Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 disebutkan bahwa gawat darurat di bandar udara adalah suatu kejadian tidak terduga berkaitan atau berakibat terganggunya pengoperasian pesawat udara atau kelangsungan pelayanannya yang perlu dilakukan tindakan cepat. Dan menurut penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan Pasal 39 ayat 1, gawat darurat di bandar udara antara lain berupa:
1. Pesawat udara yang mengalami keadaan darurat penerbangan;
2. Sabotase atau ancaman bom terhadap pesawat udara dan/atau prasarana penerbangan;
3. Pesawat udara alam ancaman tindakan gangguan melawan hukum;
4. Kejadian pada pesawat udara karena bahan dan/atau barang berbahaya;
5. Kebakaran pada bangunan;
6. Bencana alam.
Dengan demikian kinerja penanganan kondisi gawat darurat penerbangan adalah suatu bentuk kecakapan, kemampuan, dan ketrampilan didalam menghadapi kejadian tidak terduga yang berkaitan atau berakibat terganggunya pengoperasian pesawat udara atau kelangsungan pelayanannya yang memerlukan tindakan cepat dan bertujuan untuk mengaplikasikan prosedur yang ada serta mengevaluasikan hasil kegiatan latihan dalam upaya penyempurnaan prosedur tersebut.
Dalam Dokumen ICAO 9137-AN/898 Airport Services Manual Part 7, Airport Emergency Planning (1991 : 1-2) Chapter 1 bagian 1.1.2 disebutkan bahwa:
The basic needs and concepts of emergency planning and exercise will be much the same and involve the same major problem areas : COMMAND, COMMUNICATION and CO-ORDINATION.
Yang mana dalam bahasa Indonesia yaitu, konsep dan kebutuhan dasar dari latihan dan perencanaan penanggulangan keadaan gawat darurat akan memiliki banyak kesamaan dan melibatkan masalah utama area yang sama: KOMANDO, KOMUNIKASI, dan KOORDINASI.
Kemudian pada bagian 1.1.5 juga disebutkan bahwa :
To be operationally sound a comprehensive Airport Emergency Plan must give consideration to: a) preplanning before an emergency; b) operations during an emergency; and c) support and dokumentation after an emergency.
Yang artinya adalah : Untuk dapat dilaksanakan secara menyeluruh suatu rencana keadaan darurat harus mempertimbangkan: a) perencanaan sebelum suatu keadaan darurat; b) operasi saat keadaan darurat; dan c) dukungan dan dokumentasi setelah suatu keadaan darurat.
Dari kedua kutipan dokumen diatas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa, sebuah airport emergency plan dalam penyusunannya harus mempertimbangkan tiga aspek operasional, yaitu perencanaan sebelum terjadinya keadaan darurat; operasi penanggulangan saat keadaan darurat terjadi serta dukungan dan dokumentasi setelah keadaan darurat terjadi. Keberhasilan dari suatu kegiatan penanggulangan gawat darurat ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu komando, komunikasi, dan koordinasi.
Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2001 tentang Keselamatan dan Keamanan Penerbangan bagian keempat pasal 39 mengenai penanggulangan gawat darurat, menyebutkan bahwa:
Ayat 1 : Penyelenggara bandar udara wajib memiliki kemampuan dalam melaksa -nakan penanggulangan gawat darurat di bandar udara;
Ayat 2 : Penanggulangan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan secara tepadu dengan melibatkan instansi terkait diluar dan di dalam bandar udara;
Ayat 3 : Penyelenggaraan bandar udara wajib melaksanakan latihan penanggulang -an gawat darurat.
Dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 47 Tahun 2002 Tentang Sertifikasi Operasi Bandar Udara Pasal 5 yang menyatakan bahwa untuk memperolah Sertifikat Operasi Bandar Udara harus memenuhi:
1. Tersedianya fasilitas dan/atau peralatan penunjang penerbangan, yang memenuhi persyaratan keamanan dan keselamatan penerbangan sesuai dengan klasifikasi kemampuan;
2. Memiliki prosedur pelayanan jasa Bandar udara;
3. Memiliki buku petunjuk pengoperasian, penangulangan keadaan gawat darurat, perawatan , program pengamanan, higiene dan sanitasi Bandar udara;
4. Tersedia personil yang memiliki kualifikasi untuk pengoperasian, perawatan, dan pelayanan jasa Bandar udara;
5. Memiliki daerah lingkungan kerja Bandar udara, peta kontur lingkungan Bandar udara, peta situasi pembagian sisi darat dan sisi udara;
6. Memiliki Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan di sekitar Bandar udara;
7. Memiliki peta yang menunjukkan lokasi koordinat penghalang dan ketinggiannya yang dapat membahayakan keselamatan penerbangan;
8. Memiliki fasilitas pertolongan kecelakaan penerbangan dan pemadan kebakaran sesuai dengan kategorinya;
9. Memiliki berita acara evaliasi/uji coba yang menyatakan laik untuk dioperasikan;
10. Struktur organisasi penyelenganaan Bandar udara.
1. Pesawat udara yang mengalami keadaan darurat penerbangan;
2. Sabotase atau ancaman bom terhadap pesawat udara dan/atau prasarana penerbangan;
3. Pesawat udara alam ancaman tindakan gangguan melawan hukum;
4. Kejadian pada pesawat udara karena bahan dan/atau barang berbahaya;
5. Kebakaran pada bangunan;
6. Bencana alam.
Dengan demikian kinerja penanganan kondisi gawat darurat penerbangan adalah suatu bentuk kecakapan, kemampuan, dan ketrampilan didalam menghadapi kejadian tidak terduga yang berkaitan atau berakibat terganggunya pengoperasian pesawat udara atau kelangsungan pelayanannya yang memerlukan tindakan cepat dan bertujuan untuk mengaplikasikan prosedur yang ada serta mengevaluasikan hasil kegiatan latihan dalam upaya penyempurnaan prosedur tersebut.
Dalam Dokumen ICAO 9137-AN/898 Airport Services Manual Part 7, Airport Emergency Planning (1991 : 1-2) Chapter 1 bagian 1.1.2 disebutkan bahwa:
The basic needs and concepts of emergency planning and exercise will be much the same and involve the same major problem areas : COMMAND, COMMUNICATION and CO-ORDINATION.
Yang mana dalam bahasa Indonesia yaitu, konsep dan kebutuhan dasar dari latihan dan perencanaan penanggulangan keadaan gawat darurat akan memiliki banyak kesamaan dan melibatkan masalah utama area yang sama: KOMANDO, KOMUNIKASI, dan KOORDINASI.
Kemudian pada bagian 1.1.5 juga disebutkan bahwa :
To be operationally sound a comprehensive Airport Emergency Plan must give consideration to: a) preplanning before an emergency; b) operations during an emergency; and c) support and dokumentation after an emergency.
Yang artinya adalah : Untuk dapat dilaksanakan secara menyeluruh suatu rencana keadaan darurat harus mempertimbangkan: a) perencanaan sebelum suatu keadaan darurat; b) operasi saat keadaan darurat; dan c) dukungan dan dokumentasi setelah suatu keadaan darurat.
Dari kedua kutipan dokumen diatas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa, sebuah airport emergency plan dalam penyusunannya harus mempertimbangkan tiga aspek operasional, yaitu perencanaan sebelum terjadinya keadaan darurat; operasi penanggulangan saat keadaan darurat terjadi serta dukungan dan dokumentasi setelah keadaan darurat terjadi. Keberhasilan dari suatu kegiatan penanggulangan gawat darurat ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu komando, komunikasi, dan koordinasi.
Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2001 tentang Keselamatan dan Keamanan Penerbangan bagian keempat pasal 39 mengenai penanggulangan gawat darurat, menyebutkan bahwa:
Ayat 1 : Penyelenggara bandar udara wajib memiliki kemampuan dalam melaksa -nakan penanggulangan gawat darurat di bandar udara;
Ayat 2 : Penanggulangan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan secara tepadu dengan melibatkan instansi terkait diluar dan di dalam bandar udara;
Ayat 3 : Penyelenggaraan bandar udara wajib melaksanakan latihan penanggulang -an gawat darurat.
Dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 47 Tahun 2002 Tentang Sertifikasi Operasi Bandar Udara Pasal 5 yang menyatakan bahwa untuk memperolah Sertifikat Operasi Bandar Udara harus memenuhi:
1. Tersedianya fasilitas dan/atau peralatan penunjang penerbangan, yang memenuhi persyaratan keamanan dan keselamatan penerbangan sesuai dengan klasifikasi kemampuan;
2. Memiliki prosedur pelayanan jasa Bandar udara;
3. Memiliki buku petunjuk pengoperasian, penangulangan keadaan gawat darurat, perawatan , program pengamanan, higiene dan sanitasi Bandar udara;
4. Tersedia personil yang memiliki kualifikasi untuk pengoperasian, perawatan, dan pelayanan jasa Bandar udara;
5. Memiliki daerah lingkungan kerja Bandar udara, peta kontur lingkungan Bandar udara, peta situasi pembagian sisi darat dan sisi udara;
6. Memiliki Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan di sekitar Bandar udara;
7. Memiliki peta yang menunjukkan lokasi koordinat penghalang dan ketinggiannya yang dapat membahayakan keselamatan penerbangan;
8. Memiliki fasilitas pertolongan kecelakaan penerbangan dan pemadan kebakaran sesuai dengan kategorinya;
9. Memiliki berita acara evaliasi/uji coba yang menyatakan laik untuk dioperasikan;
10. Struktur organisasi penyelenganaan Bandar udara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar