Sabtu, 19 April 2008

Restrukturisasi Ruang Udara Dalam Pelayanan Navigasi Penerbangan

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka Jakarta, restrukturisasi dapat diartikan sebagai pembentukan struktur ulang atau perbaikan dari bentuk lama menjadi bentuk baru organisasi, bangunan, dan objek fisik maupun non fisik lainnya.

Sedangkan ruang udara adalah suatu ruang di atas permukaan bumi yang menjulang ke atas terletak dikawasan atmosfer bumi. Namun, hingga kini belum ada konvensi maupun ketentuan internasional yang dapat dipakai sebagai acuan atau pedoman.

Dalam UU No.15 Tahun 1992 Pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa wilayah udara adalah ruang udara diatas wilayah daratan dan perairan RI. Di Indonesia ruang udara adalah ruang udara yang pelayanan navigasi penerbangannya (flight information region) menjadi tanggung jawab Pemerintah Indonesia dan ruang udara yang dikuasai berdasarkan perjanjian antar negara yang ditetapkan oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional. Pemerintah dalam menetapkan bagian wilayah udara Republik Indonesia untuk digunakan sebagai jalur penerbangan diwujudkan dalam suatu tatanan ruang udara nasional yang merupakan dasar dalam perencanaan pembangunan, pendayagunaan, pengembangan dan pengoperasian navigasi penerbangan di seluruh Indonesia.

Dalam penyusunan tatanan ruang udara nasional perlu memperhatikan :

a. Keselamatan operasi penerbangan ;

b. Kepadatan lalu lintas penerbangan ;

c. Teknologi dibidang navigasi penerbangan ;

d. Efektifitas dan efisiensi operasi penerbangan ;

e. Harmonisasi pelayanan navigasi penerbangan di negara tetangga ;

Tatanan ruang udara nasional sekurang-kurangnya memuat :

a. Jenis pelayanan navigasi penerbangan ;

b. Struktur ruang udara ;

c. Jalur penerbangan .

Ruang udara dibagi menjadi 2 bagian menurut Peraturan Pemerintah (PP) ini yaitu ruang udara yang dikendalikan dan ruang udara yang tidak dikendalikan.

Dalam Peraturan Pemerintah No 3 Tahun 2001 Tentang Keamanan Dan Keselamatan Penerbangan ini juga disebutkan bahwa Menteri menetapkan jalur lalu lintas penerbangan dalam ruang udara dengan mempertimbangkan :

a. Keselamatan operasi penerbangan

b. Kemampuan navigasi pesawat udara

c. Kemampuan fasilitas komunikasi penerbangan

d. Kemampuan fasilitas bantu navigasi penerbangan

e. Kepadatan lalu lintas penerbangan

f. Efektifitas dan efisiensi operasi penerbangan

g. Bandar udara keberangkatan dan bandar udara tujuan

h. Daerah latihan militer atau daerah peluncuran roket/satelit

Peraturan Pemerintah No 3 Tahun 2001 Tentang Keamanan Dan Keselamatan Penerbangan Pasal 37 mengatur mengenai Pelayanan Lalu lintas penerbangan yang meliputi:

a. Pelayanan pengendalian ruang udara jelajah

b. Pelayanan pengendalian ruang udara pendekatan

c. Pelayanan pengendalian ruang udara di bandar udara termasuk pelayanan pendaratan dan lepas landas

d. Pelayanan pengamatan

e. Pelayanan pengendalian arus penerbangan

f. Pelayanan informasi penerbangan

g. Koordinasi antar pengendali lalu lintas penerbangan atau dengan instansi terkait lainnya

h. Pelayanan berita lalu lintas penerbangan

Menurut Doc.9426-AN/924 ATS Planning Manual, pemberian pelayanan lalu lintas udara (ATS services) wajib direncanakan dalam pembentukan suatu ruang udara. Ruang Udara disarankan dibentuk dalam 3 bagian yaitu :

a. Flight Information region (FIR)

b. Control Area (CTA)

c. Control Zone

Jika pada suatu aerodrome pelayanan ATC (ATC service) nantinya akan diberikan, maka aerodrome tersebut harus dibentuk sebagai controlled aerodrome.

Hal-hal yang dapat menimbulkan masalah yang berkaitan dengan restrukturisasi ruang udara menurut Doc.9426-AN/924 ATS Planning Manual adalah :

a. Jumlah arus lalu lintas penerbangan (traffic) selama periode-periode tertentu dalam setiap tahunnya dan selama waktu-waktu tertentu dalam setiap bulan maupun setiap minggunya seperti pada saat musim liburan, atau musim-musim lainnya.

b. Perbedaan kapasitas dari sistem pemanduan lalu lintas penerbangan (ATC systems) atau bagian-bagian dari sistem tersebut yang dipengaruhi oleh jumlah arus lalu lintas penerbangan (traffic).

c. Ketidaktepatan informasi maupun peralatan yang dihadapi oleh unit-unit pemanduan lalu lintas penerbangan (ATC units) seperti peningkatan jumlah arus lalu lintas penerbangan (traffic) dan kelebihan kapasitas atau ketidakmampuan peralatan maupun fasilitas pada poin-poin tertentu.

d. Teknik maupun prosedur yang tidak dapat dilaksanakan pada saat-saat tertentu ataupun yang tidak dapat dilakukan atau diterima oleh operator penerbangan. Baik secara operasional pesawat maupun secara ekonomi.

Dalam hal pengorganisasian ruang udara, Doc 9426 Air Traffic Services Planning Manual Second Edition 1996 Vol I Chapter 3, mengamanatkan sebagai berikut :

Ideally, the organization of the airspace over a given area should be arranged so that it corresponds to operational and technical considerations only. This is a concept which, in view of the many divergent and sometimes contradicting demands made on its use can, however, never be achieved other than by approximation of a more or less satisfactory nature. It is therefore believed to be more useful, if a number of principles were listed here which, when judiciously applied, should permit an acceptable compromise to be reached in this field of airspace organization.

In planning the organization of the airspace, the first point to be made is that none of those laying claim to its use should attempt to exploit his advantages because he finds himself momentarily in a position of strength (be it political or numerical) when compared with that of other parties. Experience has shown that, over a longer period, such positions tend to change with the effect that, when they do, others will then exploit their temporary advantages, thus setting the stage for a course of events which, in the long run, is damaging to all parties concerned and to the air traffic services (ATS) system of the States concerned.

Menurut prinsip Chicago 1944 (art.1) menegaskan bahwa pada prinsipnya setiap Negara berdaulat penuh dan utuh ( complete and exclusive) ruang udara di atas wilayah teritorialnya.

”Airspace management (ASM ) should be aimed at the most effective exploitation of the airspace in accordance with the requirements of the various airspace users. (ATS Planning Manual Chapter 1.II-I-I point.1.1.2)”.

Artinya manajemen ruang udara harus ditujukan pada pemanfaatan ruang udara yang paling efektif sesuai dengan persyaratan berbagai macam pengguna ruang udara.

“The objective of ASM is to maximize within a given airspace structure,the utilization of available airspace by dynamic time-sharing and ,at times ,segregation of airspace among various categories of users based on short term needs.(ATS Planning Manual II-I-I-2.point 1.2.3.1”.

Artinya tujuan dari ASM adalah untuk memaksimumkan struktur ruang udara yang ditetapkan, pemanfaatan ruang udara yang tersedia dengan pembagian waktu yang dinamis dan suatu saat ,pemisahan ruang udara diantara berbagai macam kategori pengguna berdasarkan kebutuhan jangka pendek.

Dalam UU No.15 Tahun 1992 Pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa wilayah udara adalah ruang udara diatas wilayah daratan dan perairan RI. Di Indonesia ruang udara adalah ruang udara yang pelayanan navigasi penerbangannya (flight information region) menjadi tanggung jawab Pemerintah Indonesia dan ruang udara yang dikuasai berdasarkan perjanjian antar negara yang ditetapkan oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional. Pemerintah dalam menetapkan bagian wilayah udara Republik Indonesia untuk digunakan sebagai jalur penerbangan diwujudkan dalam suatu tatanan ruang udara nasional yang merupakan dasar dalam perencanaan pembangunan, pendayagunaan, pengembangan dan pengoperasian navigasi penerbangan di seluruh Indonesia.



Tidak ada komentar: