Dr. B. Siswanto Sastrohadiwiryo dalam bukunya Manajemen Tenaga Kerja Indonesia (2002:199) mengemukakan bahwa latihan merupakan proses membantu para tenaga kerja untuk memperoleh efektivitas dalam pekerjaan mereka yang sekarang atau yang akan datang melalui pengembangan kebiasaan tentang pikiran, tindakan, kecakapan, pengetahuan, dan sikap yang layak.
Menurut ICAO Circular 241 – AN/145, Human Factor in Air Traffic Controller (2002:29) disebutkan bahwa:
Training is a matter of learning, understanding, and remembering. The aim is to make the best use of human strengths and capabilities and to overcome of circumvent human inadequacies or limitations, particularly in relation to knowledge, skill, information processing, understand, memory and workload.
Yang artinya yaitu: latihan merupakan cara belajar, memahami dan mengingat. Tujuannya untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan manusia dan untuk mengatasi atau menghindari ketidakmampuan atau keterbatasan manusia, khususnya yang terkait dengan pengetahuan, kemampuan, memproses informasi, pemahaman memori dan beban kerja.
Sebagaimana dikutip dari Dokumen ICAO 9137-AN/898 Airport Service Manual, Part 7, 1991, Chapter 1 Second Edition (1991) bahwa :
Airport Emergency Planning is the process of preparing an airport to cope with an emergency occurring at the airport or in its vicinity”
Menurut dokumen ICAO tersebut airport emergency planning merupakan suatu proses mempersiapkan suatu bandar udara untuk mengatasi situasi atau keadaan gawat darurat di dalam bandar udara dan sekitarnya.
Dari apa yang tertulis diatas airport emergency planning merupakan suatu proses mempersiapkan suatu bandar udara untuk mengatasi situasi atau keadaan gawat darurat didalam bandar udara dan sekitarnya, yang mana tujuan dari airport emergency planning itu sendiri adalah untuk memperkecil akibat yang akan ditimbulkan dari suatu keadaan gawat darurat, khususnya dalam hal penyelamatan jiwa manusia dan mempertahankan kelancaran operasi penerbangan.
Sehingga dapat kita ambil suatu pengertian bahwa efektivitas latihan airport emergency plan merupakan suatu proses pembelajaran atau pembiasaan diri bagi personel suatu bandar udara untuk mengatasi situasi atau keadaan gawat darurat didalam bandar udara dan sekitarnya yang mana semua aspek yang ditargetkan dalam latihan tersebut dapat tercapai secara menyeluruh.
Setiap bandar udara memiliki airport emergency plan procedure yang baik, namun dalam pelaksanaannya terkadang tidak semua aspek yang disyaratkan / tercantum didalamnya dilaksanakan. Untuk itulah diperlukan adanya latihan airport emergency plan yang efektif sebagai bentuk kegiatan untuk membiasakan dan menanamkan prosedur baku yang ada secara optimal pada setiap personil yang ada sehingga ketika harus berhadapan dengan keadaan darurat penerbangan yang sebenarnya setiap personil dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara terarah sesuai dengan prosedur yang baku.
Dasar hukum mengenai pentingnya dilaksanakan latihan airport emergency plan secara efektif, antara lain adalah :
a. Didalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2001 tentang Keselamatan dan Keamanan Penerbangan bagian yang keempat pasal 39 mengenai penanggulangan gawat darurat, disebutkan bahwa :
Ayat 3 : penyelenggara Bandar udara wajib melaksanakan latihan penanggulangan gawat darurat ;
Ayat 4 : pelaksanaan penanggulangan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dan ayat 3, dilaporkan kepada Menteri ;
Ayat 5 : ketentuan lebih lanjut mengenai penanggulangan gawat darurat dan latihan penanggulangan gawat darurat serta pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2, ayat 3, dan ayat 4 diatur dengan Keputusan Menteri.
b. Undang-undang Nomor 15 tahun 1992 tentang Penerbangan, Pasal 24 dinyatakan bahwa pencegahan dan penanggulangan tindakan yang dapat menimbulkan gangguan terhadap keamanan penerbangan termasuk yang membahayakan pertahanan dan kaemanan negara diatur dengan Peraturan Pemerintah.
c. Dokumen ICAO 9137-AN/898 Airport Service Manual, Part 7. Airport Emergency Planning, First Edition (1987) berbunyi:
The airport authority should ensure that all participating agencies having duties and responsibilities under the emergency plan are familiar with their assignments.
Yang artinya :
Otoritas bandar udara harus memastikan bahwa semua unit yang terkait mempunyai tugas dan tanggung-jawab di bawah airport emergency plan serta terbiasa (familiar) dengan tugas mereka.
Pelaksanaan latihan airport emergency plan diatur dalam Dokumen ICAO, Annex 14, Aerodrome Chapter 9 Emergency and Other Service, Part 9.1.13 disebutkan bahwa :
The plan shall be tested by conducting :
a. A full-scale aerodrome emergency exercise at interval not exceeding two years; and
b. Partial emergency exercises in the intervening year to ensure that any deficiencies found during the full-scale aerodrome emergency exercise have been corrected ; and review thereafter, or after an actual emergency, so as to correct any deficiency found during such exercise or actual emergency.
Dengan ini kita tahu bahwa, menurut standar ICAO latihan penanggulangan gawat darurat berskala besar minimal dilakukan setiap 2 tahun sekali. Hal ini penting dilaksanakan karena banyaknya manfaat yang diperoleh dari pelatihan seperti yang telah disebutkan oleh Dr. Ir. Tb. Sjafri Mangkuprawira dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik (2002:137), yaitu:
1. Membantu individu dalam mengambil keputusan yang lebih baik dan pemecahan masalah yang efektif.
2. Melalui pelatihan dan pengembangan, peubah motivasi dari pengakuan, prestasi, pertumbuhan, tanggung jawab, dan kemajuan diinternalisasikan dan dilaksanakan.
3. Membantu dalam mendorong dan mencapai pengembangan dan kepercayaan diri.
4. Membantu seseorang dalam mengatasi stres, tensi, kekecewaan, dan konflik.
5. Menyediakan informasi untuk memperbaiki pengetahuan kepemimpinan, ketrampilan berkomunikasi, dan sikap.
Menurut Dokumen 9137-AN/898 Airport Services Manual Part 7, Airport Emergency Planning (1991:41) disebutkan bahwa:
The purpose of an airport emergency exercise is to ensure the adequate of the following :
a. Response of all personnel involved
b. Emergency plan and procedures, and
c. Emergency equiptment and communications.
Tujuan dari pelaksanaan pelatihan gawat darurat adalah untuk:
a. Menguji efektifitas organisasi latihan penanggulangan gawat darurat sesuai prosedur yang telah dibakukan dalam dokumen yang telah disepakati bersama.
b. Melatih dan menguji ketrampilan personel masing-masing unit fungsional bila terjadi situasi gawat darurat.
c. Menguji fasilitas peralatan operasional agar selalu siap pakai untuk menanggulangi keadaan gawat darurat.
Menurut dokumen 9137-AN/898 Airport Services Manual Part 7, Airport Emergency Planning (1991:41) disebutkan bahwa :
There are three methods of testing the airport emergency plan:
1. Full-scale exercises
2. Partial exercises
3. Tabletop exercises
These tests shall be conducted on the following schedule:
Full-scale : At lease once every two years
Partial : At lease once year that a full-scale exercises is not held as required to mantain proficiency
Tabletop : At lease once six months, except during that six month period when a full-scale exercises is held.
Latihan penanggulangan gawat darurat di bandar udara terdiri dari tiga jenis, yaitu :
a. Full-scale exercise
Merupakan latihan berskala besar untuk menguji seluruh fasilitas dan personil tekait, yang mana latihan ini dilaksanakan setiap 2 tahun sekali.
b. Partial exercise
Latihan masing-masing unit fungsional terkait untuk menguji kemampuan fasilitas dan ketrampilan personil yang dilaksanakan minimal sekali dalan 1 tahun dengan catatan apabila latihan berskala besar (full-scale exercise) tidak terlaksana atau sesuai kebutuhan peningkatan kemampuan. Latihan ini dimaksudkan untuk melatih personil baru, atau memenuhi persyaratan latihan yang diperintahkan.
c. Tabletop exercise
Latihan untuk menguji respon masing-masing unit fungsional yang dilaksanakan minimal setiap 6 bulan sekali dengan catatan latihan berskala besar (full-scale exercise) tertunda. Latihan ini dapat dilaksanakan sebagai latihan koordinasi sebelum pelaksanaan latihan berskala besar, atau untuk mensosialisasikan prosedur, kebijakan, nomor telepon, frekuensi radio dan perubahan personel inti. Latihan ini hanya memerlukan ruang rapat, peta bandara dengan skala besar, dan perwakilan senior dari setiap unit yang terkait. Latihan ini bermanfaat untuk menangani masalah operasional secara cepat, seperti frekuensi komunikasi yang mengalami konflik, kekurangan peralatan, kebingungan terminologi dan wilayah kekuasaan.
Penanganan Kondisi Gawat Darurat Penerbangan
Menurut Robbins (1998 : 49 – 119), yang menyebutkan bahwa kinerja adalah suatu bentuk kepuasan yang dicapai dengan adanya efisiensi dan kepastian organisasi. Seseorang melakukan pekerjaannya secara tidak langsung untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan antara masing-masing.
Menurut Accel-team (2001:01) bahwa kinerja adalah fungsi dari kecakapan, kemampuan, dan ketrampilan serta adanya dorongan (motivasi), selanjutnya dikatakan bahwa kemampuan atau kompetensi seseorang ditentukan oleh pendidikan dan pelatihan serta pengalaman.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 disebutkan bahwa gawat darurat di bandar udara adalah suatu kejadian tidak terduga berkaitan atau berakibat terganggunya pengoperasian pesawat udara atau kelangsungan pelayanannya yang perlu dilakukan tindakan cepat. Dan menurut penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan Pasal 39 ayat 1, gawat darurat di bandar udara antara lain berupa:
1. Pesawat udara yang mengalami keadaan darurat penerbangan;
2. Sabotase atau ancaman bom terhadap pesawat udara dan/atau prasarana penerbangan;
3. Pesawat udara alam ancaman tindakan gangguan melawan hukum;
4. Kejadian pada pesawat udara karena bahan dan/atau barang berbahaya;
5. Kebakaran pada bangunan;
6. Bencana alam.
Dengan demikian kinerja penanganan kondisi gawat darurat penerbangan adalah suatu bentuk kecakapan, kemampuan, dan ketrampilan didalam menghadapi kejadian tidak terduga yang berkaitan atau berakibat terganggunya pengoperasian pesawat udara atau kelangsungan pelayanannya yang memerlukan tindakan cepat dan bertujuan untuk mengaplikasikan prosedur yang ada serta mengevaluasikan hasil kegiatan latihan dalam upaya penyempurnaan prosedur tersebut.
Dalam Dokumen ICAO 9137-AN/898 Airport Services Manual Part 7, Airport Emergency Planning (1991 : 1-2) Chapter 1 bagian 1.1.2 disebutkan bahwa:
The basic needs and concepts of emergency planning and exercise will be much the same and involve the same major problem areas : COMMAND, COMMUNICATION and CO-ORDINATION.
Yang mana dalam bahasa Indonesia yaitu, konsep dan kebutuhan dasar dari latihan dan perencanaan penanggulangan keadaan gawat darurat akan memiliki banyak kesamaan dan melibatkan masalah utama area yang sama: KOMANDO, KOMUNIKASI, dan KOORDINASI.
Kemudian pada bagian 1.1.5 juga disebutkan bahwa :
To be operationally sound a comprehensive Airport Emergency Plan must give consideration to: a) preplanning before an emergency; b) operations during an emergency; and c) support and dokumentation after an emergency.
Yang artinya adalah : Untuk dapat dilaksanakan secara menyeluruh suatu rencana keadaan darurat harus mempertimbangkan: a) perencanaan sebelum suatu keadaan darurat; b) operasi saat keadaan darurat; dan c) dukungan dan dokumentasi setelah suatu keadaan darurat.
Dari kedua kutipan dokumen diatas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa, sebuah airport emergency plan dalam penyusunannya harus mempertimbangkan tiga aspek operasional, yaitu perencanaan sebelum terjadinya keadaan darurat; operasi penanggulangan saat keadaan darurat terjadi serta dukungan dan dokumentasi setelah keadaan darurat terjadi. Keberhasilan dari suatu kegiatan penanggulangan gawat darurat ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu komando, komunikasi, dan koordinasi.
Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2001 tentang Keselamatan dan Keamanan Penerbangan bagian keempat pasal 39 mengenai penanggulangan gawat darurat, menyebutkan bahwa:
Ayat 1 : Penyelenggara bandar udara wajib memiliki kemampuan dalam melaksa -nakan penanggulangan gawat darurat di bandar udara;
Ayat 2 : Penanggulangan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan secara tepadu dengan melibatkan instansi terkait diluar dan di dalam bandar udara;
Ayat 3 : Penyelenggaraan bandar udara wajib melaksanakan latihan penanggulang -an gawat darurat.
Dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 47 Tahun 2002 Tentang Sertifikasi Operasi Bandar Udara Pasal 5 yang menyatakan bahwa untuk memperolah Sertifikat Operasi Bandar Udara harus memenuhi:
1. Tersedianya fasilitas dan/atau peralatan penunjang penerbangan, yang memenuhi persyaratan keamanan dan keselamatan penerbangan sesuai dengan klasifikasi kemampuan;
2. Memiliki prosedur pelayanan jasa Bandar udara;
3. Memiliki buku petunjuk pengoperasian, penangulangan keadaan gawat darurat, perawatan , program pengamanan, higiene dan sanitasi Bandar udara;
4. Tersedia personil yang memiliki kualifikasi untuk pengoperasian, perawatan, dan pelayanan jasa Bandar udara;
5. Memiliki daerah lingkungan kerja Bandar udara, peta kontur lingkungan Bandar udara, peta situasi pembagian sisi darat dan sisi udara;
6. Memiliki Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan di sekitar Bandar udara;
7. Memiliki peta yang menunjukkan lokasi koordinat penghalang dan ketinggiannya yang dapat membahayakan keselamatan penerbangan;
8. Memiliki fasilitas pertolongan kecelakaan penerbangan dan pemadan kebakaran sesuai dengan kategorinya;
9. Memiliki berita acara evaliasi/uji coba yang menyatakan laik untuk dioperasikan;
10. Struktur organisasi penyelenganaan Bandar udara.
Sesuai dengan keputusan diatas setiap bandar udara harus memiliki prosedur penanggulangan gawat darurat atau biasa dikenal dangan istilah airport emergency plan agar dapat menangani semua keadaan yang tidak biasa pada bandar udara dan untuk memudahkan koordinasi dengan pihak-pihak terkait. Pihak bandar udara juga harus bertanggung jawab dalam penetapan personil keadaan darurat dan peralatan yang disediakan oleh semua departemen dan unit, dan untuk memberikan pelayanan maksimal dalan keadaan darurat dan bantuan yang diperlukan.
Secara umum keadaan gawat darurat penerbangan dibagi menjadi tiga, yaitu :
- Aircraft accident, yakni kecelakaan yang terjadi pada atau disekitar bandara.
- Full emergency, yakni kondisi dimana pesawat yang menuju bandara diketahui atau diperkirakan mendekati bandara mengalami gangguan yang kemungkinan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
- Local standby, yakni kondisi di mana pesawat yang mendekati bandara diketahui atau diperkirakan mengalami kerusakan, tetapi belum mempengaruhi pesawat tersebut untuk melakukan pendaratan.
Menurut Dokumen 9137 Airport Service Manual Part 7, Airport Emergency Planning (1991:4), terdapat beberapa tipe keadaan darurat yaitu :
a. Emergency involving aircraft. These including :
1. Accident – aircraft on-airport
2. Accident – aircraft off-airport
i. land
ii. water
3. Incident – aircraft in flight
i. several air turbuelence
ii. decompression
iii. structural failure
b. Emergency not involving aircraft. These including :
1. Fire – structural
2. Sabotage including bomb threat
3. Natural disaster
4. Dangerous goods
5. Medical emergencies
c. Compound emergencies.
1. Aircraft/aircraft
2. Aircraft/structures
3. Aircraft/fueling facilities
Keadaan gawat darurat dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori, yaitu:
- Kecelakaan pesawat udara di dalam wilayah bandar udara.
Setelah menerima berita mengenai kecelakaan pesawat udara di dalam kawasan bandar udara, unit PKP-PK melakukan tindakan :
1. Langsung menuju crash area sambil memonitor informasi yang diberikan petugas ATC.
2. Sesegera mungkin menentukan posisi Pos Komando setelah tiba di crash area.
3. Melaksanakan operasi pemadaman dan pertolongan.
4. Menentukan Collection Area.
5. Menginformasikan kepada KKP (Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan).
6. Meminta bantuan kepada Dinas Pemadaman Kebakaran Kota (jika diperlukan).
- Kecelakaan pesawat udara di luar wilayah bandar udara.
Tindakan yang perlu dilakukan oleh unit PKP-PK adalah menyiapkan fasilitas dan personil bantuan sesuai ketentuan.
- Pesawat dalam keadaan Full Emergency.
Setelah menerima informasi mengenai adanya pesawat yang mengalami full emergency, maka tindakan yang harus dilakukan oleh PKP-PK adalah :
1. Segera menuju lokasi siaga sambil memonitor informasi dari tower.
2. Berkoordinasi dengan petugas control tower untuk perkembangan gawat darurat lebih lanjut.
3. Merencanakan pelaksanaan operasi (Size Up).
4. Menghubungi Kantor Pemadaman Pemkot (bila diperlukan).
- Tindakan gangguan melawan hukum.
Setelah menerima berita adanya penguasaan pesawat udara,:
1. Assisten Manager Keselamatan dan Keamanan maka Bandara/Komandan Jaga Pengamanan segera menyiapkan anggotanya.
2. Segera berkonsultasi dengan pihak penanggung jawab pengamanan (TNI AU/Polda).
- Ancaman bom pada pesawat udara di udara.
Yang harus segera dilakukan unit PKP-PK adalah :
1. Melaksanakan siaga II
2. Memonitor perkembangan lebih lanjut.
- Ancaman bom pada pesawat udara di darat.
Setelah menerima berita adanya ancaman bom pada pesawat udara di darat, tindakan yang harus dilakukan adalah :
1. Mengerahkan kendaraan dan personil PKP-PK.
2. Menempatkan posisi kendaraan pada jarak yang aman, kurang lebih 1000 m dari pesawat udara yang mengalami ancaman bom.
3. Mengawal pesawat udara pada jarak kurang lebih 100 m apabila dilakukan reposisi terhadap pesawat yang mengalami ancaman bom.
4. Berkoordinasi dengan Tim Jihandak (Penjinak Bahan Peledak).
- Ancaman bom digedung atau fasilitas lainnya di bandar udara.
Setelah menerima berita adanya ancaman bom, maka tindakan yang diambil oleh unit PKP-PK adalah :
1. Mengerahkan personil dan kendaraan operasi PKP-PK menuju TKP dan siaga pada posisi aman kurang lebih 100 m dari TKP.
2. Memberitahukan kepada Pelayanan Kesehatan/KKP (Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan).
- Aircraft incident di darat.
Setelah menerima berita adanya insiden, maka tindakan yang dilakukan adalah :
1. Mengerahkan kendaraan PKP-PK dan siaga di lokasi kejadian.
2. Melaksanakan pemadaman atau tindakan lain jika diperlukan.
3. Melaksanakan evakuasi penumpang apabila diperlukan.
- Siaga di tempat (Local Standby).
Setelah menerima berita adanya incident in flight, maka tindakan yang dilakukan adalah :
1. Melaksanakan siaga I :
· Posisi di fire station dan mesin kendaraan dihidupkan.
· Personil PKP-PK telah siaga menempati posisinya masing-masing di kendaraan.
2. Berkoordinasi dengan petugas tower untuk mengetahui informasi yang diperlukan.
3. Memonitor perkembangan incident.
- Siaga cuaca buruk.
Setelah menerima berita keadaan cuaca maka tindakan yang dilakukan adalah meningkatkan kewaspadaan, apabila keadaan cuaca semakin memburuk dan pada saat ada kegiatan pendaratan ataupun lepas landas pesawat dilaksanakan siaga I.
- Kebakaran gedung (domestic fire).
Tindakan yang harus dilakukan :
1. Membunyikan alarm fire station.
2. mengerahkan kendaraan PKP-PK ke lokasi kebakaran sesuai kebutuhan.
3. apabila lokasi kebakaran berada di airside maka untuk menuju lokasi kejadian, wajib berkoordinasi dengan petugas ADC.
4. Melaksanakan operasi pemadaman dan evakuasi.
5. menghubungi Pemadam Kebakaran Pemda bila diperlukan.
- Bencana alam.
Tindakan dari PKP-PK adalah :
1. Membunyikan alarm di fire station.
2. Mengerahkan kendaraan PKP-PK ke lokasi kejadian.
3. Bila lokasi bencana alam berada di airside maka untuk menuju lokasi kejadian perlu melalui airside, wajib berkoordinasi dengan petugas ADC.
4. Mengkoordinir evakuasi korban.
- Kecelakaan pesawat di perairan.
Tindakan dari PKP-PK adalah :
1. Mengerahkan peralatan/personil sesuai kemampuan dan ketentuan yang berlaku, untuk membantu pelaksanaan operasi penanggulangan operasi penanggulangan setelah mendapat instruksi dari General Manager.
2. Koordinasi dengan tim SAR.
- Barang berbahaya
Tindakan yang dilakukan oleh PKP-PK adalah :
1. Mengerahkan kendaraan PKP-PK sesuai kebutuhan.
2. Siaga di isolated area dengan jarak yang aman.
3. Menunggu informasi lebih lanjut untuk melaksanakan evakuasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar