah dan legislatif. Dukungan-dukungan tersebut dapat dilakukan dengan penyediaan anggaran dan pembangunan infrastruktur teknologi dirgantara yang lebih baik dan memadai. Sinergi strategis yang menjadi sebuah komitmen nasional tersebut akan menjamin pelaksanaan program penguasaan teknologi dirgantara secara berkesinambungan sehingga manfaat teknologi dirgantara dapat dirasakan lebih baik dalam menunjang pembangunan nasional.
Perumusan kebijaksanaan yang tepat dan terjaminnya koordinasi melalui networking di antara institusi yang terkait di atas perlu dilakukan dengan tepat dan efektif.

Untuk mensukseskan program penguasaan teknologi dirgantara nasional diperlukan dukungan komitmen pendanaan dari pemerintah. Seperti diketahui bahwa suksesnya penguasaan teknologi dirgantara oleh negara-negara di dunia seperti Amerika Serikat, Rusia, Eropa, Jepang, China dan India didukung oleh komitmen pemerintahnya dalam bentuk pendanaan yang cukup besar. Menyadari akan kebutuhan dan peran strategis teknologi dirgantara tersebut India yang masih menjadi negara berkembangpun memberikan komitmen baik secara politis maupun dukungan pendanaan yang sangat besar pada pada penguasaan teknologi dirgantara.
Oleh karena itu peran pemerintah sebagai sumber pendanaan pada saat ini dan di masa mendatang sangat diperlukan dan mempunyai peran strategis serta menentukan terutama terkait dengan (1) Litbang, (2) Alih teknologi dan (3) Pendidikan. Di samping itu peran pendanaan pemerintah sangat berperan dalam proyek pengembangan pemanfaatan teknologi dirgantara yang belum atau tidak dapat dijangkau swasta misalnya teknologi tele-medicine dan tele-education bagi peningkatan taraf hidup masyarakat. Pendanaan program pengembangan dan penguasaan teknologi dirgantara tersebut dapat diberikan oleh pemerintah dalam bentuk prioritas pemerintah dengan melibatkan pendanaan APBN.
Pemerintah juga dapat melibatkan swasta dan BUMN dalam proyek pembangunan kedirgantaraan. Pembangunan kedirgantaraan yang telah dilakukan selama ini oleh BUMN & swasta dengan wujud industrialisasi dan komersialisasi perlu terus didorong dan ditingkatkan. Untuk meningkatkan peran tersebut kondisi yang kondusif serta kemudahan dapat diciptakan oleh pemerintah. Kondisi yang kondusif ini tidak hanya berupa kebijakan ataupun instrumen hukum tetapi tidak kalah pentingnya bahwa pemerintah perlu membangun infrastruktur yang memungkinkan masyarakat swasta terlibat dalam industrialisasi dan komersialisasi kedirgantaraan dengan memanfaatkan infrastruktur yang diciptakan tersebut.
Bentuk-bentuk pendanaan lain yang dapat dioptimalkan dalam program penguasaan teknologi selain pendanaan dalam negeri adalah dengan pelibatan pendanaan pihak ketiga dalam kerangka kerjasama Selatan-Selatan yaitu melalui mekanisme triparty seperti dalam Colombo Plan dan Kerjasama Teknik Antar Negara Berkembang (KTNB). Pendanaan pihak ketiga tersebut yaitu melalui dukungan dana dari negara-negara maju serta lembaga-lembaga keuangan internasional seperti World Bank, IMF dan UNDP. Dengan optimalisasi pendanaan tersebut diharapkan kebuntuan atas masalah pendanaan program penguasaan teknologi dirgantara di Indonesia dapat diatasi.

Catatan Akhir Tulisan

Keberhasilan pengembangan teknologi kedirgantaraan yang mampu menunjang tercapainya tujuan nasional bangsa Indonesia maka perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Pengaruh Globalisasi memungkinkan ketergantungan antar negara dalam semua aspek kehidupan akan semakin kuat. Pengembangan dan penguasaan teknologi canggih yang menjadi karakteristik utama teknologi kedirgantaraan tidaklah mudah untuk dikuasai dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus mengejar ketertinggalannya di dalam teknologi kedirgantaraan dalam waktu yang relatif cepat terutama dalam bidang satelit dan roket, melalui proses alih teknologi yang dapat dicapai dengan melakukan kerjasama strategis dengan mitra dari negara lain tanpa mengganggu kepentingan nasional.
2. Keberhasilan program penguasaan teknologi dirgantara nasional sangat ditentukan pula oleh peran pemerintah pada sisi pendanaan.
Peran pemerintah sebagai sumber pendanaan pada saat ini dan masa mendatang bagi pengembangan dan penguasaan teknologi kedirgantaraan sangat diperlukan. Hal ini dapat dilakukan melalui prioritas pemerintah dengan melibatkan pendanaan APBN. Di samping itu usaha-usaha pelibatan pihak swasta asing atau domestik, BUMN dan kemitraan antara BUMN dan swasta (asing dan dalam negeri) dalam bidang pengembangan dan penguasaan teknologi kedirgantaraan perlu dilakukan sejauh tidak mengganggu kepentingan nasional bangsa Indonesia.
3. Dalam upaya mempercepat proses penguasaan teknologi kedirgantaraan melalui pola kerjasama dengan mitra asing, maka dapat dilakukan melalui kerjasama teknik antar negara berkembang, pemanfaatan forum-forum internasional (GNB dan D-8), kerjasama bilateral antar negara sedang berkembang, dan pembentukan pilot project di bidang kedirgantaraan.
4. Perkembangan teknologi pada umumnya akan membawa implikasi hukum pada penggunanya, terutama bila kepentingan strategis para pengguna mengalami konflik antara satu dengan yang lainnya. Konflik kepentingan ini dapat meliputi para individu pengguna teknologi baru maupun meliputi konflik kepentingan nasional antar negara. Untuk menghindari dampak negatif dari perkembangan dan penguasaan teknologi kedirgantaraan terhadap kepentingan nasional, maka Indonesia perlu menyusun perangkat hukum yang mengatur pelaksanaan penguasaan teknologi kedirgantaraan yang jelas dan tegas serta bersifat antisipatif.

Sabtu, 21 Juni 2008

Indonesian Civil Aviation Institute (ICAI) - Air Traffic Control Training Approved School

A. General

Referring to the Aviation Act No. 15, 1992 concerning Aviation and the Civil Aviation Safety Regulation (CASR), the existence of the Training Institution constitutes the active and absolute supporting element.

The Air Traffic Control Training Division is responsible for the continuous development of all Indonesian Civil Aviation Institute employees through its training division, to provide necessary knowledge, skill, procedure and attitude to become qualified and professional in their jobs or functions. Also, the Air Traffic Control Training Division is responsible to conduct training for Indonesian Civil Aviation Institute Counterparts or other Third Parties employees for mutual benefits.

The Air Traffic Control Training Division of Indonesian Civil Aviation Institute, by referring to the ICAO Training Manual, is approved to conduct training on which the graduates meet the requirements to achieve the Air Traffic Control License and rating as well as any other additional skill and knowledge.

The approval is obtained from the Directorate of Aviation safety, Directorate General of Civil Aviation in accordance with the requirement of Aviation Act No. 15, 1992 concerning Aviation and the Civil Aviation Safety Regulation (CASR) Indonesian, Ministry of Transportation Decree Number 172/VII/1997 and ICAO Annex 1 Personal licensing.

B. Air Traffic Control Training Operational Responsibilities

1. Training and developing technical skill and knowledge of personnel performing air traffic control including inspection personnel both in operational and management or other parties require training in field of the air traffic control.

2. Continuously developing and updating training curriculum to ensure that all training program conducted are meeting the standard required .

3. Constantly updating the skill and knowledge of technical and supporting personnel dictated by rapid technological development in the design and construction of the air traffic control and its systems.

4. Providing periodic instruction to familiarize operational and management personnel with new methods, equipment, and procedures approved by the Directorate of Aviation safety, Directorate General of Civil Aviation.

TRANING ACHIEVEMENT CHECKLIST DESIGN

ITEM PRIME RESPONSIBILITY

1._ DETERMINE THE TRAINING NEEDS______________ CUSTOMER

· Identify the problem

· Identify the owner of the problem

· Identify the issues

· Make an assessment of the training need

2._ PLAN THE TRAINING DESIGN____________________ CUSTOMER

· Decide on the training solutions

· Develop strategies to ensure acceptance of the training

· Form a training development team

· Allocate responsibilities

· Plan the design and implementation activities and controls

3._ DESIGN TRAINING SPECIFICATIONS______________ CUSTOMER

· Establish the expected type and standard of work performance

· Conduct task analysis

· Survey current standard practices and standards

· Prepare Training Specification

· Prepare Off Job Course Specification

4._ DEVELOP TRAINING RESOURCES

ON JOB_____________________________________ CUSTOMER

OFF JOB_________________________________ TRAINING SERVICE

· Develop course documents and equipment

· Prepare instructors

· Prepare trainee assessments

· Prepare course evaluation

IMPLEMENTATION

5. IMPLEMENT TRAINING

ON JOB__________________________________ CUSTOMER

OFF JOB_________________________________ TRAINING SERVICES

· Plan the implementation

· Deliver the training

· Asses the trainees

EVALUATION

6. EVALUATION THE COURSE

ON JOB__________________________________ CUSTOMER

OFF JOB_________________________________ TRAINING SERVICES

· Evaluate the course against course objectives

· Evaluate the course for effectiveness of delivery

7. EVALUATE THE TRAINING___________________ CUSTOMER

· Check if the original Training Needs have been met

· Check if the original problem has been solved

IMPROVEMENT

8. CARRY OUT REQUIRED IMPROVEMENTS

ON JOB__________________________________ CUSTOMER

OFF JOB_________________________________ TRAINING SERVICES

NOTE: For the above process to be effective the CUSTOMER and TRAINING SERVICES must assist each other in their areas of prime responsibility.

AIR TRAFFIC CONTROL TRAINING

In accordance with the requirement of Aviation Act No. 15, 1992 concerning Aviation and the Civil Aviation Safety Regulation (CASR) Indonesian, Ministry of Transportation Decree Number 172/VII/1997 and ICAO Annex 1 Personal licensing. Air Traffic Control License holders have to achieve the competency both in knowledge and skill in the respective License Category.

The competency is achieved through the training consist of the classroom session, practical session and on the job training.

Both classroom and practical session is normally carried out in Air Traffic Control Training Division Facilities, while the some others practical session are normally conducted in the air traffic control facilities in Soekarno Hatta airport Jakarta as well as on the job training program conducted in field of at air traffic control facilities of the airports of Indonesia.

INSTRUCTORS / EXAMINERS:

Authorized Instructors will carry out the teaching and examination of the course, both on classroom session and practical session.

Authorized Examiners will accomplish the teaching and examination during practical training and on-the-job-training.

CURRICULUM

Only the approved course curriculum will be used as the reference in conducting the courses.

FACILITY

The approved courses will only conduct in the appropriate and supporting facilities.

COURSE CONTENTS AND STANDARDS

1. Courses are conducted in accordance with an approved courseware.

2. The courseware should contain the following:

a) Course objectives.

b) An outline of the subjects to be taught.

c) The standards of training defined in terms of knowledge and skill levels to be attained by the trainees.

d) The time allocated for each topic.

e) The experience and qualification of intended trainees.

f) The method of assessing trainee’s performances.

3. The preparation and interpretation of courseware into a training program is the responsibility of the Chief of Air Traffic Control Training Division together with Training Quality Control Staff. Where necessary, the syllabus should be prepared in close collaboration with user departments.

4. The final approval of a syllabus for a course required by the company rest with the Chief of Air Traffic Control Training Division.

5. Courseware for Air Traffic Control Training Division is designed to meet Directorate General Civil Aviation licensing Authorization examination must be approved by the Directorate General Civil Aviation. The application for such approval is the responsibility of the Air Traffic Control Training Division.

6. After completing the operational portions of the course, a course evaluation sheet shall be given to each trainee by training coordinator during the last phase examination. The duty completed evaluation sheets will be submitted to Quality Control Personnel and the feedback will be conveyed to the Air Traffic Control Training Division for future action.

7. The course content has to be reviewed by the Chief Air Traffic Control Training Division and Instructors at least twice a year in order, to keep them updated.

ANNUAL TRAINING PROGRAMS

1. The Annual Training Program of Air Traffic Control Training Division covers a period of twelve months beginning 1st January of each financial year.

2. The user Personnel Chiefs are to submit their training needs to the Air Traffic Control Training Division by the first week of October of each year.

3. The user Personnel The Chiefs shall prepare a draft program and submit for discussion with Chief of Air Traffic Control Training Division by first week of November.

4. The finalized program will be circulated to all Users and the Directorate General Civil Aviation by the first week of December. A copy will be extended to the Utility Air Traffic Control Training so that classroom and training documents allocation can be planned. All training manuals must be ready two weeks before the starting date of each course.

5. The list of participants on each course shall be submitted to the director of Indonesian Civil Aviation Institute, one week before the starting date of each course.

6. The annual training program will be reviewed periodically as dictated by changes in the training requirements, between the users Training Coordinators and the Chief of Air Traffic Control Training Division.

7. Users and the Directorate General Civil Aviation where applicable, must be informed in writing immediately of be extended to Utility air traffic control training so that classroom allocations can be amended immediately.

TRAINING PRINCIPLES

a) As to the program of training services, the following principles prevail :

  • Topicality the most recent development is presented

o Internationality the highest possible cross-fertilization of international experience and information provided.

o Flexibility the best possible adaptation to user requirements is offered.

o Modular Structure the highest degree of combination of training modules for specific training purposes is making it possible to provide course on demand tailored to the specific needs of the user.

b) As the conduct of course, the following principles apply:

o Efficiency the most appropriate use of teaching method.

o Cost/ Benefit the maximum benefit in the least training time is aspired to.

o Customer Orientation – the best interest of the user is sought.

c) As the use of simulators, the following principles apply:

o Versatility any airspace, air traffic and ATC system configure may be simulated.

o Adaptability – any type of simulation exercise may be conducted.

o Learner Orientation – orientation towards the needs of individual learner is ensured, notably through individual interactive skill-building exercises (“conversional” exercises)

o Didactical Orientation – characterized by the search for, and application of facilities to analyze student performance on a general as well as on an individual scale.

o Combination of Different Exercise Types – computer based training and techniques may be combined in the best interest of training progress and to improve the level of training standards.

DIRECTORATE GENERAL OF CIVIL AVIATION APPROVED COURSE

A. GENERAL

The training courses listed below are approved by the Directorate General of Civil Aviation to be conducted, including examinations where specified, for the purpose of establishing the examination credits required for Air Traffic Control Authorizations.

B. SPECIFIC TYPE TRAINING

NO

COURSE

1.

Diploma I Air Traffic Control (Basic Air Traffic Control)

2.

Diploma II Air Traffic Control (Junior Air Traffic Control)

3.

Diploma III Air Traffic Control (Senior Air Traffic Control)

4.

Diploma IV Air Traffic Control (Advanced Air Traffic Control)

5.

Air Traffic Services Resources Management And Training

6.

Air Traffic Services Safety Management And investigation

7.

On The Job Training (OJT) Instructor

8.

Reduced Vertical Separation Minima (RVSM) Operation

9.

ADS CPDLC data Link Application

10

Workshop on ICAO PANS OPS

11.

Fundament Of Aeronautical Information Services

12.

ICAO PANS OPS Instrument Procedures Design

13.

Safety Risk and Lead Auditor

14.

ICAO Safety Management System

15.

Primary Air Traffic Control

16.

Aerodrome Control

17.

Aeronautical Search and Rescue

18.

Approach Control Non Radar

19.

Approach Control Radar

20.

Area Control Non Radar

21

Area Control Radar

22.

ICAO Language Proficiency

Jumat, 20 Juni 2008

Urun Pemikiran Sederhana Pada Wacana ATSP Indonesia

Seiring pertambahan jumlah penduduk, terjadi peningkatan pemenuhan kebutuhan hidup, sementara ketersediaan sumber daya alam di daratan dan perairan semakin terbatas. Dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi, mendorong manusia menjadi lebih intensif melakukan eksplorasi terhadap manfaat ruang udara.

Beragamnya kepentingan untuk menggali manfaat ekonomis yang dimiliki ruang udara, menyebabkan timbulnya berbagai masalah dan persoalan terhadap sumber daya yang terkandung di dalamnya. Sesungguhnya masalah organisasi pengelolaan lalu lintas udara telah menjadi isu global yang dihadapi hampir semua negara di dunia termasuk negara Indonesia.

Beberapa contoh nyata masalah yang pernah dan atau sedang terjadi terkait kepentingan pengorganisasian pengelolaan lalu lintas udara di atas wilayah Indonesia (ruang udara nasional), antara lain:

  • masalah pelanggaran batas wilayah kedaulatan ruang udara RI oleh negara asing sebagai salah satu masalah dalam penegakan hukum di ruang udara nasional;
  • masalah konflik pengelolaan ruang udara untuk kepentingan penerbangan (FIR) di atas wilayah perbatasan negara RI dengan negara tetangga;
  • masalah konflik kepentingan antar sektoral/instansi Pemerintah yang memiliki kepentingan terhadap ruang udara;
  • masalah pembagian kewenangan pengelolaan ruang udara antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah;
  • masalah pencemaran udara yang bersifat lintas sektoral dan lintas daerah, bahkan lintas negara;
  • masalah penetapan peruntukkan (zonasi) ruang udara antara instansi Pemerintah, dan atau Pemerintah Daerah, dan atau masyarakat yang berdampak kepada keamanan dan keselamatan;
  • masalah keterbatasan sistem informasi tentang ruang udara yang berdampak kepada pengembangan potensi ruang udara nasional; dan
  • masalah-masalah lainnya yang terkait ruang udara nasional dan sumber daya yang terkandung di dalamnya.

Masalah-masalah tersebut di atas terjadi akibat belum adanya peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum bagi beragam kepentingan dalam penggunaan dan atau pemanfaatan ruang udara termasuk sumber daya di dalamnya secara komprehensif dan terpadu hingga saat ini.

Ruang udara sebagai wilayah kedaulatan, mempunyai fungsi strategis sebagai aset nasional yang berharga, tidak hanya untuk kepentingan pertahanan keamanan negara, serta untuk berbagai kepentingan sosial dan ekonomi lainnya, baik yang bersifat publik maupun privat. Ruang udara beserta sumber daya yang terkandung di dalamnya sangat penting untuk mendukung kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, antara lain : bangunan, bangunan gedung bertingkat tinggi, jalan layang, jaringan transmisi listrik, jaringan dan menara telekomunikasi, frekuensi, jalur penerbangan, pemetaan udara, olahraga dan wisata udara, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penggunaan energi angin, bahan baku industri, jalur periodik migrasi burung antar wilayah atau benua, dan lain-lain.

Berkenaan dengan potensi pengorganisasian pengelolaan lalu lintas udara nasional yang sangat besar bagi kemakmuran rakyat Indonesia tersebut, sangat disayangkan jika di dalam Konstitusi Negara RI tidak menyebutkan keberadaan ruang udara sebagai salah satu kekayaan alam nasional. Pasal 33 UUD 1945 baik sebelum amandemen dan sesudah amandemen “hanya” menyebutkan “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, tidak menyebutkan keberadaan ruang udara. Sementara ruang udara merupakan unsur utama pembentuk wilayah suatu negara selain ruang daratannya. Semua negara di dunia ini pasti memiliki kedua unsur tersebut yaitu darat dan udara sebagai wilayah negara, namun tidak semua negara memiliki wilayah laut. Ada negara-negara yang tidak memiliki wilayah laut (land locked).

Indonesia sebagai negara kepulauan yang secara geografis terdiri dari ± 17.000 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, membutuhkan pengem-bangan terpadu terhadap potensi sosial-ekonomi dari ruang udara untuk menunjang pembangunan di seluruh wilayah nusantara hingga ke daerah-daerah terpencil serta dalam rangka mempertahankan integritas Negara Kesatuan RI.

Indonesia sebagai wilayah tropis yang berada di posisi strategis lintasan khatulistiwa, di antara dua benua Asia-Australia dan dua samudera Pasifik- Hindia, memiliki kekhasan atmosfer yang menjadi penggerak sistem sirkulasi udara global dan berperan dalam pembentukan iklim dunia. Hanya ada tiga negara di dunia yang ruang udaranya memiliki kekhasan atmosfer tersebut, Keunggulan komparatif global ini telah mengarahkan wilayah Indonesia sebagai natural laboratory kegiatan-kegiatan pengamatan gejala iklim dunia, yang berpotensi ekonomis dan menjadi tantangan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Berangkat dari wacana bahwa pengorganisasian dan pengelolaan lalu lintas udara adalah sumber daya milik bersama/publik (common resources) yang tanpa pengaturan yang baik dipastikan akan terjadi tragedi sumber daya umum (tragedy of common), maka kebutuhan akan pengintegrasian melalui pengelolaan dapat mengoptimalkan pemanfaatan ruang udara nasional secara terpadu menjadi sangat penting.

Dari uraian tentang masalah-masalah (konflik) kepentingan yang terjadi dalam pengorganisasian dan pengelolaan lalu lintas udara, dan potensi yang dimilikinya sebagaimana tersebut di atas, menunjukkan bahwa :

(1) Negara Republik Indonesia membutuhkan pengaturan pengelolaan ruang udara nasional yang komprehensif dan integratif terhadap semua aspek yang terkait, dalam rangka optimasi, sinergis dan minimasi konflik.

(2) Diperlukan suatu peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum bagi beragam kepentingan dalam pemanfaatan dan pengorganisasian pengelolaan lalu lintas udara .

Berdasarkan hasil Kongres Kedirgantaraan Nasional Pertama (1998), bahwa ruang udara nasional memiliki 3 (tiga) peran dan fungsi, yaitu sebagai wadah untuk kepentingan hidup manusia, sebagai wilayah kedaulatan, dan sebagai wadah untuk kepentingan nasional sesuai dengan amanat UUD 1945.

Untuk wadah kepentingan hidup manusia, ruang udara nasional dipandang sebagai ruang gerak, media, dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya harus dikelola dan dilestarikan untuk kesejahteraan rakyat.

  1. Sebagai wilayah kedaulatan negara, ruang udara nasional merupakan wawasan nusantara (darat, perairan, dan udara) sebagai satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
  2. Sebagai wadah untuk kepentingan nasional, bahwa pemanfaatan ruang udara nasional diatur berdasarkan hukum nasional dan hukum internasional.

Sesuai dengan amanat UUD 1945, pengelolaan ruang udara nasional dalam rangka optimalisasi, sinergi, dan pengendalian konflik diperlukan kebijakan nasional pemanfaatan ruang udara untuk kemakmuran rakyat. Meskipun demikian, dalam penetapan kebijakan tersebut tidak dapat dilakukan semata-mata berdasarkan kepentingan nasional, harus memperhatikan kepentingan negara-negara lain sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional.

Keharusan untuk memperhatikan prinsip-prinsip hukum internasional dalam pengelolaan ruang udara nasional, dimaksudkan untuk mengurangi konflik antar negara dalam pemanfaatan ruang udara nasional dengan negara tetangga. Oleh sebab itu, sangat diperlukan kerja sama bilateral atau internasional. Kerja sama tersebut juga diperlukan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan teknologi.

Dengan memperhatikan permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan ruang udara nasional di masa mendatang, maka perlu dikembangkan unsur-unsur sebagai berikut :

1. Keamanan dan keselamatan, bahwa dalam pengelolaan ruang udara nasional harus memperhatikan sistem keamanan dan keselamatan baik terhadap negara maupun aktivitas yang dilakukan di ruang udara.

2. Kelembagaan, bahwa dalam pengelolaan ruang udara nasional harus dikembangkan kapasitas kelembagaan baik pemerintah maupun non-pemerintah, sehingga terwujud koordinasi dan jaringan kerja sama dalam perencanaan, pemanfaatan, pembinaan, dan pengawasan sesuai peraturan perundang-undangan.

3. Politik dan hukum, bahwa pengelolaan ruang udara nasional sebagai upaya menengakkan kedaulatan atas wilayah udara nasional dan penegakkan hukum atas berbagai pelanggaran yang terjadi.

4. Sumber daya manusia, bahwa dalam pengelolaan ruang udara nasional harus didukung sumber daya manusia yang berkualitas baik pemerintah maupun non-pemerintah.

5. Sarana dan prasarana, bahwa dalam pengelolaan ruang udara nasional dibutuhkan sarana dan prasarana yang memadai sesuai dengan perkembangan teknologi.

6. Dana, bahwa dalam pengelolaan ruang udara nasional harus didukung oleh dana yang memadai agar ruang udara nasional dapat dikelola untuk kesejahteraan rakyat baik saat ini maupun mendatang.

7. Peran serta masyarakat, bahwa dalam pengelolaan ruang udara nasional tidak terlepas dari peranserta masyarakat seperti perguruan tinggi, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat, organisasi sosial kemasyarakat, politik, dan media massa sebagai ujung tombak khususnya dalam pengawasan.

Didasarkan uraian di atas, pendekatan yang digunakan dalam pendekatan-pendekatannya adalah empiris dan yuridis. Dasar pendekatan tersebut, sebagai dasar merumuskan konsepsi pengelolaan ruang udara nasional, sebagai upaya tegaknya kedaulatan atas ruang udara sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional, dalam rangka pengorganisasian dan pengelolaan lalu lintas udara untuk kepentingan rakyat, bangsa, dan negara Indonesia.

Melalui konsepsi pengorganisasian dan pengelolaan lalu lintas udara nasional, pemerintah dapat menetapkan kebijakan perencanaan, pemanfaatan, pembinaan dan pengawasan terhadap pemanfaatan ruang udara nasional secara terpadu, sehinga ruang udara nasional dapat dimanfaatkan secara efektif, efisien, dan berlanjutan untuk pembangunan yang bersinergi dengan pemanfaatan sumber daya lainnya .

(Moral konsepsi: Banyak yang harus disiapkan...........apa yang sudah Indonesia persiapkan untuk cita cita ini?............)

I L M U ................................

Jika "ilmu" (science) lebih sering dikaitkan dengan penelitian dan pencarian kebenaran, maka disiplin (discipline) dikaitkan dengan himpunan pengetahuan dan peraturan ilmiah yang akan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kamus Webster's, disiplin diartikan sebagai "a body of knowledge, practice, and a system of rules". Baik "ilmu" maupun "disiplin" bertemu di kampus dan terwujud dalam bentuk 3P (pengajaran, penelitian, pengabdian kepada masyarakat). Huruf "p" yang terakhir (pengabdian kepada masyarakat), menyebabkan sebuah disiplin berpengaruh dalam kemajuan (maupun kemunduran!) masyarakat itu sendiri. Dengan kata lain, di dalam setiap masyarakat, sebuah disiplin akan menentukan struktur, isi, dan implikasi politik dari sebuah himpunan pengetahuan (body of knowledge).


Dalam dunia moderen, maka disiplin menjadi semakin kompleks, sebab masyarakat moderen semakin banyak membutuhkan solusi bagi persoalan-persoalan hidup mereka. Jika "ilmu" terkesan lebih mengawang-awang karena mencari kebenaran sejati, maka disiplin lebih sering dikaitkan dengan kebutuhan-kebutuhan praktis sebuah masyarakat. Semakin banyak dan beragam kebutuhan masyarakat, semakin banyak muncul disiplin yang berbeda-beda. Mungkin saja disiplin-disiplin itu memiliki titik-awal dan tujuan yang sama, dan mungkin hanya berbeda dalam cara masing-masing memandang persoalan (subject matter) yang sama.

Seringkali berbagai disiplin itu bekerjasama untuk menyelesaikan satu persoalan di masyarakatnya. Maka dikenal berbagai istilah, seperti:

  • Interdisiplin - yaitu interaksi antara dua atau lebih disiplin (baik yag berkaitan maupun yang tidak) melalui kerjasama dalam pendidikan dan penelitian, dengan tujuan menyamakan pikiran, konsep, metode, atau tawaran solusi.
  • Multidisiplin - yaitu upaya kelembagaan yang menghimpun dua atau lebih disiplin untuk membentuk modul-modul pengajaran, penelitian, atau praktik yang dapat dimanfaatkan masyarakat.
  • Transdisiplin - yaitu kesepakatan untuk membetuk aksioma atau rumus bersama sebagai upaya mempertemukan berbagai disiplin yang sebelumnya tidak nampak berkaitan, sehingga ada kesatuan pandangan dalam menjawab persoalan masyarakat.

Dilihat dari segi ini, maka kegiatan-kegiatan pengajaran, penelitian, mapun pengabdian-masyarakat yang berkaitan dengan bidang perpustakaan dan informasi dapat dikatakan sebagai interdisiplin, multidisiplin, maupun transdisiplin. Di dalam kegiatan-kegiatan bidang perpustakaan dan informasi, berkembanglah hubungan interaksi, penggabungan, kesepakatan, dan penghimpunan berbagai hasil penelitian yang datang dari berbagai disiplin. Paling kentara dalam interaksi berbagai disiplin di bidang ini adalah antara disiplin komunikasi (terutama aspek kognitifnya), sosial (terutama sosiologi), kebudayaan (terutama filsafat dan linguistik), matematik (dan logika positivis), elektronik (terutama setelah komputerisasi), ekonomi (terutama manajemen), dan pendidikan.

Bidang perpustakaan dan informasi tentu saja bukan satu-satunya bidang yang menjadi ajang pertemuan berbagai disiplin. Lihat saja misalnya:

  • Kedokteran Hewan - dari disiplin genetika, pathology, dan ilmu-ilmu dasar terutama biologi.
  • Kerja sosial/ Kesejahtraan Sosial (Social Work) - dari disiplin hukum, ilmu-ilmu perilaku (behavioural sciences), dan psikologi.
  • Perencanaan Sosial (Social Planning) - dari disiplin Kesejahteraan Sosial ditambah dengan Perencanaan Regional (regional planning)

Belum lagi berbagai disiplin yang muncul dengan nama baru, dan segera memperlihatkan gabungan antara berbagai disiplin. Misalnya, Sosiologi Pedesaan, Arkeologi Industri, Kajian Wilayah, Sejarah Kedokteran, Antropologi Wanita, Komunikasi Politik, untuk menyebut beberapa nama saja.

Pertemuan antar berbagai disiplin ini biasanya dipicu oleh persoalan-persoalan nyata dalam sebuah masyarakat. Semakin kompleks persoalan itu, semakin banyak disiplin yang diperlukan. Ini membuktikan betapa terbatasnya kegiatan-kegiatan ilmiah jika dikerangkeng dalam satu ilmu atau satu disiplin saja. Sekaligus juga membuktikan bahwa tidak ada satu ilmu pun yang lebih berperan dalam kemajuan (dan kemunduran!) masyarakatnya.

Gabungan dari berbagai disiplin akhirnya juga dapat melahirkan ilmu baru, yang akan ditandai oleh semakin ketatnya persyaratan penelitian dan pengajaran. Misalnya, ilmu perpustakaan dan informasi (atau ilmu perpustakaan dan ilmu informasi) sedang berupaya menjadi ilmu tersendiri dengan memperketat batas-batas dari persoalan yang harus diteliti para ilmuwannya, sekaligus membuat standardisasi kurikulum agar pengajaran di bidang ini menjadi lebih terarah.

Biasanya, di dalam masyarakat, sebuah disiplin akademik akan membentuk organisasi yang menerbitkan jurnal ilmiah, mengadakan konferensi, atau memberi penghargaan kepada ilmuwan atau peneliti yang dianggap mumpuni. Selain memiliki organisasi, sebuah disiplin juga biasanya memiliki “bahasa khusus” untuk memperlancar komunikasi ilmiah antar ilmuwan, menetapkan strategi kebenaran (truth strategies) yang mempertegas perbedaan satu disiplin dari yang lainnnya, dan melakukan penghimpunan serta pengorganisasian pengetahuan.

Manusia memang aneh. Sudah tahu bahwa persoalan kehidupan membutuhkan penggabungan berbagai disiplin, tetapi setelah bergabung malah ingin membuat ilmu yang terpisah dan tersendiri. Namun tanpa "keanehan" ini, barangkali juga tidak akan ada dinamika. Barangkali akan hanya ada satu ilmu yang paling benar dengan hanya satu kebenaran ilmiah.