NKRI sebagai negara kelautan membawa konsekuensi dalam penyediaan Archipelagic Sea Lane Passage atau kemudian kita sebut sebagai Alur Laut Kepulauan dan rute penerbangan di atasnya, untuk perlintasan kapal; laut maupun pesawat terbang asing. hal demikian diatur dalam pasal 53 konvensi PBB tentang Hukum laut 1982/ UU Nomor 17 Tahun 1985.
Dari pemahaman yang dapat ditarik sebagai penyederhanaan asumsi adalah kedaulatan ruang udara NKRI yang utuh tersebut ternyata masih terdapat perdebatan dan pengecualian bahwa di atas Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) diberikan hak lintas bagi pesawat udara asing tanpa ijin.
Ruang udara di atas ALKI, perlu mendapat perhatian khusus agar Indonesia menjadi tidak sangat dirugikan.
Penetapan ALKI yang terdiri dari 3 (tiga) alur tersebut, sampai kini belum diakui secara de jure International Maritime Organization (IMO). Pun demikian dengan PP no. 37 Tahun 2003 tentang Hak dan KewajibanKapal dan Pesawat Udara Asing Dalam Melaksankan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan di alur laut kepulauan yang telah ditetapkan. Belum diterimanya penetapan ALKI oleh IMO ini, menyebabkan bebera negara pengguna ALKI berpotensi untuk memanfaatkan celah hukum yang ada pada Pasal 53 (12) UNCLOSS 1982 yaitu menggunaan alur laut dan rute penerbangan di atasnya yang biasa digunakan untuk navigasi internasional yang sifatnya sama dengan alur bebas yaitu tanpa ijin dari negara pemilik kedaulatan.
Insiden penerbangan pesawat militer F 18 Hornet Amerika Serikat di atas wilayah kepulauan Bawean tanggal 3 Juli 2003 yang kemudian dicoba untuk diamankan oleh pesawat F 16 TNI AU merupakan kasus yang menarik untuk dikaji.
Bagi pihak Amerika Serikat dsalam penerbangan Armada Angkatan Lautnya di Laut Jawa dan penerbangan F 18 Hornet-nya, dalam kaca mata pandang uraian di atas sah sah saja, karena mereka berusaha untuk melakukan operasi menggunakan route normally used for international navigation, meskipun sangat mungkin rute tersebut bukan merupakan rute yang tercantum dalam pelayaran international.
Bagaimanapun manuver yang telah dibuat oleh pesawat militer Amerika Serikat, F 18 Hornet, tersebut merupakan manuver yang membahayakan operasi pemanduan lalu lintas penerbangan sipil dan dianggap sebagai bentuk pelanggaran pada peraturan keselamatan penerbangan sipil secara internasional yang diatur oleh International Civil Aviation Organization (ICAO) .
Moral story yang dicoba untuk dimunculkan adalah perlu ada kepastian hukum bagi pengambil keputusan dan pelaksana lapangan yang bertugas dalam upaya penegakan kedaulatan udara NKRI dan pemanduan lalu lintas penerbangan .
Dari pemahaman yang dapat ditarik sebagai penyederhanaan asumsi adalah kedaulatan ruang udara NKRI yang utuh tersebut ternyata masih terdapat perdebatan dan pengecualian bahwa di atas Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) diberikan hak lintas bagi pesawat udara asing tanpa ijin.
Ruang udara di atas ALKI, perlu mendapat perhatian khusus agar Indonesia menjadi tidak sangat dirugikan.
Penetapan ALKI yang terdiri dari 3 (tiga) alur tersebut, sampai kini belum diakui secara de jure International Maritime Organization (IMO). Pun demikian dengan PP no. 37 Tahun 2003 tentang Hak dan KewajibanKapal dan Pesawat Udara Asing Dalam Melaksankan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan di alur laut kepulauan yang telah ditetapkan. Belum diterimanya penetapan ALKI oleh IMO ini, menyebabkan bebera negara pengguna ALKI berpotensi untuk memanfaatkan celah hukum yang ada pada Pasal 53 (12) UNCLOSS 1982 yaitu menggunaan alur laut dan rute penerbangan di atasnya yang biasa digunakan untuk navigasi internasional yang sifatnya sama dengan alur bebas yaitu tanpa ijin dari negara pemilik kedaulatan.
Insiden penerbangan pesawat militer F 18 Hornet Amerika Serikat di atas wilayah kepulauan Bawean tanggal 3 Juli 2003 yang kemudian dicoba untuk diamankan oleh pesawat F 16 TNI AU merupakan kasus yang menarik untuk dikaji.
Bagi pihak Amerika Serikat dsalam penerbangan Armada Angkatan Lautnya di Laut Jawa dan penerbangan F 18 Hornet-nya, dalam kaca mata pandang uraian di atas sah sah saja, karena mereka berusaha untuk melakukan operasi menggunakan route normally used for international navigation, meskipun sangat mungkin rute tersebut bukan merupakan rute yang tercantum dalam pelayaran international.
Bagaimanapun manuver yang telah dibuat oleh pesawat militer Amerika Serikat, F 18 Hornet, tersebut merupakan manuver yang membahayakan operasi pemanduan lalu lintas penerbangan sipil dan dianggap sebagai bentuk pelanggaran pada peraturan keselamatan penerbangan sipil secara internasional yang diatur oleh International Civil Aviation Organization (ICAO) .
Moral story yang dicoba untuk dimunculkan adalah perlu ada kepastian hukum bagi pengambil keputusan dan pelaksana lapangan yang bertugas dalam upaya penegakan kedaulatan udara NKRI dan pemanduan lalu lintas penerbangan .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar