Sabtu, 03 Mei 2008

KAWASAN KESELAMATAN OPERASI PENERBANGAN (KKOP)



Pada bagian ini akan dijelaskan tentang dasar-dasar aturan yang mendukung permasalahan yang ada. Menurut buku Annex 14 Aerodromes Volume I, Fourth Edition, July 2004 adalah sebagai berikut :
1. “The objectives of the specifications in this chapter are define the airspace around aerodromes to be maintained free from obstacles so as to permit the intended aeroplane operations at the aerodromes to be conducted safely and to prevent the aerodromes from becoming unusable by the growth of obstacles around the aerodromes. This is achieved by establishing a series of obstacle limitation surface that define the limits to which objects may project into the airspace”.

Kalimat di atas dapat ditafsirkan sebagai sasaran khusus dalam bab ini adalah menjelaskan wilayah di sekitar lapangan terbang dijaga kebebasannya dari obstacle demi keselamatan pesawat yang beroperasi di lapangan terbang tersebut dan untuk mencegah lapangan terbang menjadi tidak dapat dioperasikan akibat timbulnya obstacle di sekitar lapangan terbang, hal ini dapat dicapai dengan membentuk pembatasan akan obstacle pada permukaan dengan menjelaskan batasan pada setiap obyek yang akan dibuat pada suatu wilayah.
(Chapter 4; Halaman 4-1; Note 1)
2. “ The following obstacle limitation surfaces shall be established for a non precision approach runway :
a. Conical Surface
b. Inner Horizontal Surface
c. Approach Surface; and
d. Transitional Surface”

Tafsiran dari kutipan di atas adalah Non-Precision Approach Runway batas obstacle permukaan harus ditentukan pada :
a. Kawasan di bawah permukaan kerucut
b. Kawasan di bawah permukaan horizontal-dalam
c. Kawasan di daerah pendekatan; dan
d. Kawasan di bawah permukaan transisi
Di Indonesia istilah ini lebih dikenal dengan nama Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP).
(Annex 14; 4.2.7; Halaman 4-5)
3. “ The heights and slopes of the surfaces shall not be greater than, and their other dimensions not less than, those specified in table 1, except in the case of the horizontal section of the approach surface”.

Kutipan di atas dapat ditafsirkan yaitu ketinggian dan kemiringan permukaan tidak boleh lebih besar dan dimensi lain dari permukaan tidak kurang dari yang telah ditentukan pada tabel 1 (lampiran 1, halaman 69) kecuali dalam hal bagian permukaan pendaratan.
(Annex 14; 4.2.8; Halaman 4-5)
4. “ Recomendation. - Existing objects above any of the surface required by point 2 should as far as practicable be removed except when, in the opinion of appropriate authority, the object is shielded by an existing immovable object, or after aeronautical study it is determined that the object would not adversely affect the safety or significantly affect the regularity of operations of aeroplanes”.

Dapat ditafsirkan bahwa adanya obyek di atas beberapa permukaan yang disebutkan pada point 2 dalam penggunaannya harus dipindahkan kecuali jika, menurut pendapat penguasa, obyek tersebut dilindungi oleh obyek yang tidak dapat bergerak atau setelah dipelajari secara ilmu penerbangan disimpulkan bahwa obyek tersebut tidak merugikan keselamatan atau berpengaruh bagi keteraturan operasi-operasi penerbangan.
(Annex 14; 4.2.12; Halaman 4-7)
5. “ Recomendation. - Anything which may, in the opinion of the appropriate authority after aeronautical study, endanger aeroplanes on the movement area or in the air within the limits of the inner horizontal and conical surfaces should be regarded as an obstacle and should be removed in so far as practicable”.

Kutipan di atas dapat ditafsirkan yaitu sesuatu yang mana, menurut pendapat penguasa setelah mempelajari ilmu penerbangan, membahayakan pesawat di movement area atau di udara dalam batas permukaan di bawah permukaan horizontal dalam dan di bawah permukaan kerucut harus dinyatakan sebagai obstacle dan akan dipindahkan sejauh dalam pemakaian.
(Annex 14; 4.4.2; Halaman 4-9)
Dalam Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 48 Tahun 2002 Tentang Penyelenggaraan Bandar Udara Umum BAB V Tentang Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) disebutkan bahwa :
Pasal 10

1. Untuk menjamin keselamatan operasi penerbangan di bandar udara dan sekitarnya diperlukan kawasan keselamatan operasi penerbangan untuk mengendalikan ketinggian benda tumbuh dan pendirian bangunan di bandar udara dan sekitarnya.

2. Kawasan keselamatan operasi penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditentukan batas-batasnya dengan koordinat yang mengacu pada bidang referensi World Geodetic System 1984 (WGS-84) dan batas-batas ketinggian di atas permukaan laut rata-rata (Mean Sea Level) dalam satuan meter.

3. Kawasan keselamatan operasi penerbangan di sekitar bandar udara meliputi :
a. Kawasan pendekatan dan lepas landas;
b. Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan;
c. Kawasan di bawah permukaan horizontal dalam;
d. Kawasan di bawah permukaan horizontal luar;
e. Kawasan di bawah permukaan kerucut;
f. Kawasan di bawah permukaan transisi;
g. Kawasan di sekitar penempatan alat bantu navigasi penerbangan.

Pasal 11

1. Kawasan keselamatan operasi penerbangan di sekitar bandar udara di tentukan berdasarkan rencana induk bandar udara.

2. Kawasan keselamatan operasi penerbangan bagi bandar udara yang belum mempunyai rencana induk bandar udara ditentukan berdasarkan panjang landasan sesuai rencana pengembangan.

Pasal 12

1. Penyelenggara bandar udara pusat penyebaran dan bandar udara bukan pusat penyebaran yang ruang udara di sekitarnya dikendalikan mengusulkan penetapan kawasan keselamatan operasi penerbangan di sekitar bandar udara kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.

2. Penyelenggara bandar udara bukan pusat penyebaran yang ruang udara di sekitarnya tidak dikendalikan mengusulkan penetapan kawasan keselamatan operasi penerbangan di sekitar bandar udara kepada Bupati/Walikota dari Gubernur sebagai tugas dekonsentrasi.

3. Direktur Jenderal melakukan evaluasi usulan penetapan kawasan operasi penerbangan di sekitar bandar udara sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 terhadap aspek :
a. Rencana induk/rencana pengembangan bandar udara;
b. Tatanan kebandarudaraan nasional;
c. Keamanan dan keselamatan penerbangan;
d. Rencana Tata Ruang Wilayah.

4. Direktur jenderal menyampaikan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 kepada Menteri selambat-lambatnya 30 hari (tiga puluh) hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap.

5. Kawasan keselamatan operasi penerbangan di sekitar bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat 1, untuk tiap-tiap bandar udara ditetapkan dengan Keputusan Menteri selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah hasil evaluasi dari Direktur Jenderal diterima secara lengkap.

6. Kawasan Keselamatan operasi penerbangan di sekitar bandar udara sebagaimana dimaksud dalam ayat 2, untuk tiap-tiap bandar udara ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota setempat selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap.

7. Ketentuan lebih lanjut mengenai standar, prosedur pembuatan dan persyaratan kawasan keselamatan operasi penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2 diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal.

Pasal 13

1. Untuk mengendalikan kawasan keselamatan operasi penerbangan di sekitar bandar udara pusat penyebaran dan bandar udara bukan pusat penyebaran yang ruang udara disekitarnya dikendalikan, setiap pendirian bangunan di kawasan keselamatan operasi penerbangan diperlukan rekomendasi dari Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk.

Untuk mengendalikan kawasan keselamatan operasi penerbangan di sekitar bandar udara bukan pusat penyebaran yang ruang udara di sekitarnya tidak dikendalikan, setiap pendirian bangunan di kawasan keselamatan operasi penerbangan diperlukan rekomendasi dari Bupati/Walikota setempat atau pejabat yang ditunjuk

2 komentar:

Hengki Poncodiwerno mengatakan...

Pak, apakah punya peta KKOP untuk Bandara Soekarno-Hatta?


Tks
Hengki Atmadji
0812-81844024

Unknown mengatakan...

Salam safety Mas Afen,

Mohon penjelasana lebih lanjut tentang apakah yang dimaksud dengan Bandar udara pusat penyebaran dan Bandar udara bukan pusat penyebaran ?

Regards,
Heriyanto Wibowo