Sabtu, 19 April 2008

Bahan Bakar & Operasi Pesawat Terbang



Bahan bakar merupakan salah satu faktor penting bagi terlaksananya operasi penerbangan yang merupakan pelaksanaan proses dari perusahaan angkutan udara. Agar kelancaran operasi penerbangan daat terjamin, penyediaan bahan bakar harus dilaksanakan dengan tepat serta memenuhi persyaratan mutu dan kuantitas. Selain alokasinya harus sesuai dengan rencana penerbnagan yang telah dibuat.

Untuk mencapai semua itu, perlu diadakan perencanaan dalam penyediaan bahan bakar, baik jumalah kebutuhan serta alokasi agar selalu dapat menunjang jalannya operasi menurut rencana dan daerah operasi yang telah ditentukan. Rencana kebutuhan bahan bakar disusun berdasarkan anggaran kebutuhan bakan bakar untuk tahun produksi yang telah disusun. Anggaran kebutuhan bahan bakar ini disusun oleh bagian operasi yang memerlukan data sebagai berikut :

a. Penggunaan bahan bakar per jam terbang per flight hour;

b. Jumlah jam terbang yang direncanakan dalam satu tahun;

c. Harga bahan bakar dan alokasi biayanya.

Untuk memperoleh data-data tersebut, diperlukan kerja sama di antara bagian-bagian yang menentukan jalannya operas, baik langsung maupun tidak langsung. Kerja sama tersebut tertuang dalam tiga hal berikut :

a. Rencana Produksi Jam Terbang (RPJT)

Dalam memperoleh data jumalh jam terbang yang akan diproduksi, kerja sama antar bagian sangat diperlukan antara lain :

1) Bagian Pemasaran

2) Bagian Operasi

3) Bagian Teknik

Dalam hal ini ada beberapa perhitungan untuk memperoleh jam terbang yaitu:

1) Block to block atau block hours yaitu perhitungan yang didasarkan pada sejak mesin dihidupkan dan ganjal roda (block) dilepas ditempat asal atau keberangkatan (station of origin/ departure) hingga mendarat di tempat tujuan (station of destination) dan ganjal roda dipasang serta mesin dimatikan.

2) Airborn to touch down, yaitu sejak pesawat lepas landas dan roda meninggalkan landasan di tempat asal atau keberangkatan (station of origin/ departure) hingga mendarat di tempat tujuan (station of destination) dan roda menyentuh landasan.

Perhitungan jam terbang yang lajim adalah dengan block hours. Nmaun cara perhitungan jam terbang ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti cuaca, keadaan traffic di sepanjang rute, di tempat asal atau keberangkatan (station of origin/ departure) hingga mendarat di tempat tujuan (station of destination). Akibatnya jumlah jam terbangnya akan potensial mengalami perbedaan dalam tiap penerbangan,

b. Perhitungan Pemakaian bahan Bakar Per Jam Terbang

Data lain yang dibutuhkan dalam penyusunan anggaran kebutuhan bahan bakar, disamping rencana pokok produksi jam terbang, ialah pemakaian bahan bakar per jam terbang atau fuel consumption per flight hour. Untuk memperoleh perhitungan tersebut, dapat ditempuh beberapa cara, antara lain :

1) Jumlah bahan bakar yang dibutuhkan dalam suatu penerbangan atau total fuel consumption (TFC) dibagi dengan jumlah jam terbang yang dilaksanakan.

2) Data teknis pesawat udara dari pabrik pembuat pesawat tersebut. Dalam data ini jumlah pemakaian bahan bakar per jam terbang dirasakan cukup akurat karena berdasarkan perhitungan teknis secara tepat dan tidak dipengaruhi oleh keadaan cuaca, kepadatan traffic, dan faktor lainnya. Oleh karena itu, cara ini biasa digunakan oleh perusahaan penerbangan dalam mencari data pemakaian bahan bakar per jam terbang.

c. Jumlah Kebutuhan Bahan Bakar

Setelah rencana penerbangan dari masing-masing bagian diperoleh dan terinci jumlah jam terbangnya, baik komersial maupun nonkomersial, tahap selanjutnya adalah penyusunan rencana kebutuhan bahan bakar untuk satu tahun anggaran dapat diperoleh dengan cara mengalikan jumlah jam terbang setahun dengan pemakaian bahan bakar per jam terbang.

TFC/year = FC/H x T.Ops.H/year x Quantity

Keterangan :

TFC/year : Total kebutuhan bahan bakar per tahun

FC/H : Pemakaian bahan bakar per jam terbang

T.Ops.H/year : Jumlah jam terbang per tahun

Quantity : Jumlah BBM dalam liter atau pound/lbs

d. Standar Kualitas Persediaan

Bahan bakar minyak dan suku cadang pesawat udara merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting yang harus disediakan dalam jumlah yang cukup. Kekurangan BBM dan suku cadang tersebut mengakibatkan terganggunya proses produksi, sedangkan terlalu banyak persediaan menimbulkan pemborosan dana.

Kerugian-kerugian yang terjadi apabila persediaan terlalu besar :

1) Dana pengadaan persediaan menjadi besar dan biaya penyimpanan semakin tinggi ;

2) Kemungkinan barang yang disimpan mengalami kerusakan dan kemungkinan terjadinya pnurunan harga.

Kerugian yang dialami jika persediaan terlalu kecil :

1) Kelancaran proses produksi terganggu ;

2) Persediaan kecil mengakibatkan frekuensi pembelian menjadi semakin besar, sehingga biaya pemesanan semakin besar.

Faktor-faktor yang mempengaruhi persediaan :

1) Besarnya jumlah kebutuhan BBM dan suku cadang pesawat udara ;

2) Harga BBM dan suku cadang ;

3) Besarnya biaya prsediaan, yaitu biaya pembelian dan biaya penyimpanan ;

4) Kebijaksanaan pembelanjaan perusahaan dalm menyediakan dana untuk persediaan

5) Waktu tunggu (lead time)

Pengendalian persediaan didasarkan pada standar kuantitas persediaan yang meliputi atas penentuan hal-hal berikut.

1) Jumlah kebutuhan atau pemakaian BBM dan suku cadang dalam suatu periode tertentu.

2) Jumlah pembelian yang ekonomis (economic order quantity = EOQ) pada setiap kali pembelian.

3) EOQ terjadi jika biaya pemesanan dan biaya penyimpanan sama besarnya dengan total biaya persediaan yang minimal.

4) Jumlah persediaan besi atau penyelamat (safety stock) yang merupakan persediaan minimal.

5) Re order point (ROP), yaitu saat perusahaan melakukan pemesanan kembali, dimana besarnya ROP merupakan penjumlahan dari safety stock dengan penggunaan selama waktu tunggu (lead time)

6) Waktu tunggu adalah lamanya waktu yang diperlukan dalam pemesanan BBM dan suku cadang, yaitu saat dilakukan pemesanan sampai dengan diterimanya barang yang dipesan.

7) Jumlah persediaan maksimal merupakan penjumlahan dari EOQ dengan safety stock.

Tidak ada komentar: